SOLOPOS.COM - Logo UNS Solo

Solopos.com, SOLO — Sebanyak 30 anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hadir di kampus Kentingan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dalam rapat dengar pendapat bertajuk Sharing Publik Rancangan Undang-Undang Pertanahan, Kamis (22/8/2013). Beberapa panelis di antaranya pakar Komunikasi Politik Pawito; pakar Ilmu Tanah Robertus Sudaryanto; dan pakar Hukum Agraria Lego Karjoko memberikan pendapatnya terkait rancangan undang-undang (RUU) itu dihadapan puluhan civitas academic UNS yang hadir di Tuang Sidang II Gedung Rektorat UNS, Jl. Ir Sutami No. 36, Solo.

Rektor UNS, Ravik Karsidi dalam sambutannya memberikan apresiasi serta penghargaan tinggi kepada wakil rakyat yang berinisiatif membuat RUU Pertanahan itu. Menurutnya, tanah menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat luas karena terkait dengan keberadaan jati diri seseorang, keberadaan sebuah keluarga bahkan keberadaan sebuah bangsa. Permasalahan tanah sangat rawan menyebabkan konflik di masyarakat apabila mereka saling memperebutkannya. “Bahkan di Solo ada pepatah, sadumuk bathuk sanyari bumi, yang artinya ‘seseorang akan tetap memperjuangkan tanahnya hingga akhir’,” papar Ravik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja. mengungkapkan banyaknya konflik di masyarakat terkait tanah terjadi karena selama ini belum ada rujukan undang-undangnya. RUU ini nantinya menjadi rujukan dan jalan keluar pemecahan masalah terkait pertanahan. Pembuatan RUU ini melibatkan pakar pertanahan dari berbagai universitas di Indonesia dan membutuhkan waktu lebih dari setahun. “Dalam RUU ini juga terdapat pasal tentang pendaftaran tanah. Harapan kami, nantinya masyarakat bisa mengakses status kepemilikan tanah secara digital,” terang dia.

Abdul menyampaikan RUU Pertanahan ini akan berdampak sangat besar terhadap kesejahteraan bangsa. Di antaranya melarang kepemilikan atas tanah bagi warga negara asing (WNA) dan memberi batasan minimal dan maksimal kepemilikan tanah bagi warga negara Indonesia (WNI). Belum adanya UU Pertanahan ini menyebabkan ketidakadilan bagi rakyat karena WNA bisa memiliki tanah di Indonesia serta kepemilikan individu WNI atas tanah tidak terbatas luasnya. “Saat Orde Baru bahkan ada pihak yang memiliki tanah seluas negara Swiss, sangat tidak adil,” Abdul mencontohkan.

Dalam kesempatan itu, seorang panelis, Robertus Sudaryanto menilai pasal-pasal dalam RUU tersebut masih memerlukan banyak tambahan ayat. Di antaranya Pasal 7 yang menurut dia harus ditambah ayat berisi pemanfaatan tanah yang seharusnya disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTWP) dan Pasal 51 harus ditambah ayat tentang kewajiban mendaftarkan kepemilikan tanah bagi pemiliknya. “Pihak yang menyalahi RTWP dapat langsung dijatuhi sanksi. Sementara pasal tentang kewajiban mendaftarkan kepemilikan tanah akan sangat membantu negara mendata kepemilikan tanah,” ungkap Robertus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya