Soloraya
Senin, 26 Februari 2018 - 19:15 WIB

PERTANIAN SRAGEN: Sedih, Regenerasi Buruh Tandur Mandek di Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Farida Trisnaningtyas  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para buruh tandur di Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, Minggu (25/2/2018). (Tri Rahayu/JIBI/SOLOPOS)

Regenarasi buruh tandur di Sragen mandek

Solopos.com, SRAGEN—Tujuh perempuan buruh tani membungkuk menghadap matahari di tengah persawahan. Di depannya ada bilah bambu selebar 5 cm dengan panjang 6,5 meter.

Advertisement

Setiap jarak 25 cm pada bilah bambu itu ada semacam tanda yang terbuat dari potongan karet bekas ban. Ada 26 tanda yang terpasang. Tanda itulah yang menjadi patokan buruh tani itu untuk menancapkan tanaman padi muda dari persemaian.

Mereka berjalan mundur dengan kompak. Orang desa menyebut pekerjaan itu dengan nama tandur. Pekerjaan tanam itu sudah hampir selesai mekipun jarum jam baru menunjukan pukul 08.15 WIB. Para buruh tandur asal Bangun Asri RT 016 RW 006, Plumbungan, Karangmalang, Sragen, itu memulai tandur pukul 04.45 WIB.

Advertisement

Mereka berjalan mundur dengan kompak. Orang desa menyebut pekerjaan itu dengan nama tandur. Pekerjaan tanam itu sudah hampir selesai mekipun jarum jam baru menunjukan pukul 08.15 WIB. Para buruh tandur asal Bangun Asri RT 016 RW 006, Plumbungan, Karangmalang, Sragen, itu memulai tandur pukul 04.45 WIB.

Selama 3,5 jam, mereka bisa menyelesaikan tanam padi seluas satu patok milik Suwarno, petani Bangun Asri.

“Ini sudah habis bibit tanaman padinya. Atau ambil benih tanaman di sawah sebelah nanti diganti,” celetuk salah satunya.

Advertisement

Mereka memutuskan menepi ke pematang. Sawah di wilayah Candi Asri Plumbungan itu menjadi sawah terakhir. Sejak Kamis (15/2/2018) hingga Minggu (25/2/2018) mereka selalu mendapat order untuk tandur. (baca juga: PERTANIAN SRAGEN: Asyik, Pakai Aplikasi Eragano, Petani Sragen Bisa Jual Barang Sebelum Tanam)

Mereka mendapat upah borongan senilai Rp500.000/patok. Hasilnya dibagi dengan jumlah anggota, yakni Rp71.000 per patok.

“Biasanya per hari bisa mengerjakan dua patok dari Subuh sampai Zuhur. Hasilnya bisa Rp140.000-an per orang per hari,” kata Parti saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu pagi.

Advertisement

Setiap pemilik sawah harus memesan buruh tandur sejak menabur benih padi. Petani harus menunggu 20 hari untuk mendapatkan buruh tandur yang siap mengerjakan tanam padi.

Para petani di Plumbungan memulai awal tanam karena memanennya juga lebih awal. Kini, beberapa petani di wilayah lain masih panen raya.

Tenaga manusia masih diandalkan di Plumbungan, tetapi sumber daya manusianya terbatas. Dari 170,24 hektare lahan sawah di Plumbungan hanya 20 kelompok buruh tandur dengan jumlah anggota 7-12 orang per kelompok. Rasio luas sawah dengan buruh tandur mencapai 17,92 hektare per kelompok dengan rata-rata jumlah anggota 9-10 orang per kelompok.

Advertisement

“Susah memang mencari tenaga tandur. Regenerasinya mandek. Adanya yang sudah tua-tua seperti kami, umurnya di atas 45 tahun. Banyak buruh tandur dari luar wilayah Plumbungan, seperti dari Gondang, Kedawung, Mojorejo, dan desa-desa sekitar Plumbungan,” kata Sukini, 49, buruh tandur asal Bangun Asri, Plumbungan.

Baik Parti maupun Sukini senang dengan hadirnya teknologi pertanian berupa transplanter atau mesin tanam karena bisa membantu tenaga manusia.

“Terus terang anak-anak saya tidak ada yang mau ke sawah. Mereka memilih jadi buruh di pabrik. Jadi buruh tani, pekerjaannya kotor, pegel, dan bikin gatal. Kalau di pabrik bersih tidak kena lumpur,” kata Sukini.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif