SOLOPOS.COM - Pengusaha mebel asal Sukoharjo, Amik Sumiyati, menata produk miliknya di Solo Grand Mall, pada Senin (30/1/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Ketekunan dan kesabaran telah membawa Amik Sumiyati menjadi seorang pengusaha mebel ternama di Soloraya. Produk miliknya menjadi langganan pasar ekspor sejak 20 tahun lalu.

Usaha milik Amik, Virgo Furniture, awalnya ia rintis bersama mantan suaminya pada 2002 lalu. Saat itu ia melirik potensi permintaan pasar ekspor pada produk mebel di Indonesia berbekal kemampuan mantan suaminya menguasai tiga bahasa asing.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mantan suami Ami sendiri dulunya merupakan salah satu pegawai di Dinas Pariwisata yang bertugas sebagai tourism information. Waktu itu, ia menguraikan ada tiga kelompok wisatawan asing yang datang ke Indonesia, khususnya ke Kota Solo. Ami mengaku saat ini masih berkolaborasi dengan mantan suami untuk menjalankan usaha dan membagi keuntungan dari usaha yang dirintis bersama tersebut.

“Modalnya dengkul dan ngomong, waktu itu turis datang ke Kota Solo ada beberapa kategori, yaitu turis belajar, turis bisnis, dan turis kerja. Mantan suami saya bertemu yang turis kategori bisnis, waktu itu mencari produk mebel, saya dan mantan suami saya kemudian mengarahkan ke Jepara, jadi awalnya sebagai penghubung saja,” terang Ami, saat ditemui Solopos.com di Solo Grand Mall pada Senin (30/1/2023).

Kesempatan mengantarkan wisatawan tersebut ia pakai bersama mantan suaminya untuk belajar memulai usaha mebel. Jadi ketika ada pesanan kembali, ia ingin mencoba memenuhi pesanan tersebut, tanpa mengambil pasar di Jepara.

Dari awal ia memasang target pasar ekspor. Untuk bertahan selama 20 tahun, Ami mengaku selalu mengikuti tren yang diminati pelanggannya. Jadi ia memenuhi pesanan mebel sesuai permintaan customer, baik dari model, bentuk, dan warna.

Namun, persaingan usaha mebel yang semakin kompetitif merupakan tantangan baginya. Ketika harga pasaran dikuasai salah satu pengusaha, misalnya menjual harga barang yang lebih murah, ini menjadikan produknya tidak laku.

Ciri khas produknya yang diminati oleh pasar ekspor adalah sama sekali tidak diberi warna menggunakan pelitur. Produk mebelnya hanya menampilkan warna asli dengan serat kayu yang terlihat. Produk miliknya hanya dipoles dengan wax yaitu produk perawatan kayu yang digunakan untuk menampilkan serat kayu dan menjadikan produknya tidak mudah dimakan rayap.

“Caranya berkembang ya mengikuti tren, jangan di situ terus ketinggalan zaman. Sekarang produk handycraft atau hiasan kayu tengah diminati biasanya digunakan sebagai pemanis ruangan,” terang Ami.

Handycraft ini merupakan produk baru miliknya. Biasanya kerajinan kayu ini berbentuk mangkok dan patung. Selain itu, ia juga melirik produk mebel yang berasal dari akar jati, karena bentuknya yang unik dan semakin tua kayu jati menjadikannya lebih mahal.

Biasanya untuk akar kayu jati ini, ia bentuk menjadi model kursi dan tidak terlalu mengubah bentuk atau menambalnya. Akar kayu jati ini biasanya ia dapat dari Kabupaten Ngawi, karena biasanya sisa penebangan kayu, tidak ikut mencabut akar. Inilah yang ia manfaatkan sebagai produk mebel.

Sementara itu kombinasi kayu jati dan besi juga tengah menjadi tren, misalnya meja yang menggunakan bahan baku kayu jati namun kaki meja menggunakan kayu. Ami mengaku kurang mengetahui faktor penyebab tren mebel yang berubah-ubah, biasanya ia hanya mengerjakan sesuai apa yang dipesan pelanggan.

Saat ini dipabrik miliknya di Kabupaten Sukoharjo mempunyai 50 hingga 100 karyawan yang bertugas untuk finishing produk. Ami mengandalkan supplier yaitu perajin, jadi ia tinggal request bentuk dan model sesuai permintaan customer untuk dibuat oleh perajin dan dilakukan finishing.

Ami sendiri memang telah memiliki pelanggan tetap untuk dipasok produk miliknya, yang akan dijual kembali dengan harga yang lebih mahal di pasaran luar negeri. Ami menguraikan ketika produk miliknya dijual kembali di pasar luar negeri, harganya bisa mencapai sepuluh kali lipat harga gudangnya.

Pandemi Covid-19 membuat beberapa sempat membuat usaha miliknya terpukul. Wanita berusia 50 tahun ini menguraikan penurunan omzet penjualan bisa mencapai 50%.

Sebelum pandemi, ia mengaku bisa melakukan pengiriman hingga 20 kali, namun saat ini hanya empat hingga delapan kali pengiriman. Dalam sekali pengiriman ia paling tidak menjual 200 barang dengan rentang harga Rp200.000 hingga Rp15 juta.

“Dibandingkan saat ini memang jauh banget, karena memang belum normal, ekonomi negara masih [terancan] resesi, jadi orang investasi bukan ke kayu, tapi mungkin ke lain. Belum ramai, di pabrik-pabrik lain juga sambat. [Usaha Mebel] jalan tapi pelan, istilahnya enggak stuck, masih ada orderan, tapi enggak seperti yang kemarin,” ujar Ami.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya