SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) penuh kejanggalan menyusul kesepakatan semua fraksi atas revisi UU KPK pada rapat paripurna di Komplek Parlemen, Kamis (5/9/2019).

Dalam rapat itu, DPR menyepakati revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) atas usulan inisiatif DPR untuk kemudian akan dibahas bersama pemerintah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK Indonesia Fajri Nursyamsi dalam keterangannya mengatakan pengesahan oleh DPR tersebut dinilai melanggar hukum. Pasalnya, revisi UU KPK tidak termasuk dalam RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2019 yang sudah disepakati bersama antara DPR dan pemerintah.

Adapun berdasarkan Pasal 45 ayat (1) UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa penyusunan RUU dilakukan berdasarkan Prolegnas.

Menurutnya, ketentuan tersebut sudah diatur lebih teknis dalam tata tertib DPR. Adapun pada Pasal 65 huruf d Tata Tertib DPR menyatakan bahwa Badan Legislasi bertugas menyiapkan dan menyusun RUU usul Badan Legislasi dan atau anggota Badan Legislasi berdasarkan program prioritas yang sudah ditetapkan. 

Selain itu, ujar dia, Pasal 65 huruf f Tata Tertib DPR menyebutkan bahwa Badan Legislasi bertugas memberikan pertimbangan terhadap RUU KPK yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas RUU atau di luar RUU yang terdaftar dalam program legislasi nasional untuk dimasukkan dalam program legislasi nasional perubahan. 

“Dari ketentuan itu dapat dilihat bahwa seharusnya yang dilakukan oleh Baleg DPR adalah untuk diusulkan menjadi RUU prioritas dalam Prolegnas perubahan, tidak langsung menjadi usul inisiatif,” kata dia Kamis (5/9/2019).

Berdasarkan argumentasi tersebut, lanjut dia, PSHK menyesalkan DPR yang menunjukkan ketidakpatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, termasuk juga ketentuan internal kelembagaannya sendiri yaitu Tata Tertib DPR.

Selain itu, PSHK juga mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR sehingga proses pembahasan tidak bisa dilaksanakan. 

“Presiden Joko Widodo harus fokus pada RUU yang sudah masuk sebagai prioritas dalam Prolegnas 2019 yang sudah disepakati bersama DPR sebelumnya,” ujar Fajri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya