SOLOPOS.COM - Mantan Plt. Sekda Solo, Supradi Kertamenawi (keempat dari kiri), bersama para petani yang juga jadi korban penipuan saat melapor ke Mapolsek Bendosari, Sukoharjo, Senin (23/9/2019). (Solopos/Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SUKOHARJO — Sebanyak 20 petani di Desa Puhgogor, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, ikut menjadi korban penipuan bersama eks pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Supradi Kertamenawi.

Nasib mereka yang sawahnya sudah telanjur dibeli dan diubah statusnya menjadi lahan industri kini terkatung-katung. Mereka takut mengolah sawah lantaran bisa dianggap menyalahi peruntukan lahan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kasus penipuan ini diduga dilakukan seorang pengusaha muda berinisial RBW. Pada 2016 lalu, RBW meminta bantuan Supradi untuk mencarikan lahan di Sukoharjo guna membangun pabrik garmen.

Supradi sudah memperoleh lahan itu yang dibeli dari 20 petani di Puhgogor, Sukoharjo. Supradi menalangi pembelian tanah itu menggunakan uangnya senilai Rp6,5 miliar.

Namun, RBW kemudian menghilang tanpa kabar. Supradi melaporkan RBW atas kasus penipuan ke Polda Jateng. Selain Supradi, para petani yang telah menjual sawahnya juga menjadi korban kasus penipuan itu.

Status lahan pertanian milik mereka telah diubah dari zona hijau menjadi zona industri dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Selama tiga tahun, saya tak berani mengolah sawah. Saya takut karena sudah berubah menjadi zona industri,” kata seorang petani yang menjual sawah di Desa Puhgogor, Sumarno, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (24/9/2019).

Luas sawah miliknya yang dijual lebih dari 1.000 meter persegi. Kala itu, Sumarno dan puluhan petani lainnya rela menjual sawahnya sebagai lokasi pembangunan pabrik garmen.

Mereka memandang jika ada pabrik garmen yang berdiri di wilayah setempat otomatis menyerap tenaga kerja lokal. Keluarga dan warga setempat bisa bekerja di pabrik.

“Saya tak mengira bakal seperti ini. Padahal, lahan pertanian itu salah satu sumber penghasilan setiap tahun. Penghasilan dari sawah hanya Rp7 juta-Rp8 juta per tahun,” ujar dia.

Hal senada diungkapkan petani lainnya yang menjual sawahnya ke RBW, Waltono. Pria paruh baya ini tak menanam padi di sawahnya selama tiga tahun. Sawahnya seluas 1.700 meter dibiarkan bera selama bertahun-tahun.

Demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, Waltono terpaksa bekerja sebagai buruh serabutan.

“Para petani sudah berulang kali diperiksa penyidik Polda Jateng. Kami tak tahu apa-apa hanya wong cilik. Kami berharap segera ada kejelasan mengenai kasus ini,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya