SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Menurut saya, gejala nilai dan moral seseorang dapat dikenal melalui ekspresi diri, jalan pikiran, ekspresi hati dan melalui perilakunya. Meskipun ekspresi tidak dapat dideteksi kebenarannya melalui fenomena tunggal, misalkan laku.

Laku seseorang, besar kemungkinannya tidak cocok dengan nilai dan moral dasar orang itu. Seseorang berlaku sopan santun menunjukkan nilai dan moral berderajat tinggi, akan tetapi di balik itu, ia bernilai dan bermoral jahat. Ini ditunjukkan oleh laku para penipu. Berarti laku yang ditampilkan tidak sesuai dengan nilai dan moral yang ada pada dirinya.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Selain itu, kita juga tidak tahu dimana nilai dan moral berada. Kita hanya dapat menyatakan berada pada diri seseorang, suatu potensi yang mampu menggerakkan seseorang dalam menampilkan dirinya. Berdasarkan pernyataan di atas, dalam situasi sekarang yang penuh kesulitan hidup, jumlah penduduk yang semakin padat, mencari kehidupan semakin sulit, banyak terjadi penampilan manusia yang tidak cocok dengan nilai dan moral pribadinya.

Oleh karena itu kita harus mengendalikan perilaku seseorang tidak hanya dari satu macam penampilan terutama ekspresi laku, tapi harus juga menggunakan kontrol pada  ekspresi pikiran dan hatinya. Wujud nilai dan moral seseorang dapat dikenal orang lain melalui indera dan rasa. Semua perilaku seseorang yang tampak dapat diindera, dan yang  dapat ditangkap dengan hati kita, maka kita rasakan.

Kita mungkin juga memiliki feeling terhadap nilai dan moral seseorang yang sebenarnya, meski ia menampilkan perilaku di hadapan kita yang bertentangan dengan nilai dan moral dasarnya. Nilai dan moral yang ditampilkan normatif bagus, tapi nilai dan moral dasarnya sangat busuk.

Oleh karena dari ekspresi pikirannya melalui cara dan jenis pembicaraan mereka, saya rasa kita dapat meraba kualitas nilai dan moral seseorang. Karena nilai dan moral kita juga diekspresikan melalui pikiran, hati dan laku, kita dapat mendeteksi nilai dan moral orang lain melalui interaksi nilai moral mereka.

Pembahasan kita di atas lebih banyak ditekankan pada nilai dan moral pribadi seseorang, yang sifatnya sangat khas atau unik. Kita dapat juga mempersoalkan nilai dan moral dalam konteks kita hidup bermasyarakat. Dalam tatanan hidup bangsa kita, nilai dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa kita telah merumuskan nilai dan moral bangsa dalam satu rumusan falsafah hidup Pancasila. Itu sebabnya, nilai dan moral dapat diterapkan dalam kehidupan sosial.

Bagaimana manusia dapat memperoleh nilai dan moral? Hal ini kita persoalkan kaitannya dengan tema pendidikan nilai dan moral kaitannya dengan kehidupan global. Menurut saya, nilai dan moral dapat diperoleh melalui dua cara: Pertama, bawaan seseorang, yang sifatnya congenital, diperoleh dari pendidikan sebelum lahir. Kedua, dari hasil belajar, langsung maupun tidak langsung.

Nilai dan moral yang dibawa dapat dibedakan menjadi dua katagori, seperti nilai dan moral yang normatif baik, dan nilai dan moral yang dapat dikatakan tidak normatif. Sifat dari nilai dan moral yang dibawa ini lebih solid, sukar untuk di intervensi. Meskipun pada saat terkontrol penampilan nilai dan moral ini dapat tampil normatif, tetapi pada saat emergency atau darurat atau mendesak yang ditampilkan adalah yang aslinya.

Nah, saya kira dengan melalui pendidikan agama dengan cara pembelajaran yang dilaksanakan seperti sekarang, dapat dipertanyakan seberapa besar cara itu mampu membangkitkan nilai dan moral anak bangsa kita.

Pendidikan budi pekerti pun pada saat ini, saya rasa kita telah kehilangan panutan. Siapa yang akan menjadi teladan. Guru Budi Pekerti harus menjadi teladan, tidak cukup hanya memberi keteladanan. Ki Hajar Dewantara telah mengisyaratkan Ing Ngrasa Sung Tulada. Siapa yang di depan harus menjadi panutan.

Artinya nilai dan moral mereka harus benar-benar dapat diteladani. Kita telah tercetak menjadi beo dan bebek. Kita hanya bisa menirukan, dan hanya bisa bicara itu-itu saja. Kita senang juklak dan juknis tidak berani kreatif, berinisiatif, sekolah hanya untuk memperoleh nilai baik, tapi tak mampu memberikan perubahan. Pikiran kita beku. Inikah nilai dan moral bangsa kita? Kita bangkit dari tidur kita. Kita jemput masa depan kita.

Bila nilai dan moral dapat diperoleh dari pendidikan, apakah pendidikan yang dapat memberi kontribusi? Beranikah kita memberi jalan keluar? Bagaimana caranya? Apa yang harus kita teliti agar kita dapat melakukan perubahan yang strategis dan membawa kemajuan?

Bila ekspresi nilai dan moral seseorang dapat diwujudkan dari pikrannya, dari hatinya dan dari lakunya. Apakah dalam memaknakan Pancasila selama ini kita telah mewujudkan dalam tiga wujud itu?

Saya kira, pemahaman kita terhadap Pancasila baru kita wujudkan dalam wujud ekspresi pikiran, belum hati dan laku. Berarti nilai dan moral Pancasila kita belum kita miliki. Lebih-lebih lagi, dengan pikiranpun baru taraf pemahaman redaksional yang mengarah ke hafalan.

Soal Pancasila
Pada saat kita telah lupa dari hafalannya, kita tidak tahu apa-apa lagi tentang Pancasila. Kita bahkan mempelajari Pendidikan Pancasila tidak mengkaji Pancasila-nya, dalam laku, dalam konteks dan dalam filsafat.

Bagi anak-anak SD-SMP kita ajak mengkaji Pancasila dalam laku. Bagi anak-anak SLA kita ajak mengkaji Pancasila secara kontekstual, Pancasila kaitannya dengan politik, ekonomi, sosbud, pendidikan. Bagi tingkat Perguruan Tinggi kita ajak mahasiswa mengkaji Pancasila secara filosofis. Dengan demikian, bangsa kita dapat memahami nilai dan moral Pancasila secara utuh, kuat dan tidak rapuh.

Lantas bagaimana dengan nilai dan moral itu sendiri? Nilai dan moral, saya rasa tidak hanya bermanfaat bagi membangun pribadi manusia tapi juga untuk membangun nilai dan moral bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saat ini nilai dan moral bangsa telah membelok dari akarnya. Kita telah kehilangan jati diri, kita telah tenggelam ke arah materialistis, egoistis, dalam pembangunan bangsa yang sektoral. Kita telah kehilangan sebagian aset bangsa kita, dan kita serahkan bangsa asing untuk mengejar kepuasan sesaat, lupa akan konsistensi kebangsaan kita dan eksistensi negara kita serta masa depan generasi bangsa.

Kita telah rentan dan rapuh yang dapat menimbulkan kegagalan membangun bangsa. Maka, Anda sebagai generasi muda, sadarlah kembalilah ke koridor pembangunan bangsa untuk mewujudkan tegaknya NKRI dan kesejahteraan bangsa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya