Kolom
Minggu, 18 Februari 2018 - 04:00 WIB

GAGASAN : Memaknai Imlek, Memulihkan Bumi

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hendra Kurniawan (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Kamis (15/2/2018). Esai ini karya Hendra Kurniawan, dosen Pendidikan Sejarah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menekuni kajian sejarah Tionghoa. Alamat e-mail penulis adalah hendrayang7@tgmail.com.

Solopos.com, SOLO–Syahdan ketika Dinasti Qing runtuh dan mengakhiri sejarah panjang kekaisaran pada 1912, tarikh Masehi ditetapkan sebagai penanggalan umum di seluruh daratan Tiongkok.

Advertisement

Menyusul kemudian keputusan pemerintah baru, Republik Tiongkok, yang melarang perayaan tahun baru Imlek karena dianggap sebagai warisan kekaisaran yang kuno. Kenyataannya perayaan tahun baru Imlek tidak mudah dihapus begitu saja.

Sebagai negeri berbasis pertanian, rakyat Tiongkok menganggap penanggalan berdasarkan perhitungan bulan (lunar calender) lebih cocok digunakan. Pertanian sangat bergantung pada alam, penanggalan lunar menjadi kebutuhan mutlak para petani.

Perhitungan berdasarkan peredaran matahari (solar/janglek) tidak begitu berpengaruh. Dengan mengamati peredaran bulan, petani dapat menentukan dimulainya musim tanam dan panen.

Advertisement

Sebelum ditemukan teknologi penunjuk waktu yang tepat, kemampuan niteni (intuisi) menjadi alat interpretasi jitu atas situasi alam. Mayoritas penduduk Tiongkok bekerja sebagai petani. Mereka menjadi golongan terbesar yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi kerakyatan di negeri itu.

Selanjutnya adalah: Sebuah tradisi lintas generasi yang erat dengan kehidupan

Lintas Generasi

Advertisement

Sebagai sebuah tradisi lintas generasi yang erat dengan kehidupan ekonomi sehari-hari, tahun baru Imlek tetap saja dirayakan meski dilarang penguasa.

Konon tahun baru Imlek yang resminya dihitung berdasarkan tahun kelahiran Nabi Khongcu (551 SM) sudah biasa dirayakan sejak tahun 600 SM.

Perayaan tahun baru Imlek alias chuen cia (sincia) merupakan pesta untuk menyambut datangnya musim semi. Para petani seakan-akan merasa hidup lagi setelah sejenak mengalami ”kematian” pada musim dingin yang suram.

Para petani kembali mempersiapkan tanah, bibit, dan perlengkapan pertanian untuk mulai bertanam. Perayaan tahun baru Imlek dimaknai sebagai ungkapan syukur atas karunia dan anugerah Tuhan selama satu tahun sembari berharap kemakmuran yang berlimpah pada tahun yang baru.

Advertisement

Tahun baru dijadikan sebagai patokan untuk merencanakan harapan pada tahun mendatang alias resolusi. Tentu pada masa itu, sebagai masyarakat tani yang masih sederhana, pergantian tahun pada prinsipnya menjadi momentum penanda bahwa manusia terikat dengan waktu.

Selanjutnya adalah: Yang lalu telah berlalu dan patut disyukuri

Patut Disyukuri

Advertisement

Bahwa yang lalu telah berlalu dan patut disyukuri, sementara yang mendatang harus disiapkan dengan baik. Tak mengherankan ada mitos apabila pada malam menjelang tahun baru Imlek bumi diguyur hujan lebat berarti akan ada harapan rezeki yang bakal mengalir pada tahun yang baru.

Tahun baru Imlek melambangkan keharmonisan dalam tata kehidupan di muka bumi. Selama perputaran waktu itu banyak hal yang terjadi di muka bumi ini, terutama perubahan gejala alam. Manusia tunduk pada kekuasaan Tuhan, Sang Penguasa Jagad Raya.

Manusia hanyalah makhluk kecil di tengah alam semesta yang begitu agung. Relasi erat dengan alam membuat perayaan tahun baru Imlek menjadi momentum pengungkapan syukur dan terima kasih atas kebaikan alam. Syukur itu hendaknya diwujudkan dengan menjaga dan melestarikan alam.

Lingkungan dan alam adalah harta kita bersama, warisan seluruh umat manusia, dan tanggung jawab semua orang. Untuk itu perlu visi mewujudkan perubahan relasi manusia dengan alam dan antarmanusia yang secara universal mengajak seluruh umat manusia agar bergerak menyelamatkan bumi sebagai rumah bersama.

Ternyata selama ini telah tercipta utang ekologis antara utara dan selatan. Negara-negara selatan yang mayoritas berada di daerah tropis memiliki potensi hutan dan kekayaan alam yang berkontribusi penting bagi revitalisasi lingkungan hidup.

Selanjutnya adalah: Polusi, kebakaran hutan, pembalakan liar, hingga disfungsi sungai

Advertisement

Disfungsi Sungai

Polusi, kebakaran hutan, pembalakan liar, hingga disfungsi sungai juga menjadi masalah serius di tengah kelembaman hukum yang semakin masif. Akhirnya, di tengah krisis relasi antarumat manusia dewasa ini dibutuhkan misi pemersatu seperti upaya memulihkan bumi (heal the world).

Setiap pemimpin umat beragama perlu mengundang semua orang keluar dari zona nyaman untuk menghadapi berbagai perubahan nyata dewasa ini. Ini termasuk bagi umat yang merayakan tahun baru Imlek, semangat memulihkan bumi juga sejalan dengan memaknai tahun baru Imlek.

Perayaan tahun baru Imlek tidak melulu identik dengan kemeriahan, namun juga menjadi momentum untuk berefleksi atas anugerah alam. Kerusakan lingkungan yang akut dan kesadaran manusia yang masih sulit bertumbuh hendaknya mendorong setiap umat beriman untuk berbuat sesuatu sekalipun sederhana.

Tahun baru Imlek mengusung makna kebaikan alam dan menggerakkan upaya timbal balik dari manusia guna memulihkan relasi mereka dengan alam semesta sebagai rumah bersama.

Perayaan tahun baru Imlek sejatinya perayaan syukur dan hormat kepada Sang Khalik atas karunia alam semesta yang telah memberi anugerah kehidupan bagi setiap insan. Selamat Tahun Baru Imlek 2569 Kongzili, Xin Nian Kuai Le!

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif