News
Jumat, 9 Maret 2018 - 15:30 WIB

Diamkan Pembantaian Rohingya, Gelar Penegak HAM Aung San Suu Kyi Dicabut

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aung San Suu Kyi tiba di Sittwe, Rakhine, Myanmar, Kamis (2/11/2017). (Istimewa/BBC)

Gelar penegak HAM Aung San SUu Kyi dicabut Holocaust Memorial Museum karena dinilai membiarkan pembantaian Rohingya.

Solopos.com, JAKARTA — Gelar bergengsi di bidang penegakan hak asasi manusia (HAM) yang diberikan Holocaust Memorial Museum di Amerika Serikat bagi pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, resmi dicabut.

Advertisement

Semula, Suu Kyi mendapatkan Elie Wiesel Award enam tahun lalu dari Holocaust Memorial Museum atas kepemimpinannya dan pengorbanannya yang dinilai luar biasa dalam melawan tirani di Myanmar. Penghargaan ini juga sebagai pengakuan atas berbagai upaya Suu Kyi dalam mewujudkan kebebasan dan martabat rakyat Myanmar.

Namun penghargaan ini dicabut karena Holocaust Memorial Museum berpandangan Suu Kyi diam saja melihat genosida yang dilakukan oleh militer Myanmar. Kekerasan itu khusus dilakukan terhadap warga minoritas muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine.

“Ketika militer menyerang Rohingya pada 2016 dan 2017, kami berharap Anda yang kami anggap peduli dengan HAM melakukan sesuatu untuk mengutuk dan menghentikan operasi militer yang dilakukan secara brutal serta mengeluarkan pernyataan solidaritas bagi warga Rohingya yang diserang,” menurut isi surat Holocaust Memorial Museum untuk Suu Kyi sebagimana dikutip Bbc.com, Jumat (9/3/2019).

Advertisement

Selain diam saja, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Suu Kyi yang menang pemilu dan sekarang berkuasa, menolak bekerja sama dengan tim penyelidik PBB. Partai itu terus saja mengeluarkan retorika anti-Rohingya.

Partai Suu Kyi juga menghalangi wartawan yang ingin memberitakan pembunuhan besar-besaran dan eksodus warga Rohingya ke negara tetangga, Bangladesh.

Holocaust Memorial Museum mengatakan mestinya Suu Kyi menggunakan otoritas moral untuk mengatasi keadaan setelah menyaksikan skala kejahatan yang dilakukan oleh militer terhadap warga sipil Rohingya.

Advertisement

Sekitar 700.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke Bangladesh sejak konflik pecah pada Agustus 2017. Penelusuran yang dilakukan para wartawan dan berbagai organisasi HAM menemukan bukti-bukti kuat adanya pelanggaran HAM berat di Rakhine.

Para saksi dan korban yang selamat mengatakan militer dan kelompok militan yang didukung tentara melakukan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran rumah warga Rohingya. PBB menyebut perlakuan yang menimpa warga minoritas Muslim Rohingya sebagai perbuatan yang jelas-jelas merupakan pembersihan etnis.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif