Jogja
Senin, 5 Maret 2018 - 11:20 WIB

Kerugian karena Macet Dirasakan Publik

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Grafis kemacetan di mana-mana. (Harian jogja/Hengki Irawan)

Kemacetan di Kota Jogja tidak hanya merugikan pelaku usaha namun juga masyarakat umum

Harianjogja.com, JOGJA-Kerugian akibat kemacetan tidak hanya di atas kertas, tetapi sangat dirasakan publik. Orang-orang harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) karena waktu tempuh di jalan lebih lama.

Advertisement

Hermina Pangaribuan, pedagang DVD di Malioboro, dalam dua hari dia menghabiskan Rp20.000 untuk membeli pertamax. “Saya sudah jualan di sini belasan tahun, makin lama biaya BBM buat usaha naik. Sekarang dua hari Rp20.000 habis. Beberapa tahun lalu, Rp20.000 itu bisa buat lima hari,” kata Hermina, Jumat (2/3/2018).

Naiknya belanja bensin tidak hanya karena kenaikan harga BBM, tetapi juga panjangnya jalur yang harus dia tempuh dari rumahnya di Jalan Kaliurang, Sleman, menuju Malioboro, Kota Jogja. Saban hari, dia harus mengambil rute alternatif melewati jalan tikus untuk sampai ke lapaknya. “Kalau enggak seperti itu, bisa lebih boros dan lama,” kata Hermina.

Baca juga : Rp9,3 Miliar Dibuang per Hari Gara-Gara Macet

Advertisement

Borosnya pengeluaran untuk bahan bakar juga dirasakan Avianita Rahmawati, mahasiswa Strata 2 Magister Manajemen UGM. Setiap hari dia menempuh perjalanan dari Kalasan menuju Jalan Kaliurang dan selalu terjebak macet di Jalan Kaliurang selama setengah jam. “Kalau buat bensin, Rp22.000 bisa sepekan. Setahun lalu lebih hemat, bisa buat sepekan lebih,” kata Avi.

Padahal, selama dua tahun sejak Maret 2016, harga premium yang merupakan BBM bersubsidi ajek di angka Rp6.550 per liter di Jawa dan Bali. Rute Avi juga tidak banyak berubah dalam setahun terakhir.

Wakil Ketua Kadin DIY Gonang Djuliastono mengatakan kemacetan di Kota Jogja tidak hanya merugikan pelaku usaha namun juga masyarakat umum. Para pelaku usaha yang mengirimkan barang ke tempat usahanya maupun ke tempat usaha lain harus menempuh waktu lebih panjang.

Advertisement

“Itu tentu memengaruhi produktivitas. Misalnya dalam sehari bisa kirim lima barang, karena macet jadinya hanya bisa kirim tiga,” kata Gonang, Kamis (1/3/2018).

Gonang menilai kemacetan yang dirasakan para pelaku usaha di sekitar Malioboro dan tempat wisata lainnya disebabkan banyaknya sopir bus besar yang kebingungan mencari parkir.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif