Solopos.com, SOLO – Sebanyak 25 orang dengan HIV/AIDS atau ODHA di Kota Solo mendapatkan bantuan berupa kebutuhan dasar dan kewirausahaan dari Kementerian Sosial (Kemensos). Mereka diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup dengan membuka usaha.
Jenis bantuan yang diserahkan beragam mulai dari kebutuhan pokok seperti beras dan telur ayam hingga bantuan kewirausahaan seperti mesin jahit, laundry, alat memasak, dan sebagainya.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Bantuan tersebut berasal Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) Kemensos melalui sentra terpadu Prof Dr Soeharso Surakarta. Bantuan diserahkan di Kantor Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo, Kamis (24/11/2022).
Sekretaris KPA Solo, Widdi Srihanto, mengatakan jumlah penerima bantuan sebanyak 25 ODHA di Kota Solo. Dari jumlah itu, tujuh di antaranya menerima bantuan sembako.
Sedangkan, sisanya menerima bantuan kewirausahaan seperti mesin jahit, mesin cuci, dan alat memasak. “Paling banyak bantuan kewirausahaan seperti alat memasak dan mesin jahit. Total nilai bantuan yang disalurkan kepada ODHA kurang lebih Rp62 juta,” katanya saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis.
Baca Juga: Penderita HIV & AIDS di Jateng Diperkirakan 52.677 Orang, Baru 83% Ditemukan
Widdi menyebut bantuan itu ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup para ODHA. Mereka bisa membuka usaha dan mendapatkan penghasilan setiap hari. Sehingga, kesejahteraan para ODHA meningkat secara bertahap.
Dia berharap bantuan kewirausahaan itu benar-benar dimanfaatkan oleh para ODHA di Solo agar bisa hidup mandiri. Sebenarnya, KPA Solo mengusulkan 100 ODHA sebagai calon penerima bantuan kepada sentra terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta pada tahun ini.
“Jumlah penerima yang disetujui hanya 25 orang. Tahun depan, akan kami usulkan lagi. Semoga jumlah penerima lebih banyak dan merata,” ujar dia.
Baca Juga: Fenomena FWB, Remaja Lakoni Seks Bebas Tertular HIV/AIDS di Solo dan Sukoharjo
Sementara itu, seorang ODHA penerima bantuan, Dw, mengaku mendapat bantuan mesin cuci yang digunakan untuk menjalankan bisnis laundry. Rumah Dw terletak di kawasan kampus dan indekos mahasiswa.
Mereka biasanya memanfaatkan jasa laundriy untuk mencuci pakaian. Dw memilih membuka usaha laundry lantaran simpel dengan potensi keuntungan besar jika ditekuni. Dia mengaku ingin hidup mandiri dengan menjalankan bisnis laundry tersebut.
“Saya terdeteksi positif HIV/AIDS pada 2012. Kala itu, saya sering sakit-sakitan. Kehujanan sebentar pasti sakit. Kemudian, saya menjalani VCT atau voluntary counselling and testing dan hasilnya positif. Jadi saya sudah 10 tahun menjalani terapi antiretroviral [ARV],” kata dia.