Soloraya
Selasa, 13 Maret 2018 - 13:15 WIB

Desa Urut Sewu Ampel Boyolali Jadi Contoh Kerukunan Antarumat Beragama

Redaksi Solopos.com  /  Farida Trisnaningtyas  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sriyanto, pengusaha patung Budha asal Desa Urutsewu, Ampel, saat melihat karya-karya patung pesanan dari berbagai daerah, Sabtu (10/3/2018). (Aries Susanto/JIBI/SOLOPOS)

Kerukunan antarumat beragama di Ampel Boyolali.

Solopos.com, BOYOLALI—Satu di antara sekian potensi Desa Urut Sewu ialah keragaman agamanya. Desa yang berada di wilayah Kecamatan Ampel ini biasa disebut miniatur Indonesia.

Advertisement

Di sana, bukan hanya warganya yang secara tenang dan nyaman bisa menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. Setiap agama di desa itu juga telah memiliki tempat ibadah masing-masing.

“Bahkan, dalam setiap acara keagamaan, semua warga dari berbagai agama saling membantu dan menyukseskan acara, seperti acara halalbihalal, bersih desa, dan lain-lainnya. Ini adalah kekayaan warga yang sangat luar biasa” papar Sungadi, tokoh agama Buddha dari Desa Urut Sewu saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (12/3/2018). (baca juga: BENDA BERSEJARAH BOYOLALI : Diduga Nepen Jadi Pusat Spiritual Agama Budha Abad 9)

Advertisement

“Bahkan, dalam setiap acara keagamaan, semua warga dari berbagai agama saling membantu dan menyukseskan acara, seperti acara halalbihalal, bersih desa, dan lain-lainnya. Ini adalah kekayaan warga yang sangat luar biasa” papar Sungadi, tokoh agama Buddha dari Desa Urut Sewu saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (12/3/2018). (baca juga: BENDA BERSEJARAH BOYOLALI : Diduga Nepen Jadi Pusat Spiritual Agama Budha Abad 9)

Sungadi belum pernah mencatat adanya ketegangan apalagi konflik atas nama agama di desanya. Ketika ada paham agama baru masuk ke desa Urut Sewu, jelasnya, warga selalu bisa menyikapi dengan bijak dan tak sampai menimbulkan gejolak.

“Pernah ada paham agama baru dan cukup keras masuk ke desa kami. Tapi, Alhamdulillah warga kami menyikapi dengan dewasa sehingga tak mempengaruhi kerukunan warga,” ungkap Kepala Desa Urut Sewu, Sri Haryanto.

Advertisement

Hal ini tergambar dari potret industri pengrajin patung Buddha milik Sriyanto, 39. Meski yang dihasilkan adalah karya patung Buddha, namun Sriyanto mempersilakan warga non Buddha untuk menjadi karyawannya.

Sriyanto tak bersikap eksklusif dan membeda-bedakan para karyawannya karena agama. Pria satu anak ini justru ingin menunjukkan bahwa semua warga bisa menjadi pengrajin patung Buddha tanpa tersekat agama.

“Karyawan saya ada 12 orang. Sebagian pematung Buddha adalah warga muslim. Pengrajin yang beragama Buddha hanya tiga orang,” jelasnya.

Advertisement

Potret keragaman inilah yang layak diapreasi. Kepala Desa Urut Sewu, Sri Haryanto, menyebut harmoni yang ada sejak ratusan tahun silam ini sebagai potensi desa luar biasa. Potret itu seakan menjadi antitesis dari sejumlah ketegangan atas nama agama di berbagai wilayah akhir-akhir ini.

“Bingkai kami ialah kebudayaan. Warga kami beragama, tapi tetap berbudaya dan tak mau meninggalkan akar kebudayaannya,” jelasnya.

Untuk merawat dan mempertahankan keragaman itu, Sri Haryanto bersama stakeholders membentuk wadah bernama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Advertisement

Forum ini sejatinya lahir bukan karena adanya ketegangan atas nama agama, namun lebih pada upaya merawat keragaman yang sudah tertanam di Urut Sewu sejak ratusan tahun silam.

“Menurut sejarahnya, desa kami ini dulu adalah Hindu-Buddha. Dalam perkembangannya, perlahan ada sebagian warga memeluk Islam. Meski demikian, Islam di desa kami rata-rata Islam kultural alias Islam yang tetap menghargai akar tradisinya dan teloransi dengan umat agama lain,” kata Sri Haryanto.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif