SOLOPOS.COM - Fendi Indra Setyawan, 31, tersangka begal payudara saat di Mapolres Klaten, Kamis (2/12/2021). Tersangka sudah melakukan aksi begal payudara sebanyak 10 kali di Klaten. (Solopos.com/Ponco Suseno)

Solopos.com, SOLO — Ulasan tentang mitos larangan pernikahan Suku Jawa dan Suku Sunda dilatarbelakangi Perang Bubat dan aksi maling kambuhan di Kabupaten Klaten menjadi berita terpopuler di Solopos.com, Jumat (3/12/2021).

Meskipun tinggal dalam satu daratan Pulau Jawa, Suku Sunda dan Suku Jawa memiliki sejarah pelik hingga melahirkan mitos yang sampai kini masih dipegang teguh sebagian masyarakat tradisional. Mitos tersebut adalah larangan pernikahan Suku Jawa dan Suku Sunda yang dilatarbelakangi Perang Bubat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Perang ini terjadi pada masa Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda atau sekitar abad ke-14 Masehi. Dilansir Okezone.com, Kamis (2/12/2021), kisah Perang Bubat diawali dari ambisi Mahapatih Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit yang ingin mempersatukan Nusantara. Itu sesuai dengan isi Sumpah Palapa yang dia pegang.

Baca Juga : Jadwal Bioskop XXI Hari Ini (3/12/2021): Banyak Film Baru Hlo!

Namun saat itu, Kerajaan Sunda bernama Pakuan Pajajaran di Jawa bagian barat menolak takluk hingga akhirnya membuat perselisihan besar antara kedua kerajaan. Upaya mediasi, salah satunya melalui diplomasi telah dilakukan kedua pihak kerajaan. Namun, upaya tersebut sia-sia karena perselisihan masih terjadi.

Penyebab utamanya dari sang Mahapatih Gadjah Mada. Hingga akhirnya timbulah cerita romansa yang datang dari dua insan masing-masing kerajaan. Mereka adalah Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit dan Dyah Pitaloka Citraresmi, seorang putri Kerajaan Negeri Sunda yang dipimpin Prabu Maharaja Linggabuana.

Dihimpun dari Wikipedia, dikisahkan Prabu Hayam Wuruk berniat mempersunting Putri Dyah Pitaloka Citraresmi. Ketertarikan Hayam Wuruk terhadap Dyah Pitaloka Citraresmi diawali dari lukisan yang menggambarkan putri kerajaan Sunda tersebut di Kerajaan Majapahit. Lukisan dibuat seniman Sungging Prabangkara.

Baca Juga : ODHA Wonogiri Butuh Bantuan Rumah Singgah

Niat Hayam Wuruk direstui Kerajaan Majapahit dengan tujuan menaklukan Kerajaan Sunda melalui pernikahan. Hayam Wuruk mengirim surat kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka Citraresmi. Upacara pernikahan rencananya dilakukan di Kerajaan Majapahit.

Akan tetapi, strategi Kerajaan Majapahit terkait penaklukan Kerajaan Sunda ini tercium Patih Kerajaan Sunda, Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Dia menilai pernikahan itu sebagai jebakan diplomatik karena Kerajaan Majapahit hendak berekspansi hingga menguasai Kerajaan Dompu di Nusa Tenggara.

Selain itu, tidak lazim pihak calon pengantin wanita harus menghampiri calon mempelai pria. Karena alasan garis keluarga kedua belah pihak, Linggabuana berangkat ke Majapahit bersama rombongan dari Kerajaan Sunda dan diterima Kerajaan Majapahit di Pesanggrahan Bubat.

Baca Juga : Ungkap Temuan Omicron, Afsel Merasa Dihukum Banyak Negara

Dalam pertemuan dua kerajaan ini timbul konflik akibat kesalahpahaman. Mahapatih Gadjahmada menganggap kedatangan Prabu Maharaja Linggabuana adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit.

Perang Bubat

Gadjah Mada mendesak Hayam Wuruk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin tetapi sebagai tanda takluknya Negeri Sunda. Selain itu pengakuan superioritas Mahapatih atas Kerajaan Sunda di Nusantara.

Hayam Wuruk disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Kerajaan Majapahit saat itu. Akhirnya terjadilah perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gadjah Mada yang berakhir dengan peperangan di Pesanggrahan Bubat. Hingga dikenal dengan Perang Bubat.

Baca Juga : Ada Pemeliharaan Jaringan, Listrik Boyolali Padam Hari Ini (3/12/2021)

Perang ini terjadi karena kedua belah pihak mempertahankan kehormatan kerajaan masing-masing. Peperangan berakhir dengan gugurnya Prabu Maharaja Linggabuana beserta rombongannya karena kalah jumlah dengan pasukan Gadjah Mada.

Dalam kisah ini, Dyah Pitaloka dengan hati berduka melakukan bela pati atau bunuh diri untuk membela kehormatan kerajaannya. Tindakan ini diikuti perempuan-perempuan Sunda yang masih tersisa, baik bangsawan ataupun abdi.

Menurut tata perilaku kasta Ksatria, tindakan bunuh diri massal oleh kaum perempuan Sunda dilakukan jika kaum laki-laki gugur dalam medan perang dengan misi membela kedaulatan kerajaan.

Baca Juga : Sejarah Hari Ini: 3 Desember 1984, Tragedi Bhopal Tewaskan Ribuan Orang

Akibat Perang Bubat ini dikatakan Hayam Wuruk jatuh dalam perasaan bersalah mendalam hingga hubungannya dengan Gadjah Mada renggang. Gadjah Mada menghadapi kecaman dari pejabat dan bangsawan Majapahit yang membuat nama kerajaan hancur oleh ambisinya memenuhi Sumpah Palapa.

Akhirnya Gadja Mada mengundurkan diri dari jabatan sebagai Mahapatih. Kendati demikian, jabatan Mahapatih pada Gadjah Mada tetap disematkan hingga akhir hayatnya 1364 Masehi. Dampak besar dari perang ini perselisihan Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda hingga muncul peraturan yang menjadi mitos larangan pernikahan Suku Sunda dan Suku Jawa masih dipegang sebagian kecil masyarakat tradisional, khususnya masyarakat Sunda.

Baca Juga : Vaksin Merah Putih Bakal Jadi Booster, BPOM: Butuh Uji Klinis Tambahan

Selain ulasan soal mitos larangan pernikahan orang Sunda dan Jawa, kabar lain tentang beda bahasa Sunda dan Jawa meski berada di satu pulau, residivis asal Boyolali tertangkap maling di rumah guru Klaten, 6 lokasi di Sukoharjo disekat untuk cegah massa reuni 212, Persis Solo incar bek PSG Pati, Solo Grand View Sukoharjo dilengkapi fasilitas wah, permasalahan warga Gondangrejo soal hadiah rumah, warga Sragen dapat Mitsubishi Xpander setelah menabung 29 tahun, tersangka begal payudara sebanyak 10 kali, hingga maka di tepi jalan di Pajang menjadi berita terpopuler di Solopos.com.



Berikut 10 berita terpopuler di Solopos.com selama 24 jam terakhir hingga Jumat (3/12/2021):

Mitos Larangan Pernikahan Orang Sunda dan Jawa

Suku Sunda dan Jawa Tinggal 1 Pulau, Tapi Kok Beda Bahasa?

2 Hari Keluar Penjara, Warga Boyolali Kuras Rumah Guru di Jatinom

6 Lokasi di Sukoharjo Disekat untuk Cegah Massa Reuni 212, Ini Hasilnya

Perkuat Tim Jelang Babak 8 Besar, Persis Solo Incar Bek PSG Pati

Solo Grand View Sukoharjo Dilengkapi Fasilitas Wah, Ada Resort Juga

Hadiah Rumah Tak Juga Diserahkan Pengembang, Warga Gondangrejo Protes

Menabung 29 Tahun, Warga Sragen Dapat Mitsubishi Xpander

10 Kali Begal Payudara di Klaten, Pengakuan Tersangka Bikin Geregetan!

Ada Makam Pinggir Jalan di Pajang Solo, Empunya Siapa?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya