SOLOPOS.COM - BERDIALOG--Tim Kementerian Agama Karanganyar berdialog dengan Yayasan Al Irsyad Al Islamiyyah Tawangmangu, di kompleks Al Irsyad, Kamis (9/6) siang. Dialog itu menghasilkan persamaan persepsi tentang penghormatan kepada bendera Merah Putih. (JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi)

Karanganyar (Solopos.com) – Akhirnya kontroversi dua sekolah di Tawangmangu, Karanganyar, yang menolak menghormat bendera Merah Putih berakhir. Yayasan Al Irsyad Al Islamiyyah Tawangmangu sepakat mengikuti aturan pemerintah.

BERDIALOG--Tim Kementerian Agama Karanganyar berdialog dengan Yayasan Al Irsyad Al Islamiyyah Tawangmangu, di kompleks Al Irsyad, Kamis (9/6) siang. Dialog itu menghasilkan persamaan persepsi tentang penghormatan kepada bendera Merah Putih. (JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi)

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Yayasan Al Irsyad yang menaungi TK, SD dan SMP itu membuat surat kesepakatan bersama dengan pihak Kecamatan Tawangmangu, Kamis (9/6/2011). Ada lima poin yang tertuang dalam surat kesepakatan bersama itu. Mereka mengakui NKRI, melaksanakan kurikulum pendidikan di Indonesia, menghormat kepada bendera sesuai keyakinan dan menilai gerakan Negara Islam Indonesia (NII) adalah sesat. Surat tersebut ditandatangani Ketua Yayasan Al Irsyad Al Islamiyyah Tawangmangu, Sutardi dan Camat Tawangmangu, Yopi Eko Jati Wibowo.

Pada saat sama, tim dari Kementerian Agama (Kemenag) dan MUI Karanganyar juga mengunjungi sekolah tersebut untuk berdialog. Kepala Kantor Kemenag Karanganyar, Juhdi Amin, mengatakan kedatangan tim ke sana untuk menyamakan persepsi tentang menghormat bendera. “Alhamdulillah sudah ada kesepahaman. Soal keyakinan, masing-masing punya pendapat. Tapi yang jelas pendapat kita ini masih didiskusikan dan masih menyamakan persepsi,” ujar Juhdi saat ditemui wartawan di kompleks sekolah Al Irsyad Tawangmangu.

Pihak Al Irsyad, kata Juhdi, menerima dengan baik apa yang disampaikan Kemenag. Selanjutnya akan digelar pertemuan dengan Bupati Rina dalam waktu dekat. Dari dialog tersebut, kata dia, disepakati bahwa menghormat bendera termasuk budaya lokal, bukan termasuk akidah. “Menghormat itu bukan akidah tapi hanya budaya. Dan kalau itu memang benar, haq, mereka akan berubah,” ujar Juhdi. Yang pasti, kata dia, jangan sampai ancaman penutupan sekolah terjadi.

Sementara, SD Islam Sains Teknologi (IST) Al Albani Matesih memutuskan taat kepada pemerintah dan saat upacara akan menghormat kepada bendera. Menurut Kepala SDIST Al Albani, Heru Ichwanudin, pihaknya sudah bermusyawarah dengan ketua yayasan, guru dan komite sekolah tentang masalah itu.

“Ada masalah yang lebih penting dari pada masalah tidak hormat kepada bendera, yaitu tutupnya sekolah. Kami menilai jika sampai sekolah ini ditutup, itu merupakan mudarat. Dan kami menyepakati hal itu,” ujar Heru saat dihubungi Espos.

Menurutnya, dalam agama Islam juga dijelaskan bahwa umat harus taat kepada pemerintah, selama pemimpin pemerintah itu masih salat. Pihaknya mengaku tidak ada surat penyataan bersama antara pemerintah dan SDIST Al Albani. Dalam menyikapi hal itu, pihaknya memilih untuk tidak gegabah dan sebisa mungkin tidak melanggar hukum negara dan hukum agama.

Bupati Rina Iriani telah menerima laporan soal kesepatan tersebut. Pemerintah kabupaten (Pemkab) Karanganyar terus melakukan pembinaan. “Kami, tidak hanya warga Karanganyar tapi Indonesia, menyampaikan rasa hormat yang tinggi untuk kedua sekolah, Al Albani dan Al Irsyad yang sepakat NKRI harga mati,” ujar Bupati.

Rina mengatakan SDIST Al Albani sepakat dan siap menggelar upacara bendera rutin tiap Senin. Begitu pula di Al Irsyad, telah berkibar bendera Merah Putih. Hal itu menunjukkan hasil baik dalam pembinaan oleh jajaran Muspida Karanganyar. “Kami akan terus lakukan pembinaan. Dan Alhamdulillah sudah ada pernyataan bahwa siswa menghormati bendera Merah Putih sebagai bendera negara,” tuturnya.

Sementara berkaitan dengan keyakinan penghormatan bendera Merah Putih, Rina menuturkan masih terus melakukan pendekatan persuasif dan akan didialogkan lebih lanjut. Rina juga menyinggung penyebutan istilah makar sebagaimana diberitakan SOLOPOS, Selasa (7/6). Rina menegaskan bahwa makar yang dimaksud tidak ditujukan kepada dua sekolah itu tapi kepada PNS atau pejabat pemerintah yang tidak hormat bendera dan mematuhi aturan pemerintah. Makar itupun, lanjut Rina, jika tingkat kesalahan PNS dinilai terlalu berat.

Rina juga mengatakan baru menerima laporan tujuh PNS yang diduga ikut menolak hormat bendera. Pihaknya telah menerjunkan tim untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan terkait laporan tersebut. “Jangan-jangan ini hanya fitnah. Karena itu saya masih lakukan pemantauan,” tuturnya.

fas/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya