SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, SOLO</strong> — Selain membantah tudingan bahwa keluarga Soeharto menyimpan aset miliaran dolar AS, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto juga mengklaim banyak rakyat yang merindukan Orde Baru. Dia menganggap ekonomi Indonesia semasa pemerintahan Soeharto yang berakhir pada 1998 lebih baik daripada era Joko Widodo (Jokowi).</p><p>Hal itu dikatakan Tommy dalam <a href="http://news.solopos.com/read/20180522/496/917899/20-tahun-reformasi-tommy-jawab-dugaan-aset-keluarga-soeharto-miliaran-dolar" target="_blank">wawancara dengan Al Jazeera</a> yang dirilis melalui video di akun Youtube media itu, Sabtu (19/5/2018) lalu. Dalam wawancara itu, dia ditanya tentang pandangan politiknya selama 20 tahun reformasi dan berbagai isu tentang keluarga Presiden kedua RI itu.</p><p>Tommy mengatakan utang semasa ayahnya berkuasa hanya&nbsp;USD54 miliar pada&nbsp;1998 lalu, sedangkan saat ini, kata dia, utang pemerintah mencapai USD370 miliar. Dia mengklaim selama 20 tahun reformasi perekonomian Indonesia tidak lebih baik.</p><p>&nbsp;</p><p>"Dan tujuan kami tentunya inginmeningkatkan dan memperbaiki permasalahan negara ini yang kita sudah 20 tahun reformasi, tapi nyatanya tidak lebih baik," katanya saat ditanya soal Partai Berkarya yang dibentuknya belum lama ini.</p><p>"Dan kita bahkan punya utang yang begitu besar. Dan rakyat, eee, belum ada peningkatan kesejahteraan yang signifikan. Nah karenanya Partai Berkarya ingin mengisi hal&nbsp;tersebut dan juga ingin membantu ekonomi kerakyatan, yang tidak lain adalah oleh rakyat dan untuk rakyat, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat lebih banyak," jawabnya.</p><p>Tommy mengklaim banyak orang yang ingin kembali ke situasi saat Orde Baru dengan berbagai alasan. "Tidakkah Anda berpikir bahwa banyak orang yang trauma dengan kepresidenan, kebijakan, di bawah Presiden Soeharto?" tanya Al Jazeera mempertanyakan pernyataan Tommy.</p><p>"Saya kira enggak. Coba, coba kemarin lihat kan pada masih cinta dengan Orde Baru, cinta dengan Pak Harto. Jadi mereka malah rindu dengan keadaan seperti saat&nbsp;itu," kata Tommy.</p><p>Al Jazeera pun mempertanyakan apa yang dirindukan orang dari Orde Baru seperti yang diklaim oleh Tommy. Menurut Tommy, banyak orang merindukan situasi keamanan nasional dan perekonomian. Alasannya, saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik daripada saat ini, lapangan pekerjaan yang lebih banyak, dan harga barang yang lebih murah.</p><p>"Banyak orang Indonesia juga menganggap reformasi memberikan banyak kebebasan, demokrasi, [seperti] pemilu saat ini. Menuru Anda apa mereka mau menyerahkan semua itu [demi kembali seperti Orde Baru?" tanya Al Jazeera.</p><p><a href="http://news.solopos.com/read/20180420/496/911529/utang-indonesia-jauh-di-bawah-rerata-negara-kelas-menengah-dunia" target="_blank"><strong>Utang Pemerintah</strong></a></p><p>Tommy membantah penilaian jika Orde Baru tidak demokratis. Menurutnya, di bawah Soeharto juga ada demokrasi dengan adanya pemilu setiap 5 tahun. Dia pun membeberkan hasil pembangunan saat itu berupa penghargaan WHO tentang keberhasilan program keluarga berencana (KB) menekan pertumbuhan penduduk, hingga swasembada pangan yang diakui FAO pada 1986.</p><p>"Nah itu membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi dari awal Orde Baru sampai akhir Orde Baru itu cukup baik. Dan pada waktu mau tinggal landas utang kita USD50 <br />miliar, pada waktu 1998 USD54 miliar tepatnya, itu pertanggungjawaban Presiden Soeharto kepada DPR saat itu. Sekarang utang kita USD700 miliar, eh sori USD370 miliar," katanya.</p><p>Berdasarkan data, utang pemerintah era Presiden Soeharto yang lengser Mei 1998 sebesar Rp551,4 triliun atau US$ 68,7 miliar. Rasio utang saat itu mencapai 57,7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio utang meningkat pada masa Presiden Habibie mencapai&nbsp;85,4 persen dari PDB, lalu turun sejak masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sedangkan di era <a href="http://news.solopos.com/read/20180520/496/917354/indo-barometer-jokowi-dianggap-presiden-paling-berhasil-di-era-reformasi" target="_blank">Presiden Jokowi</a>, posisi utang mencapai&nbsp;<span>Rp4.035 triliun pada Februari 2018, namun rasio utang hanya&nbsp;28,7%.</span></p><p>"Tapi total utang pemerintah Presiden Soeharto saat itu mencapai 57% GDP dan sekarang kurang dari 30%…" tanya Al Jazeera. Tak ada jawaban tentang rasio utang 20 tahun lalu yang jauh lebih tinggi daripada saat ini. Namun Tommy menuding PDB Indonesia hanya dinimati segelintir orang.</p><p>"Tapi PDB itu, siapa yang menikmati PDB? Itu bukan rakyat kecil yang menikmati. PDB itu, yang menikmati pertumbuhan 5% ekonomi kita, hanya segelintir perusahaan dan orang yang mana kebanyakan adalah investor asing yang ada di Indonesia, yang memberikan kontribusi PDB itu," jawabnya.</p><p>Sebagai catatan, meski sering menjadi isu panas, Pemerintah yakin posisi utang dalam keadaan aman. Apalagi, Moody’s Investor Service menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi Baa2 dengan&nbsp;<em>outlook</em>&nbsp;stabil dari Baa3 dengan&nbsp;<em>outlook</em>&nbsp;positif.</p><p>Peringkat Indonesia ini naik beberapa bulan setelah Fitch Rating mengangkat ratingnya terhadap Indonesia. Peningkatan rating ini menempatkan Indonesia setara dengan Filipina dan India. Meski demikian, sejumlah pengamat ekonomi meminta pemerintah berhati-hati terhadap risiko yang mungkin terjadi. Utang pemerintah yang naik cukup signifikan dalam 3 tahun terakhir disebabkan alokasi belanja barang, belanja infrastruktur, dan belanja pegawai yang lebih besar.</p>

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Ekspedisi Mudik 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya