SOLOPOS.COM - Seorang penyanyi dangdut menghibur penonton di Purawista, Jogja, Senin (29/4/2013) malam. Pertunjukkan yang sudah rutin minimal 4 kali dalam seminggu tersebut harus berakhir karena lokasi tersebut akan bangun hotel. (Harian Jogja/JIBI/Gigih M Hanafi)

Seorang penyanyi dangdut menghibur penonton di Purawista, Jogja, Senin (29/4/2013) malam. Pertunjukkan yang sudah rutin minimal 4 kali dalam seminggu tersebut harus berakhir karena lokasi tersebut akan bangun hotel. (Harian Jogja/JIBI/Gigih M Hanafi)

Ada yang berbeda dengan pentas dangdut yang disuguhkan Orkes Melayu Latanza di Purawisata, Jalan Brigjen Katamso, Senin (29/4), malam. Dalam penampilannya, seluruh personel mengenakan pakaian serba hitam.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Tak hanya anggota band, penyanyi wanitanya pun mengenakan busana serba hitam. Mereka bahkan mengenakan pakaian sedikit rapat. Seluruh penyanyi mengenakan celana panjang  berbeda dengan pentas yang mereka lakukan sebelumnya yang biasanya menggunakan rok mini.

Di sebuah panggung berukuran sekitar 20 X 6 meter tempat mereka tampil itu tampak  spanduk bertuliskan 1989-2013, 24 Th Purawisata. Ya, hari itu adalah momen yang bersejarah bagi Purawisata karena usia mereka genap 24 tahun. Ironisnya, perayaan ulang tahun Purawisata itu justru dimaknai sebagai kesedihan bagi Latanza.

Betapa tidak? penampilan Latanza pada malam itu merupakan pentas terakhir mereka setelah 24 tahun mengabdi di Purawisata. Pasalnya, terhitung mulai 1 Mei mendatang, program dangdut dihapus oleh PT Ganesha Dwipayana Bhakti, perusahaan yang menaungi Purawisata karena dalam waktu dekat ini areal kompleks Purawisata akan dibangun sebuah hotel.

Tidak hanya Latanza yang pada Mei mendatang tidak diperbolehkan tampil. Seluruh grup orkes melayu di Purawisata yang selama ini tampil di Purawisata seperti New Satria, OBB, Gilas, Ken Arok, juga tidak akan menyuguhkan suara kendang dan suling kepada penonton.

Pakaian berwarna hitam yang dikenakan para pemain itu merupakan bentuk berkabung mereka terhadap langkah Purawisata yang secara sepihak menutup program dangdut.

“Atas keputusan manajemen kami berkabung. Karena itu khusus di pentas terakhir ini kami sengaja mengenakan pakaian hitam hitam dan berpenampilan sopan,” kata Bambang Purwadi, koordinator Latanza kepada Harian Jogja, Senin (29/4), sesaat sebelum Latanza naik keatas panggung.

Dwi Ariani, 29, salah satu penyanyi Latanza mengaku beberapa hari sebelum pentas dilakukan ia diminta untuk menggunakan celana legging dan menggunakan atasan berwarna hitam. Pakaian yang dikenakannya itu, sambungnya merupakan kali pertama ia gunakan karena selama ini ia selalu menggunakan rok mini.

Menurut Dwi Ariani, sejatinya aturan untuk mengenakan pakaian rapat dan menggunakan legging merupakan aturan yang telah lama dibuat oleh pemilik Purawisata. Hanya, aturan itu kerap diabaikan karena membuat penonton tidak tertarik untuk datang. “Khusus malam ini kami sengaja pakaian sedikit tertutup karena pemilik kan rencana mau datang,” katanya.

Ditambahkan wanita bertubuh sintal ini, kebijakan Purawisata menutup program dangdut sebenarnya membuat penyanyi muda kelabakan karena mereka tidak memiliki tempat khusus untuk pentas. “Kebetulan saya sudah agak lama menjadi penyanyi jadi tidak terlalu risau apalagi selama ini saya tampil di kafe. Tapi kalau penyanyi muda agak sulit ya. Karena disini [Purawisata] tempat penyanyi muda untuk cari channel,” terangnya.

Lantaran menjadi band terakhir yang menjadi pentas terakhir perhelatan program dangdut di Purawisata. Konser Latanza yang dimulai sejak pukul 20.00 WIB ini pun dibanjiri ratusan penonton.

Mereka terdiri dari pemuda, orang tua, hingga remaja. Para penonton sepertinya tidak ingin melewatkan kesempatan emas menyaksikan penampilan terahir Latanza. Maklum, sebagai grup orkes melayu Latanza memiliki penggemar fanatik karena paling lama mengabdi di Purawisata dibanding Orkes Melayu lainnya.

Pardianto, 25, salah satu penonton yang hadir malam itu mengaku sedih karena malam itu merupakan hari terakhir Latanza pentas. Terlebih, pemuda asal Trirenggo, Bantul, itu mengaku fans berat Latanza. “Setiap malam saya selalu datang kesini melihat penampilan mereka [Latanza] karena saya memang ngefans. Musiknya bagus apalagi penyanyinya seksi seksi,” katanya.

Sesaat konser hendak dimulai, salah satu, Jefry,  MC Latanza mengucapkan kalimat perpisahan kepada ratusan penonton yang datang sekaligus mengucapkan terimakasih karena selama 24 tahun telah menjadi penonton setia Latanza.

“Kami juga ingin memberi tahu pada kalian bahwa setelah tidak tampil disini [Purawisata] mulai bulan depan kami akan tampil di Jakarta karena ada televisi yang mengontrak kami,” kata MC itu.

Malam itu, Taufik Hidayat, pemilik Purawisata yang berdomisili di Jakarta direncakanan hadir menyaksikan konser terakhir Latanza. Namun ternyata hal itu tidak terealisasi, pemilik tidak datang dan meminta sang istri untuk mewakili dirinya.

Di akhir konser, Isnur Dewoyono, manajer program Purawisata mengucapkan mohon maaf kepada pecinta dangdut melalui mikrofon. Menurutnya, kendati program dangdut di Purawisata dihapuskan terhitung mulai Mei mendatang mamun bukan berarti dangdut di Jogja menjadi mati. Saat ini pihaknya telah melakukan koordinasi dengan XT Square sebagai pengganti lokasi pentas bagi orkes melayu yang tampil di Purawisata.

“Kami sudah melakukan koordinasi semoga hal itu bisa terealisasi bisa menggantikan Purawisata,”kata lelaki yang akrab disapa Dewo Plo ini kepada penonton.

Dewo juga memberikan penjelasan kepada penonton bahwa salah satu alasan Purawisata menghapus program dangdut dikarenakan kompleks Purawisata akan dilakukan pengembangan hotel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya