SOLOPOS.COM - Ilustrasi banjir rob di Pekalongan, Jawa Tengah. (Antara Foto)

Solopos.com, PEKALONGAN — Desa pesisir di kawasan pantai utara (pantura) Jawa Tengah terancam tenggelam, salah satunya adalah desa di pesisir Kota Pekalongan. Berdasarkan pantauan Solopos.com melalui kanal Youtube, Jumat (18/3/2022), diketahui bahwa air pasang laut atau yang dikenal dengan bajir rob sering melanda kawasan pesisir di Kota pekalongan.

Salah satu kisah warga pesisir Kota Pekalongan yang mengalami banjr rob adalah Azizah. Dia tinggal di sebuah desa di Kelurahan Pabean. Kondisi di sekitar rumahnya saat ini sebagian besar sudah terendam air.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Azizah yang merupakan pengrajin batik mengaku bahwa daerahnya sudah berulang-ulang diuruk pasir, namun setiap banjir rob datang, air pasang itu masih menenggalamkan rumahnya dan bahkan tinggi airnya bisa mencapai dada orang dewasa.

Baca juga: 5 Gunung Api Aktif di Jawa Tengah, Bisa Mendadak Meletus?

Azizah yang tinggal bersama kakak, ibu dan anaknya ini mengatakan bahwa upaya untuk menguruk atau meninggikan rumah sudah dia lakukan sejak 2015 lalu. Namun banjir rob masih menjadi ancaman baginya dan keluarga. Kondisi ini membuat aktivitas mereka sebagai pembatik tradisional ikut turun dan berimbas pada perekonomian mereka.

Warga Kelurahan Pabean lain bernama Agus Riyanto mengatakan bahwa kegembiraan warga setempat adalah saat air laut surut karena mereka bisa lebih produktif lagi. Agus menjelaskan bahwa kawasan tersebut dulunya adalah lahan persawahan untuk menanam kangkung air dan padi. Namun sekarang karena sering diterjang banjir rob, daerah persawahan itu berubah menjadi rawa.

Pekalongan Tenggelam

Sementara itu, berdasarkan penelitian pakar, pada 2018 silam tercatat sekitar 31% dari total luas wilayah Kota Pekalongan sudah terendam air. Meskipun banyak prediksi bahwa Jakarta menjadi kota pertama yang tenggelam, namun berdasarkan penelitan tersebut, permukaan tanah di Kota Pekalongan lebih cepat turun daripada Jakarta sehingga ancaman tenggelamnya Kota Pekalongan lebih parah.

Baca juga: Jadi Penganan Khas, Ini Asal Usul Jenang Kudus

Pakar Analis Geospasial, Irendra Radjawali pada 2018 silam melakukan riset permukaan tanah di Kota Pekalongan. Dalam riset tersebut, dia menggunakan citra satelit dan teknik DinSAR (Differential -Synthetic Aperture Radar- Interferometry) yang menghasilkan cahaya yang ditangkap dari permukaan Bumi. Dari hasil citra satelit tersebut, menunjukan bahwa Kota Pekalongan di bagian utara mengalami penurunan 25-34 cm dan terancam tenggelam dalam beberapa puluh tahun ke depan.

Fenomena penurunan muka tanah atau land subsidence di kawasan pantura ini memang banyak terjadi di daerah urban atau perkotaan. Berdasarkan hipotesisnya, penurunan muka tanah disebabkan air tanah yang terus menerus disedot, baik oleh pihak industri dan perusahaan atau organisasi lain, sehingga berdampak pada permukaan tanah tersebut.

Baca juga: Lihat Lukisan Wajahnya di Tengah Sawah, Begini Reaksi Ganjar

Pada 2017 lalu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membangun sebuah tanggul di Kelurahan Bandengan. Namun warga sekitar meragukan daya kekuatan tanggul tersebut karena setiap pemerintah provinsi  membangun sebuah infrastruktur tidak diikuti dengan kualitas material yang baik, sehingga fungsinya tidak maksimal.

Pada 2017 juga, pemerintah pusat membangun tanggul raksasa yang tingginya mencapai tiga meter. Namun efektivitasnya juga diragukan karena ukuran tiga meter tidak diukur dari tanah pijakan namun diukur beberapa meter di bawah tanah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya