SOLOPOS.COM - Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias J, ajudan Kadiv Propam Polri. (Twitter)

Solopos.com, SOLO — Teka-teki peristiwa tragis yang menyebabkan kematian Brigadir J di rumah dinas atasannya Kadiv Propam Polri non-aktif, Irjen Pol Ferdy Sambo, menyisakan misteri.

Praktisi hukum asal Kota Solo, Muhammad Taufiq, menyoroti dua tanda tanya besar dalam kasus tersebut.

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

Pelukan Ferdy Sambo

Kejanggalan pertama adalah pelukan antara Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran, dan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, pada Selasa (13/7/2022).

Menurutnya, pelukan Kapolda Metro Jaya kepada Ferdy Sambo menimbulkan pertanyaan besar.

“Saya sayangkan pelukan seperti itu? Apa maksudnya? Harusnya pelukan untuk ayah Brigadir J yang kehilangan anaknya,” ujar doktor ilmu hukum itu.

Baca juga : Buntut Tewasnya Brigadir J, #TangkapFerdySambo Trending Twitter

Pelukan dua petinggi Polri itu menimbulkan pertanyaan besar tentang independensi polisi mengusut kasus menggegerkan tersebut. Pelukan itu seperti mengisyaratkan kasus itu tidak akan terungkap secara tuntas.

“Sudah jelas pemeriksaan pertama kali oleh Polres Jakarta Selatan yang di bawah Polda Metro Jaya. Pengusutan tidak akan menemukan titik terang,” ujarnya.

Sementara itu, Kapolda Metro Irjen Fadil Imran mengatakan pelukan itu bentuk dukungan terhadap Ferdy Sambo atas kasus baku tembak sesama polisi yang menyebabkan Brigadir J tewas. Tempat kejadian perkara polisi tembak polisi itu berada di rumah dinas Ferdy Sambo.

Baca juga : Hasil Autopsi Jasad Brigadir J Disampaikan ke Keluarga Hari Ini

Senjata Bharada E

Kejanggalan kedua adalah pemakaian senjata api Glock 17 oleh Bharada E yang menewaskan Brigadir J dalam baku tembak keduanya.

Menurut Taufiq, Glock 17 adalah senjata modern berharga mahal yang hanya dipakai oleh perwira, baik Polri maupun TNI.

“Saya ingatkan ada Peraturan Kapolri soal penggunaan senpi. Tidak mungkin seorang bharada punya Glock 17. Glock buatan Austria itu yang memakai itu tingkatnya perwira. Lima tahun lalu saja yang memakai kapten/AKP, kalau sekarang mungkin kompol atau mayor. Harganya di atas Rp100 juta, jadi tidak mungkin dipakai bharada, siapapun bharadanya,” katanya.

Ia mengingatkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk tidak mengorbankan institusi Polri demi melindungi pelaku pembunuhan terhadap Brigadir J.

Baca juga : Polri Persilakan Jenazah Brigadir J Diautopsi Ulang

Ia mendukung Kapolri yang menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo agar pengusutan kasus tersebut lebih mudah.

Namun, kata dia, pencopotan Ferdy Sambo harus diikuti dengan transparansi pengusutan kasus tersebut. Anggota Polri yang bersalah harus dihukum berat sesuai tingkat kesalahannya.

“Lebih baik korbannya lima atau lebih yang bersalah itu daripada mengorbankan institusi Polri. Memang ada petinggi Polri yang main-main politik tapi itu tidak tepat. Mereka yang bersalah harus dihukum,” ujar Muhammad Taufiq dalam videonya yang dikirim ke Solopos.com, Selasa (19/7/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya