PBB menyebut militer Myanmar masih melakukan kekerasan terhadap warga Rohingya.
Solopos.com, SOLO – Penderitaan yang dialami warga Rohingya akibat kekejaman tentara Myanmar menjadi isu krusial selama enam bulan terakhir. Kekerasan yang dilakukan militer Myanmar enam bulan lalu membuat lebih dari 700.000 warga Rohingya yang tinggal di Rakhine terpaksa mengungsi ke beberapa negara tetangga, yakni Bangladesh, India, dan Nepal.
Sebagian besar warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dan menetap di pengungsian Cox’s Bazar, Kutupalong. Setengah tahun sudah mereka hidup terlunta-lunta di negara tetangga. Beruntung, mereka mendapat angin segar dengan rencana Myanmar memulangkan pengungsi Rohingya dari Bangladesh.
Baca juga:
Tapi, sampai saat ini warga Rohingya enggan kembali ke Myanmar. Mereka takut tidak mendapat jaminan keamanan. Sebab, selama ini warga Rohingya dianggap sebagai kaum imigran gelap yang dibenci di Myanmar.
Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bangladesh, Andrew Gilmour, mengatakan, pembersihan etnis yang dilakukan militer Myanmar masih terus berlangsung. “Menurut saya kekerasan yang terjadi di Rohingya masih berlangsung. Pola kekerasan yang terjadi sudah berubah yang awalnya pertumpahan darah menjadi teror yang lebih lunak,” kata Andrew Gilmor seperti diwartakan Arab News, Rabu (7/3/2018).
Pemerintah Bangladesh dan Myanmar memang telah melakukan perundingan untuk memulangkan warga Rohingya. Pihak Myanmar kabarnya telah mempersiapkan tempat penampungan sementara untuk warga Rohingya sebelum kembali ke Rakhine. Namun, sampai saat ini rencana pemulangan itu tak kunjung terlaksana.
“Pemerintah Myanmar sibuk mengatakan kepada dunia bahwa mereka siap menerima warga Rohingya kembali. Tapi, pada saat yang sama pasukannya terus mencoba mengusir agar warga Rohingya bertahan lebih lama di Bangladesh,” sambung Andrew Gilmour seperti dilansir BBC.