SOLOPOS.COM - Bakul jamu asal Masaran Kulon, Desa Jati, Masaran, Sragen, Suparmi, 68, di rumahnya, Jumat (9/6/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Seorang nenek-nenek duduk lesehan di lantai dapur rumahnya yang sempit di Dukuh Masaran Kulon RT 008/RW 002B, Desa Jati, Kecamatan Masaran, Sragen, Jumat (9/6/2023). Tangannya sibuk mengupas kunyit untuk membuat jamu kunir asem.

Itulah aktivitas harian Suparmi, seorang bakul jamu yang bisa berjualan di Pasar Masaran. Berkat jualan jamu, wanita 68 tahun itu akhirnya bisa berangkat ke Tanah Suci Mekkah tahun ini. Ia jadi bagian dari 991 calon haji asal Sragen yang akan terbang mulai Minggu (11/6/2023) besok.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bukan perkara mudah bagi Suparmi bisa berangkat haji tahun ini. Butuh tekad kuat dan dana yang tak sediki. Wanita paruh baya ini mendaftar haji pada 2011 dengan modal pinjaman Rp5 juta serta dana talangan. Selama lima tahun, Suparmi mengangsur setiap bulan Rp575.000. Ia juga sudah menyiapkan bekal untuk berangkat haji. Ada tiga orang di lingkungannya yang berangkat bareng di Kloter 62.

“Saya bersyukur bisa naik haji. Senang sekali. Saya kok terpanggil ke Tanah Suci, bersyukur sekali kepada Allah,” katanya saat berbincang dengan wartawan, Jumat siang.

Suparmi biasa pergi berjualan Jamu ke Pasar Masaran menggunakan sepeda mini biru tua dilengkapi beronjong untuk membawa botol jamu. Sepeda itu pemberian kakaknya pada 2005 silam.

bakul jamu Sragen Naik haji
Suparmi menunjukkan barang-barang yang akan ia bawa pergi haji, Jumat (9/6/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Ia mengaku jamu yang ia jual adalah racikannya yang selalu segar. karena dibuat dini harinya  dibantu anak sulungnya, Suprapti, 45. “Biasa bangun pagi pukul 02.30 WIB. Setelah salat tajahud langsung ke dapur menyiapkan bahan jamu dan memprosesnya menjadi jamu. Saat azan Subuh, ya ditinggal ke masjid dulu. Sepulang dari masjid jamu yang diproses tinggal dituangkan ke botol yang disiapkan. Hingga pukul 06.30 WIB, saya bawa jualan ke Pasar Masaran,” ujar Suparmi.

Sebelum jualan di Pasar Masaran, Suparmi pernah jualan jamu gendong keliling dari kampung ke kampung berjalan kaki di usia 20-an tahun. Saat itu umur anak sulungnya belum genap setahun dan sekarang si sulung sudah berumur 48 tahun. Ia mendapat resep racikan jamunya dari ibunya.

“Dulu saya jualan jamu pernah tidak laku. Ya, menangis karena tidak laku. Tetapi simbok selalu memotivasi saya untuk tetap berjuang mencari pelanggan dengan kesabaran. Karena mencari pelanggan itu susah. Saya tekun dan sampai sekarang pelanggannya sudah tidak terhitung,” katanya.

Jamu yang dijual Suparmi bervariasi, minimal ada delapan varian jamu, seperti kunir asem, cabe punyang, godong kates, temu ireng, uyup-uyup untuk ibu menyusui, temu lawak, suruh, racikan godokan, dan lainnya. Penghasilan dari berjualan jamu di Pasar Masaran lumayan bisa untuk biaya hidup dan ditabung untuk ibadah haji. Jamu itu dijual Rp3.000 untuk porsi gelas kecil dengan diameter 7 cm.

“Jualan sampai pukul 11.00 WIB lalu pulang. Siapa yang pesan saya antar. Kalau ramai bisa dapat Rp100.000 dan kalau sepi Rp50.000 per hari. Sehari itu harus menabung antara Rp20.000-Rp30.000. Saya menabung sejak 2010 dan bisa terkumpul Rp50 juta untuk naik haji,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya