Kolom
Rabu, 7 Maret 2018 - 04:00 WIB

GAGASAN : Politikus Masuk Kampus

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Politik dan kampus (ilustrasi: inikampus.com)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (26/2/2018). Esai ini karya M. Zainal Anwar, dosen dan Direktur Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta.

Solopos.com, SOLO–Hari-hari ini adalah hari-hari politik. Berbagai kegiatan politik makin menyeruak ke ruang publik dan dunia maya. Para politikus bersiap diri dalam arena pemilihan kepala daerah dengan mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati/wali kota, maupun yang ingin maju menjadi anggota legislatif.

Advertisement

Mereka mulai mengenalkan diri. Ke mana mata memandang, ada spanduk di perempatan, bendera di jembatan, hingga foto di pohon. Pengundian nomor urut partai politik beberapa waktu lalu hingga pengumuman calon presiden oleh beberapa partai politik meneguhkan 2018 dan 2019 sebagai tahun politik.

Selain ruang-ruang publik, tempat lain yang menjadi sasaran para politikus adalah perguruan tinggi. Pengamatan yang saya lakukan di beberapa kampus memperlihatkan kian masifnya para politikus masuk kampus.

Caranya bermacam-macam, mulai dari diskusi buku hingga acara penanaman pohon. Jika politikus yang maju dalam arena pemilihan kepala daerah adalah petahana, kesempatan datang ke kampus bisa lebih banyak. Misalnya memberi sambutan pembukaan seminar dan sebagainya.

Advertisement

Walaupun belum musim kampanye, kedatangan para politikus cum calon kepala daerah ini tentu tidak bisa lepas dari sosialisasi diri dan pemikiran yang diusung.

Publik akan dengan mudah membaca bahwa kehadiran mereka di perguruan tinggi adalah bagian dari silaturahmi sekaligus investasi politik agar ke depan bisa dipetik buahnya ketika masa pencoblosan.

Kehadiran mereka di kampus ala kadarnya karena belum musim kampanye. Pertanyaannya, ketika musim kampanye tiba, apakah mereka akan kembali ke kampus? Apakah mereka tidak diperbolehkan masuk kampus dengan alasan kampus harus steril dari kegiatan politik?

Sebagai lembaga akademis, kehadiran calon pemimpin daerah sebetulnya bisa menjadi momentum bagi para akademisi untuk memahami sekaligus mengkritik visi, misi, dan berbagai rencana mereka jika terpilih.

Advertisement

Selanjutnya adalah: Lebih menarik bila dikemas sebagai diskusi publik

Diskusi Publik

Daripada hanya datang untuk menanam pohon di kampus, lebih menarik bila acaranya dikemas sebagai diskusi publik tentang gagasan pengelolaan lingkungan yang akan dikerjakan calon pemimpin jika nantinya terpilih.

Advertisement

Para akademisi di kampus pun punya kesempatan untuk berdialog dan memberi masukan. Pertemuan antara akademisi dan politikus di forum resmi akademis perlu agar terjadi pertukaran pikiran.

Dengan nuansa akademis khas perguruan tinggi, janji kampanye para calon pemimpin daerah akan dikupas dengan kekayaan teori dan konsep yang dimiliki akademisi.

Dengan begitu, kampus memiliki kontribusi nyata dalam arena politik tanpa terjebak pada penilaian publik bahwa kampus sedang “main mata” dengan para calon kepala daerah.

Tidak bisa dimungkiri, kehadiran para calon kepala daerah ke kampus sering dianggap “investasi” kampus pada masa mendatang. Lebih dari sekadar adu gagasan dan silaturahmi, para politikus ini juga sekaligus bisa berbelanja bahan dan data yang dimiliki perguruan tinggi.

Advertisement

Bahan atau data yang dimaksud adalah laporan penelitian, publikasi, hingga hak paten yang dimiliki perguruan tinggi bisa dipakai para politikus untuk mempertajam gagasannya.

Dengan begitu, terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Tentu akan menyenangkan jika produk perguruan tinggi bisa dimanfaatkan untuk menunjang aktivitas politik. Dengan catatan, kedua pihak sama-sama tahu, menyetujui dan bertujuan untuk kesejahteraan warga.

Dalam pandangan saya, sudah bukan saatnya lagi kampus alergi politik seperti pada zaman Orde Baru. Ibarat bangunan rumah, kampus perlu membuka jendela sebanyak mungkin agar rumah terlihat segar dan tidak pengap.

Biarkan para politikus masuk tetapi tentu harus ikut aturan pemilik rumah. Bukan sebaliknya. Ketika nanti masuk rumah, tamu juga menghormati aturan main dan tradisi sang pemilik rumah.

Selanjutnya adalah: Perguruan tinggi lebih baik menyediakan panggung terbuka

Advertisement

Panggung Terbuka

Pada musim kampanye kelak, perguruan tinggi lebih baik menyediakan panggung terbuka bagi para politikus untuk bersedia berbagi gagasan tentang apa saja yang akan dikerjakan jika terpilih.

Tentu koridor akademis lebih ditonjolkan dan bukan dalam kerangka politik praktis. Politikus yang notabene para calon pemimpin daerah atau calon wakil rakyat bisa datang tanpa perlu membawa bendera partai maupun pendukung yang berlebihan.

Mereka cukup datang dengan tim sukses untuk “menghadapi” kaum intelektual baik dosen maupun mahasiswa. Dibanding debat publik yang biasanya digelar penyelenggara pemilihan umum dengan tema beragam, arena diskusi di kampus bisa lebih fokus pada isu tertentu.

Fakultas ekonomi mempertajam gagasan dan rencana kebijakan ekonomi sang calon pemimpin. Fakultas pendidikan maupun fakultas hukum juga menyelenggarakan dengan tema tertentu.

Agar hasilnya tersebar luas, media bisa meliput atau bahkan bisa disiarkan langsung melalui live di media sosial. Tidak hanya dosen, para mahasiswa dengan organisasi kampus misal dewan mahasiswa, himpunan mahasiswa jurusan atau unit kegiatan mahasiswa juga bisa mengambil peran dalam arena uji gagasan tersebut.

Sebagai para calon pemimpin pada masa mendatang, mereka harus berinteraksi sedini mungkin dengan para politikus zaman now agar lebih memahami apa dan bagaimana menjalani aktivitas politik tersebut.

Jika dicermati lebih mendalam, manfaat lain kehadiran politikus di kampus adalah mendekatkan diri dengan generasi milenial di perguruan tinggi.

Jika kampus dikekang dan tak boleh menghadirkan politikus, saya khawatir hal ini akan semakin memicu apatisme generasi milenial di kampus untuk terlibat dan berkontribusi dalam aktivitas dan pembangunan politik di Indonesia.

Larangan politik masuk kampus jelas kebijakan zaman old yang tidak lagi tepat dipertahankan di dunia politik zaman now.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif