Jogja
Kamis, 22 Februari 2018 - 17:40 WIB

Ini Penyebab Sampah TPST Piyungan Tak Bisa Diubah Jadi Energi

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para pemulung mengumpulkan sampah yang belum dipilah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul. (JIBI/HarianJogja/Gigih M. Hanafi)

Belum ada solusi paten mengatasi masalah sampah.

Harianjogja.com, JOGJA–Pemerintah Daerah (Pemda) DIY hingga kini belum memiliki solusi pasti untuk menangani permasalahan sampah. Yang baru disiapkan adalah rencana jangka pendek berupa peluasan lahan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, yang dari tahun ke tahun bebannya memang kian meningkat. Wacana mengubah sampah jadi energi masih belum bisa diwujudkan karena terkendala jenis sampah yang dibuang.

Advertisement

Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP-ESDM) DIY M. Mansur mengatakan pihaknya masih memiliki lahan seluas 2,2 hektare di samping TPST Piyungan, yang bisa digunakan untuk menampung sampah. Namun, ia akui itu hanya solusi jangka pendek.

Untuk solusi jangka panjang, Mansur berencana mengubah sampah jadi energi terbarukan. Tapi itu baru sebatas wacana dan belum diketahui jenis teknologi apa yang akan dipakai. Menurutnya, saat ini Universitas Gadjah Mada (UGM) sedang mencari skema yang paling tepat untuk diterapkan.

“Karena [TPST] Piyungan bukan hanya masalah teknis, tapi juga sosial. Karena di sana ada pemulung dan sapinya. Itu kan harus dipikirkan saat teknologi diterapkan,” ucapnya melalui sambungan telepon, Kamis (22/2/2018).

Advertisement

Kepala Balai Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum Perkotaan (Pisamp), DPUP-ESDM DIY Kus Pramono mengungkapkan, rencana mengubah sampah jadi energi belum bisa diwujudkan. Kendalanya ada di jenis sampah yang dibuang ke TPST Piyungan. Biasanya, sampah yang dipakai menjadi energi adalah yang berjenis anorganik, dan minimal kalori yang dibutuhkan sejumlah 2.000, tapi di tempat itu kalori yang bisa dihasilkan hanya 1.600.

“Itu hasil kajian dari investor dari Korea Selatan. Komposisi sampah di TPST Piyungan yang dominan juga organik, sebanyak 58%. Anorganiknya 42%.” jelasnya.

Mansur mengakui, salah satu penyebab dari belum optimalnya pengelolaan sampah karena belum berjalannya Perda DIY No. 3/2013 tentang Pengelolaan Sampah.

Advertisement

Menurutnya, berdasarkan aturan tersebut, sebelum dibuang, sampah mesti dipilah-pilah terlebih dahulu dan kemudian diolah. Setelah itu bagian-bagian yang tidak lagi bisa diolah, baru dikirim ke TPST Piyungan.

“Tapi sekarang sampah apapun dibuang ke sana. Padahal penginnya Piyungan jadi pilot project. Di Perda juga disebutkan, barang siapa yang masih buang sampah dan bukan residu akan kena denda, tapi belum berlaku. Belum dijalankan karena masyarakat belum sadar, kalau diberlakukan kaget semua,” ucap Mansur.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Gatot Saptadi pun menyatakan, pengelolaan sampah mesti diawali dari pemilahan. Ia juga menyebut semua pihak harus bertanggung jawab untuk mengoptimalkan 3R, yakni reuse, reduce, dan recycle supaya sampah tak terus menjadi masalah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif