SOLOPOS.COM - Katua Komnas PA Aris Merdeka Sirait (tengah) menyampaikan keterangan kepada wartawan tentang kasus dugaan penyekapan Pembantu Rumah Tangga (PRT) oleh istri Brigjend Purnawirawan MS di Kota Bogor, Jabar, Jumat (21/2). Komnas PA menuntut Polres Bogor menuntaskan Kasus dugaan penyekapan dan penganiayaan serta tidak memberikan gaji kepada 17 orang PRT oleh istri perwira tinggi polisi yang terjadi untuk kedua kalinya di lokasi serta pelaku yang sama. (JIBI/Solopos/Antara/Jafkhairi)

Solopos.com, JAKARTA—Sedikitnya 16,9 juta buruh pembantu rumah tangga (PRT) masih belum memiliki jaminan perlindungan dalam bekerja menyusul pemerintah lambat dalam meratifikasi konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak PRT dan mengesahkan RUU perlindungan.

Koordinator Jaringan Advokasi Pembantu Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini mengatakan hingga saat ini 10,7 juta PRT yang bekerja di dalam negeri dan 6,2 juta PRT di luar negeri masih belum mendapatkan kepastian perlindungan dalam bekerja. “Banyak dari mereka [PRT], belum memegang kontrak kerja atau mendapat pengakuan hak dari majikan,” katanya kepada JIBI/Bisnis, Minggu (23/2/2014).

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

Saat ini, Jala PRT mendesak kepada pemerintah untuk segera meratifikasi konvensi International Labour Organization (ILO) yang mengakui adanya hak PRT serta mengharuskan kontrak kerja dan kesepakatan upah yang ditandatangani antara PRT dan majikan. “Adapun untuk DPR, kami minta untuk segera menyelesaikan RUU Perlindungan PRT.”

Ekspedisi Mudik 2024

Menurutnya, DPR dan pemerintah belum serius menerapkan perlindungan untuk buruh PRT. DPR sudah membahas RUU perlindungan PRT tersebut sejak 2004. “Namun hingga saat ini, pembahasan masih hanya sebatas harmonisasi draft.”

Sepanjang tidak mempunyai aturan, PRT Indonesia akan seterusnya bekerja di wilayah abu-abu. “Maksudnya, mereka [PRT] tidak akan memperoleh hak yang seharusnya didapat serta perlindungan yang layak.”

Contohnya pada kasus penyekapan 16 PRT di Bogor, Jawa Barat. Kondisi tersebut mencerminkan gagalnya pemerintah dan DPR melindungi hak warga negara. “Kami khawatir jika RUU tidak segera disahkan menjadi UU dan konvesni ILO tidak segera diratifikasi, akan lebih banyak majikan berbuat semena-mena terhadap PRT.”

Senada dikatakan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Said Iqbal. “Kasus penyekapan, penyiksaan, dan pelanggaran HAM terhadap PRT, baik yang bekerja di dalam maupun di luar negeri, merupakan ketidakseriusan pemerintah dan DPR untuk melindungi warga negaranya.”

Menurutnya, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan belum secara masif mengatur tentang PRT karena definisi yang masih belum seiring dengan pekerja formal. “PRT harus segera dilindungi mengingat jenis pekerjaan yang sangat minim pantauan pihak luar.”

Koordinator (ILO) Jakarta untuk PRT Migran Albert Y. Bonasahat mengatakan pemerintah Indonesia harus segera mempunyai payung hukum perlindungan PRT mengingat jumlahnya yang sangat besar. “Indonesia telah menjadi negara pemasok PRT di dunia. Untuk itu, harus segera meratifikasi konvensi 189 agar perlindungan kepada PRT bisa dijalankan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya