SOLOPOS.COM - Cuplikan The Shape of Water (Youtube)
The Shape of Water ditasbihkan sebagai film terbaik Oscar 2018.
Solopos.com, SOLO — Hidup Elisa Esposito (Sally Hawkins) menjadi berwarna sejak bertemu dengan Amphibian Man (Doug Jones). Hidupnya semula hitam putih menjalani rutinitas sama, runut dan datar.
Elisa punya dunia sendiri. Dia yang tuna wicara bekerja sebagai petugas kebersihan di salah satu perusahaan riset Amerika Serikat mempunyai teman setia Zelda Fuller (Octavia Spencer) yang berkulit hitam. Giles (Richard Jenkins) pelukis manula tetangga apartemennya merupakan teman nonton sekaligus ngopi.
Di tempat kerja itu pula Elisa bertemu dengan Amphibian Man—spesies yang disebut para ilmuwan sebagai “Tuhan” Amazon. Meski keduanya berkomunikasi tanpa suara, Elisa dan Amphibian Man tahu penderitaan satu sama lain. Penderitaan Elisa yang terjebak dalam hidup hitam putihnya, dan penderitaan Sang Monster yang setiap hari disiksa dan dijadikan penelitian.
Di tempat kerja itu pula Elisa bertemu dengan Amphibian Man—spesies yang disebut para ilmuwan sebagai “Tuhan” Amazon. Meski keduanya berkomunikasi tanpa suara, Elisa dan Amphibian Man tahu penderitaan satu sama lain. Penderitaan Elisa yang terjebak dalam hidup hitam putihnya, dan penderitaan Sang Monster yang setiap hari disiksa dan dijadikan penelitian.
Saat bersama Amphibian Man, Elisa merasa memiliki dunia yang sangat diidamkannya dari mulai menari, “menyanyi hingga menyetel lagu. Kebersamaan keduanya menumbuhkan kedekatan dan rasa saling membutuhkan satu sama lain.
Baca:
Gal Gadot Pukau Penonton Oscar 2018
Daftar Pemenang Oscar 2018
Coco Film Animasi Terbaik Oscar 2018
Kisah Batiniah
Hingga akhirnya Elisa dan teman-temannya berhasil membawa keluar Sang Monster dari kamp penelitian, meski harus berhadapan dengan Richard Strickland (Michael Shannon) petugas kamp yang terkenal bengis dan kejam demi memuaskan pimpinan.
The Shape of Water merupakan film romantis fantasi antara manusia dan monster. Kisah cinta paling jujur, yang tak melihat cinta dari sudut pandang lahiriah. Cinta Elisa dan sang monster mewakili cinta yang mengisi kekosongan hati satu sama lain, mengisi kekosongan jiwa.
Meski tokoh utama di film besutan Guillermo del Toro Gómez ini adalah Elisa, namun masing-masing tokoh di film berdurasi 2 jam 3 menit ini mendapat porsi yang layak dikisahkan. Setiap tokoh mempunyai hidup yang sebenarnya tak kalah rumit. Mereka mempunyai cara sendiri memaknai hidup.
Sutradara yang dikenal dengan film-film berbau monster ini juga cerdas mengemas seting film 1960-an di mana masih ada diskriminasi warga kulit hitam, namun tak ditonjolkan secara vulgar.
Del Toro dalam sebuah wawancara di situs Goldderby.com awal tahun berujar, The Shape of Water merupakan film favorit yang pernah dibuatnya di antara film-filmnya yang lain, seperti Devil’s Backbone, Pan’s Labyrinth, Crimson Peak, Pacific Rim dan Hellboy II.
“Memang ini cerita dongeng, tapi apa yang terjadi ada di sekitar kita. Yang terjadi dia [Shape of Water] mengisahkan bagaimana orang-orang keluar dari ketakutan hidupnya.’
Wajar jika jauh hari sebelum Oscas diumumkan para kritikus film memprediksi Shape of Water bakal jadi jawara. Kritikus film BBC, Nicholas Barber menyebut skenario, sinametografi, akting para pemainnya hingga tata musiknya (scoring film) nyaris tak ada celah untuk dihujat. Alexandre Desplat sang penata musik mampu menghadirkan nuansa era perang dingin (perseteruan AS-Soviet) saat era John F. Kennedy, lewat musik yang mengena.
Hingga akhirnya The Shape of Water ditasbihkan sebagai film Terbaik Oscar (Academy Awards) 2018, Senin (5/3/2018) pagi WIB. The Shape of Water, Minggu malam waktu Amerika Serikat memboyong 4 Piala Oscar yakni Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Tata Musik Terbaik dan Desain Produksi Terbaik.