Jogja
Jumat, 23 Februari 2018 - 20:40 WIB

Setelah Erupsi 2010, Ini Kata Pakar soal Potensi Letusan Gunung Merapi

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gunung Merapi (Gigih M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)

Istirahat lama tak berarti meletus lebih dahsyat.

Harianjogja.com, JOGJA–Gunung Merapi yang punya frekuensi letusan sangat tinggi seolah masih istirahat panjang setelah erupsi pada 2010 silam. Waktu jeda yang cukup lama kemudian memunculkan kekhawatiran akan letusan yang lebih dahsyat di kemudian hari. Namun, hingga kini belum ada jawaban untuk pertanyaan itu.

Advertisement

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Gunung Api (BPPTKG) I Gusti Made Agung Nandaka menjelaskan hingga kini belum ada cara atau teknologi guna mengetahui apakah letusan Merapi lebih besar atau tidak dibanding erupsi sebelumnya. Sebab, tak ada ada yang mengetahui kondisi di dalam Gunung Merapi seperti apa.

Nandaka menuturkan, dalam sistem vulkanis, seperti halnya Gunung Merapi, terdapat kantong magma, saluran dan sumber magma, yang kedalamannya diperkirakan sejauh 100 kilometer. Sebelum sebuah gunung meletus, kantong magma harus diisi terlebih dahulu. Untuk mengetahui berapa besar kekuatan letusan, bisa dilacak pengukuran laju kecepatan pengisian magma itu.

“Mengisi ini harus ngitung lajunya. Lajunya ini enggak bisa dihitung, kalau kecepatan angin bisa dipantau. Problemnya adalah apa yang ada di dalam tidak ada yang tahu. Siapa yang bisa menembus ke dalam?” ucapnya di Kantor BPPTKG, Jumat (23/2/2018).

Advertisement

Lebih jauh ia menerangkan, dahsyat tidaknya letusan Gunung Merapi tak berkaitan dengan jarak erupsi. Nandaka menegaskan, kapan gunung api teraktif itu meletus juga belum bisa diketahui.

Termasuk soal siklus rerata yang memprediksikan Gunung Merapi akan meletus lima tahunan juga tak terbukti. Sebab, katanya, jarak letusan gunung itu tak menentu. Bisa setahun, tiga tahun, empat tahun atau pun lima tahun.

BPPTKG, selaku badan pemantau yang fokus pada Gunung Merapi pun hanya bisa merekam gejala luar untuk memprediksi letusan. Jika suhu yang diukur terus meningkat, maka itu bisa dijadikan penanda bawah magma sudah mulai naik.

Advertisement

Ia menambahkan, saat ini suhu Merapi yang tercatat melalui pantauan kamera termal yang dipasang BPPTKG paling tinggi 141 derajat celsius. Namun, pantauan menggunakan kamera thermal hasilnya berbeda dengan pengukuran langsung. Jika diukur langsung suhunya akan lebih tinggi.

“Siklus letusan Merapi kali ini memang cukup lama sejak 2010, meski sempat tercatat empat kali ada gempa vulkanis, tapi status sekarang masih normal,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif