Solopos.com, SOLO – BPOM menarik obat mag dan asam lambung mengandung raniditin dari peredaran. Obat tersebut mengandung N-Nitrosodimethylamine (NDMA) yang dikaitkan dengan risiko kanker. Terkait hal itu, PT Phapros selaku produsen menghentikan produksi obat mengandung raniditin.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut nilai ambang batas NDMA pada obat yang berbahan Raniditin melebihi aturan yang diperbolehkan. Sebab, bahan ini bersifat karsinogenik atau memicu kanker jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Berikut sederet fakta tentang raniditin yang dihimpun dari berbagai sumber, Rabu (9/10/2019):
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Memicu kanker
Ranitidin dianggap memicu kanker karena mengandung NDMA lebih dari ambang toleransi/ BPOM menjelaskan. Nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari. Bahan ini bisa memicu kanker (karsinogenik) jika dikonsumsi lebih dari ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Menghambat sekresi
Obat maag ranitidin berfungsi menghambat sekresi atau produksi asam lambung yang berlebih. Dikutip dari Detik, dokter spesialis penyakit dalam Etra Ariadno dari RSAL Dr Mintohardjo, ranitidin mampu meredakan rasa sakit dan menyembuhkan luka pada lambung. Ranitidin bekerja sebagai antagonis kompetitif reversibel reseptor senyawa histamin (H2).
Menimbulkan sensasi terbakar
Sebagai obat asam lambung, ranitidin yang mengandung ranitidine HCl juga tersedia dalam bentuk tablet. Dikutip dari Web MD, raniditin tablet tersedia dalam dosis 75 mg atau 150 mg. Konsumsi ranitidin adalah satu tablet bersama dengan segelas air. Untuk mencegah sensasi dada terbakar (heartburn) atau gejala lain akibat asam yang terlalu banyak (acid indigestion), ranitidin lebih baik diminum 30-60 menit sebelum makan.