SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta--Empat mantan pegawai Bank Indonesia (BI) akan mensomasi Radius Christanto yang disebut-sebut sebagai pengusaha terkait pemberitaan media mengenai pencetakan uang pecahan Rp 100.000 berbahan polymer pada 1999.

“Saya meminta yang bersangkutan bertanggung jawab dalam waktu 24 jam harus memberikan penjelasan kepada publik,” kata mantan Direktur Peredaran Uang Bank Indonesia, Herman Yoseph Susmanto, di Jakarta, Senin(31/5).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Susmanto membantah dirinya menerima suap dalam transaksi pencetakan uang itu. “Kami tidak pernah berhubungan langsung dengan Radius. Tapi, langsung dengan Securency International and Note Printing Australia (SINPA), tanpa perantara sama sekali,” kata dia.

Susmanto menyebutkan, Direktur Utama SINPA Miles Curtis, Hugh Brown, dan Neil E Burnham, adalah pihak-pihak yang kerap berhubungan dengan Bank Indonesia.

“Hubungan dengan mereka sudah sejak 1993, sejak mengeluarkan pecahan uang Rp 50.000 bergambar (mantan Presiden RI) Soeharto,” ujar dia.

Seperti diberitakan, pejabat senior Bank Indonesia diduga menerima suap hingga US$ 1,3 juta guna memenangkan kontrak pencetakan pecahan uang Rp 100.000.

Dikutip dari harian The Age, Selasa 25 Mei 2010, dugaan tersebut berdasarkan dokumen faks rahasia dari seorang pengusaha Jakarta kepada pejabat Securency International and Note Printing Australia.

Dalam dokumen tersebut terdapat rencana pemberian imbalan kepada pejabat senior BI yang disebutkan sebagai “teman kami” dengan ‘pembayaran tidak resmi yang besar’ dan “komisi”.

Radius, dia melanjutkan, dikenal sebagai pemasok mesin penghitung uang dan maintenance di Indonesia. “Biasanya, kalau ada mesin yang bermasalah, kami minta bantuan dia,” tutur Susmanto.

Ia menjelaskan, pilihan mencetak uang ketika itu karena memasuki millenium bug Y2K. “Bank Sentral di seluruh dunia menaikkan stock banknotes dan menjadikan harga semakin tinggi,” kata dia.

Bank Indonesia kemudian memutuskan untuk mengeluarkan pecahan Rp 100.000 untuk pertama kali.

Bahan polymer, dia melanjutkan, dipilih karena lebih murah ketimbang bahan katun yang harganya naik. “Selain itu, (uang berbahan polymer), lebih sulit dipalsukan dan waktu edarnya empat kali dari uang katun,” ujar dia.

Australia dipilih, menurut dia, karena negara Kangguru itu satu-satunya yang mampu mengerjakan. “Kami juga melakukan studi ke Australia dan New Zealand,” ujar Susmanto. “Pengadaan uang polymer itu sesuai dengan SOP (standard operating procedure) dan disetujui direksi.”

Hingga saat ini, Susmanto dan tiga mantan pejabat BI belum diperiksa oleh Kepolisian Federal Australia. “Dari pemberitaan saya tahu bahwa polisi Australia tengah memeriksa kasus ini. Tapi sampai sekarang kami belum ada pemeriksaan,” tuturnya.

vivanews

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya