Jogja
Minggu, 18 Maret 2018 - 15:20 WIB

Warga Dlingo Menggelar Tradisi Rasulan untuk Melestarikan Lingkungan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Prosesi siram dadap yang dilakukan Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih saat rasulan di Dusun Dlingo 1, Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo pada Sabtu (17/3/2018). (Rheisnayu Cyntara/JIBI/Harian Jogja)

Tradisi tahunan rasulan atau merti dusun tidak hanya bertujuan untuk menjaga tradisi namun juga melestarikan lingkungan

Harianjogja.com, BANTUL –Tradisi tahunan rasulan atau merti dusun tidak hanya bertujuan untuk menjaga tradisi namun juga melestarikan lingkungan, seperti yang dilakukan warga Dusun Dlingo 1, Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo.

Advertisement

Selain diisi dengan kirab dan pergelaran seni budaya, warga juga menanam pohon dadap serep di sendang atau mata air yang biasa disebut oleh masyarakat sekitar sebagai Belik Dadap sebagai salah satu rangkaian acara.

Dukuh Dlingo 1, Seno mengatakan tradisi rasulan di dusunnya selalu dilaksanakan setiap Jum’at Kliwon pada bulan Jumadilakhir kalender Jawa. Kegiatan dimulai dengan melakukan panen padi bersama dengan ritual wiwitan. Kemudian dilanjutkan dengan kenduri yang diikuti oleh seluruh warga dan perwakilan dari dusun sekitar.

Pada malam harinya, pengajian akbar dan doa bersama pun dilakukan di lapangan tengah dusun. “Rangkaian kegiatan rasulan tahun ini ditutup Sabtu dengan pagelaran ketoprak dan campursari,” ucapnya, Sabtu (17/3/2018).

Advertisement

Namun sebelumnya, Seno menambahkan sebagai ritual puncak, dilakukan Kirab Jodhang dan Ritual Siram Dadap. Sebanyak lima jodhang berupa gunungan hasil panen dan juga maskot seperti ogoh-ogoh, dikirab oleh seluruh warga yang mengenakan pakaian tradisional lengkap mengelilingi dusun.

Menempuh jarak sekitar 2 km, jodhang diarak menuju ke pelataran halaman balai dusun setempat. Tidak jauh dari lokasi tersebut, terdapat sebuah sendang yang menjadi sumber mata air di dusun tersebut. “Sesampainya di lokasi, dilanjutkan dengan ritual siram dadap,” imbuhnya.

Seno menjelaskan ritual siram dadap ini dimulai dengan pementasan sendratari oleh anak-anak dan pemuda dusun. Bercerita tentang kegemaran warga bercocok tanam, gerak para penari menggambarkan gembiranya petani saat panen melimpah. Sesaat kemudian seorang remaja putri membawa kendi berbalut janur kuning berisi air berjalan mengantarkan rombongan menuju ke pohon dadap.

Advertisement

Pohon dadap setinggi tiga meter berbalut kain putih itu kemudian disiram dengan air kendi. “Ini sebagai simbol dan pengingat bagi seluruh warga untuk merawat dadap yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari sendang,” tuturnya.

Salah satu tokoh masyarakat setempat, Widiwanto mengatakan pohon dadap tersebut sebenarnya baru berumur sekitar satu tahun. Sebelumnya di tempat yang sama, terdapat pohon serupa namun kemudian mati akibat usia dan pembangunan. Lalu pada tradisi rasulan setahun lalu warga menanam kembali pohon yang daunnya dipercaya mampu mengobati demam tersebut.

Bagi warga sekitar, pohon dadap menyimbolkan arti kemakmuran. Pohon berdaun cukup lebar ini dipercaya akan membawa ketentraman bagi kehidupan warga. “Dadap serep namanya, pohon ini dipercaya membawa ketentraman,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif