Kolom
Senin, 19 Februari 2018 - 04:00 WIB

GAGASAN : Urgensi Mendesain Ulang Prolegnas

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Fungsi legislasi DPR adalah wujud pemenuhan hak sipil (foto: elsam.or.id)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (14/2/2018). Esai ini karya Isharyanto, dosen Hukum Tata Negara di Universita Sebelas Maret. Alamat e-mail penulis adalah isharyantoisharyanto8@gmail.com. 

Solopos.com, SOLO–Sidang paripurna DPR di ujung 2017 lalu dibuka dengan laporan 50 rancangan undang-undang (RUU) yang akan dimasukkan ke program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2018 oleh Badan Legislasi (Baleg) DPRD.

Advertisement

Forum rapat paripurna menyepakati 50 RUU  itu masuk dalam prolegnas prioritas 2018. Secara keseluruhan ada 225 RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas 2015-2019, namun jumlah tersebut mengerucut, menjadi lebih sedikit, lantaran beberapa RUU memiliki kesamaan judul dan substansi.

Dari 110 RUU itu, Baleg DPR mengkaji untuk menentukan berapa RUU yang masuk ke prolegnas prioritas 2018. Hasilnya menjadi 50 RUU saja. Perinciannya, 31 RUU merupakan usul DPR, 16 RUU usul pemerintah, dan tiga RUU merupakan usulan DPD.

Selain 50 judul RUU disetujui dan disepakati, telah disepakati pula lima RUU kumulatif terbuka. Dalam forum yang sama, muncul kesepakatan DPR bersama pemerintah dan DPD adalah agar evaluasi prolegnas prioritas bisa dilakukan setiap bulan, tak harus setiap enam bulan sekali.

Ambisi prolegnas di atas selalu serupa dalam minimal 10 tahun terakhir: rencana besar namun realisasi minim. Setahun lalu, DPR memiliki target prolegnas prioritas 52 RUU pada 2017. Faktanya, sepanjang 2017 hanya 18 UU yang berhasil disahkan DPR dan pemerintah.

Dari total tersebut, perinciannya terdiri atas enam UU merupakan prolegnas prioritas dan tujuh UU yang masuk dalam daftar kumulatif, mulai 2016 hingga 2017. Sisanya merupakan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) menjadi UU dan UU tentang APBN.

UU yang berasal dari prolegnas prioritas 2017 antara lain UU tentang Arsitek, UU tentang Sistem Perbukuan, UU tentang Pemajuan Kebudayaan, UU tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, UU tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.  Satu UU berasal dari prolegnas prioritas 2016 yakni UU tentang Jasa Konstruksi.

Selanjutnya adalah: Tiga undang-undang lainnya adalah pengesahan APBN

Advertisement

Pengesahan APBN

Tiga undang-undang lainnya adalah pengesahan APBN, antara lain UU tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017, UU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017, serta UU tentang Aanggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.

Sedangkan dua undang-undang lagi merupakan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) menjadi UU. Keduanya adalah UU tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dan UU tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Sisanya, tujuh 7 UU masuk dalam daftar kumulatif di prolegnas 2017 maupun 2016.

Harus diingat, DPR sepanjang 2017 diwarnai sejumlah drama politik. Sebagian besar berkaitan dengan fungsi dalam bidang legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ada pula drama politik yang membuat waktu dan tenaga anggota DPR justru tersita dari tugas dan fungsi utamanya.

Sebut saja kisruh berkepanjangan yang ditimbulkan akibat dibukanya kasus korupsi proyek KTP elektronik. Drama masih berpotensi berlanjut, bahkan meski Setya Novanto, salah seorang yang dianggap aktor penting kasus itu sudah mundur dari jabatan sebagai Ketua DPR. Di tengah drama-drama politik yang terjadi, kinerja legislasi belum membanggakan.

Menurut UUD 1945, DPR punya tiga fungsi. Dari tiga fungsi itu, fungsi DPR yang paling disorot publik adalah fungsi legislasi. Terkait fungsi legislasi itu, DPR memiliki enam tugas dan wewenang.

Advertisement

Tugas dan wewenang itu adalah menyusun prolegnas; menyusun dan membahas RUU; menerima RUU yang diajukan oleh DPD; membahas RUU yang diusulkan oleh presiden atau DPD; menetapkan undang-undang bersama dengan presiden; dan menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk ditetapkan menjadi undang-undang.

Selanjutnya adalah: Sorotan publik atas fungsi legislasi itu terkait dengan kegagalan DPR

Fungsi Legislasi

Sorotan publik atas fungsi legislasi itu terkait dengan kegagalan DPR dalam memenuhi target pengesahan RUU yang telah disusun dalam prolegnas. Ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan penyusunan dan penetapan prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan prolegnas jangka menengah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan RUU APBN. Hasilnya: kegagalan yang sering terulang.

Lihat saja dalam kurun dua tahun sebelumnya. Pada 2015 ada 37 RUU yang masuk ke dalam prolegnas prioritas. Sebagian besar, 26 RUU, merupakan usulan DPR. Pemerintah mengusulkan 10 RUU. Sedangkan satu usulan berasal dari DPD.

Sebetulnya saat itu DPD mengusulkan tujuh RUU, namun enam di antaranya sama dengan usulan DPR dan pemerintah. Sampai Desember 2015 DPR hanya menghasilkan tiga UU dari 37 RUU yang ditargetkan. Pencapaian ini dianggap sebagai penanda kinerja terburuk DPR sejak era reformasi.

Advertisement

Dari 50 RUU yang masuk ke dalam prolegnas 2016, hanya 13 yang disahkan sebagai UU. Tak sampai 50%.  Apakah dengan pengalaman tak tercapainya target-target besar pada tahun-tahun sebelumnya membuat DPR lebih realistis dalam menentukan target jumlah RUU yang masuk ke dalam prolegnas 2017? Ternyata tidak.

Ada 49 RUU yang masuk ke dalam prolegnas 2017. Dari jumlah itu, 40 di antaranya adalah RUU limpahan tahun sebelumnya. Nyatanya, sampai akhir tahun ini, tak sampai 20% target yang bisa dicapai DPR.

Coba kita tarik lagi pada kelembagaan DPR hasil pemilihan umum 2009. Pada 2010, dari 70 target prolegnas, hanya 16 UU yang berhasil diselesaikan DPR dan pemerintah. Pada 2011, hanya 24 UU yang berhasil disahkan dari target prolegnas sebanyak 93 RUU maupun revisi UU.

Pada 2012, DPR hanya sanggup menyelesaikan 30 dari 69 UU yang ditargetkan. Meski begitu, pencapaian sebanyak 30 UU ini merupakan pencapaian terbanyak DPR dan pemerintah dalam melahirkan UU baru maupun revisi jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Selanjutnya adalah: Evaluasi ditinjau dari aspek kuantitas bukan berarti tanpa manfaat

Aspek Kuantitas

Advertisement

Evaluasi ditinjau dari aspek kuantitas bukan berarti tanpa manfaat. Melalui aspek kuantitas dapat dilihat pencapaian prolegnas pada tahun tertentu. Pencapaian itu dilihat dengan membandingkan RUU yang direncanakan dengan UU yang berhasil disahkan.

Selain itu, UU itu juga dapat dibagi kedalam kategori atau bidang tertentu sehingga dapat diketahui kecenderungan UU yang lebih banyak disahkan dalam satu tahun. Data itu dapat menjadi petunjuk awal terhadap arah politik hukum DPR dan pemerintah pada tahun itu.

Minimal ada lima sebab mengapa target prolegnas tidak pernah mencapai angka yang memuaskan. Pertama, kurangnya perencanaan yang ditandai oleh ketidaksiapan naskah akademik di setiap RUU yang dibahas.

Kedua, DPR selama ini kurang selektif dalam menentukan RUU yang menjadi prioritas penyelesaian. Ketiga, perhatian politikus tidaklah selalu memadai untuk menjalankan tugas sebagai legislator di DPR, di tengah tahun-tahun politik karena pemilihan kepala daerah maupun menjelang pemilihan umum anggota legislatif.

Keempat, hambatan yang dialami DPR seperti penambahan masa reses, wewenang Baleg yang berkurang hingga merasa keseringan kunjungan kerja sering kali dijadikan alasan kinerja legislasi yang belum optimal.

Kelima, pembahasan yang alot antara pemerintah dengan DPR seperti dalam kasus RUU Keuangan Haji. Dalam berbagai kesempatan DPR turut mempersoalkan lemahnya kinerja legislasi karena pemerintah juga lamban dalam menyusun dan menyampaikan usulan RUU kepada DPR.

Tinjauan dari aspek kuantitas merupakan tahap awal dalam mengevaluasi prolegnas secara paripurna. Kemudian ditindaklanjuti lebih dalam dengan aspek kualitas. Penilaian terhadap kualitas undang-undang tertuju pada dua wilayah, yaitu proses dan substansi (rancangan) undang-undang.

Advertisement

Selanjutnya adalah: Kualitas proses bisa kita telusuri sejak tahap perencanaan

Kualitas Proses

Kualitas proses bisa kita telusuri sejak tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan,  hingga pengesahan. Sedangkan kualitas substansi atau isi rancangan undang-undang dapat kita kaji mulai dari pembacaan naskah akademik, tujuan pengaturan, pengaruh terhadap pemangku kepentingan (stakeholders) dan prinsip-prinsip dasar (seperti hak asasi manusia, konstitusi, peraturan terkait, lingkungan, gender, dan lain-lain), beban keuangan hingga hal-hal teknis berupa struktur penulisan dan kalimat perundang-undangan.

Saya setuju dengan rilis hasil penelitian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (2016) yang mengemukakan perdebatan tentang pencapaian aspek kuantitas atau persoalan lemahnya kinerja legislasi tidak semata-mata disebabkan oleh DPR dan harus digeser kepada identifikasi paling fundamental penyebab kinerja legislasi selalu bermasalah.

DPR (juga pemerintah dan DPD) sebaiknya fokus pada kebutuhan mendesain ulang prolegnas sebagai instrumen perencanaan legislasi mengingat desain yang selama ini digunakan DPR dan pemerintah justru mengerangkeng dan menempatkan DPR dan pemerintah sendiri pada kegagalan kinerja legislasi.

Desain ulang prolegnas adalah suatu kebutuhan untuk memperbaiki kualitas proses maupun substansi (rancangan) undang-undang. Desain yang berlaku sekarang sebagaimana diatur UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-udangan harus ditinjau ulang dan dipersiapkan revisi terbatas.

Advertisement

Jika tidak, DPR dan pemerintah hanya akan mengulang kesalahan tanpa upaya menuntaskan akar permasalahan. Sudah saatnya DPR melihat betapa penting menentukan target kinerja legislasi yang lebih realistis untuk dicapai.

Penentuan target yang realistis dan pemenuhannya bukan semata-mata merupakan amanah konstitusi, melainkan juga menjadi pendidikan politik yang penting bagi masyarakat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif