SOLOPOS.COM - Pengacara di Sragen, Mugiyono, menujukkan beberapa bendel aturan hukum yang dibuat sendiri oleh negara tandingan di Pengadilan Nageri (PN) Sragen, Selasa (30/8/2016). (M Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Belasan warga Sragen bergabung dengan negara Pemerintah Negara Republik Indonesia dengan Presiden Mujais.

Solopos.com, SRAGEN— Sebanyak 17 warga Sragen diketahui tercatat sebagai rakyat di Pemerintah Negara Republik Indonesia dengan Presiden bernama Mujais yang berkantor pusat di Malang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selain memiliki presiden sendiri, negara ”tandingan” ini juga memiliki warga negara sendiri yang mereka sebut rakyat register, aturan perundang-undangan, serta lembaga penyelenggara pemerintahan yang dibuat sendiri.

Lembaga penyelenggara yang sah menurut negara tandingan ini adalah Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Negara Republik Indonesia, Koperasi Indonesia, dan Pengadilan/Mahkamah Negara Republik Indonesia.

Salah satu tugas dari Koperasi Indonesia ialah menerbitkan surat pelunasan negara (SPN) bagi rakyat register yang memiliki tanggungan utang di kantor perbankan.

Tidak hanya itu, mereka juga memiliki lembaga sekelas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan Dewan Perwakilan Pemberdayaan sebagai lembaga legislatif.

”Ini adalah negara tandingan. Mereka sudah melakukan tindakan makar.Mereka membuat aturan sendiri dengan logo Pancasila sebagai kop surat. Ini tentu melecehkan negara. Seharusnya polisi bisa bertindak cepat dengan menangkap aktor yang berada di balik negara tandingan ini,” kata Mugiyono, salah satu pengacara di Sragen saat ditemui Solopos.com di Sragen, Selasa (30/8/2016).

Keberadaan negara tandingan itu baru disadari Mugiyono kala ditunjuk menjadi kuasa hukum kliennya bernama Anton. Pada 2015 lalu, Anton dinyatakan menang lelang atas rumah dan tanah yang pernah dijadikan agunan di Bank Danamon.

Pada awal 2016 lalu, tanah dan bangunan di Dusun Benersari, Desa Bener, Ngrampal, Sragen itu dieksekusi karena pemilik lama, Sulani, enggan meninggalkannya. Beberapa hari setelah dieksekusi, keluarga Sulani merusak kunci dan menempati kembali rumah itu.

“Alasan yang disampaikan Sulani tidak masuk akal. Dia berdalih, utangnya sudah dilunasi oleh negara melalui Koperasi Pandawa atau Koperasi Indonesia yang menjadi bagian dari lembaga penyelenggara negara,” jelas Mugiyono.

Sementara itu, Sulani tidak berada di Sragen saat Solopos.com menyambangi rumah yang masih berstatus sengketa itu di jalan Sragen-Ngawi, tepatnya di Dusun Benersari, Desa Bener, Ngrampal, Sragen. Hanya terdapat sejumlah karyawan warung makan miliknya di depan rumah.

”Sulani pergi ke Malang pekan lalu. Sampai sekarang belum pulang. Semua karyawan di warung itu baru bekerja. Mereka tidak tahu apa-apa perihal rumah ini. Saya sendiri juga tidak tahu persis bagaimana ceritanya,” kata paman Sulani, Sugito, warga Gondang yang ditemui Solopos.com di lokasi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya