Jogja
Rabu, 14 Februari 2018 - 19:40 WIB

Deklarasi Jogja Damai Jangan Hanya Jadi Macan Kertas

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gubernur DIY Sri Sultan HB X (empat kiri) bersama Kapolda DIY, Danrem 072 Pamungkas, Danlanal DIY, Danlanud Adisucipto serta enam pemuka agama (Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha dan Konghucu serta sejumlah tokoh masyarakat bergandengan tangan dalam "Deklarasi Jogja Damai Tolak Intoleransi dan Radikalisme" di Bangsal Kepatihan, Jogja Rabu (14/2/2018). (Gigih M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)

Pimpinan di DIY bersama tokoh agama dan masyarakat mendeklarasikan Jogja damai.

Harianjogja.com, JOGJA–Unsur pimpinan di DIY bersama dengan pemuka agama, tokoh masyarakat dan segenap organisasi masyarakat (ormas) mendeklarasikan Jogja Damai Menolak Kekerasan, Intoleransi dan Radikalisme. Semua pihak diharapkan konsisten menjaga keberagamaan, agar isi deklarasi tidak hanya menjadi macan kertas.

Advertisement

Deklarasi Jogja Damai Menolak Kekerasan, Intoleransi dan Radikalisme berlangsung di Bangsal Kepatihan, Rabu (14/2/2018). Hadir dalam acara tersebut Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dofiri, Komandan Korem 072/Pamungkas Kolonel Kav Muhammad Zamroni, Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY Kiai Haji Thoha Abdurrahman, Romo Vikep Florentinus Harto Subono, Pemuka Agama Hindu Ida Bagus Agung dan beberapa tokoh serta petinggi lainnya.

Pembacaan deklarasi dipandu oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY Agung Supriyono dan kemudian diikuti oleh ratusan peserta yang hadir. Deklarasi berisi lima hal, yakni menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); mengecam segala bentuk kekerasan dan tindak anarkis yang mengatasnamakan agama; mengajak seluruh masyarakat DIY untuk tetap menjaga kerukunan, cinta damai dan toleransi antar umat beragama.

Deklrasi itu juga ingin menjadikan DIY sebagai daerah terdepan dalam perlawanan terhadap paham dan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI; dan mengecam pelaku kekerasan, intoleransi dan radikalisme, serta mengusut secara tuntas sesuai aturan hukum yang berlaku.

Advertisement

Sri Sultan HB X menyatakan Deklarasi Jogja Damai Menolak Kekerasan, Intoleransi dan Radikalisme adalah momentum yang tepat, sebab Bumi Mataram dinilai sudah tidak lagi berhati nyaman dan damai setelah serangkaian aksi intoleran. Ia bahkan menyebut, dari laporan yang diterima, DIY termasuk wilayah sasaran dengan jumlah kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di peringkat atas. Kasusnya beragam, mulai dari penyegelan rumah ibadah dan diskriminasi atas nama agama.

Terbaru, seorang pemuda bernama Suliyono, dengan bersenjatakan pedang, menyerang orang-orang yang sedang beribadah di Gereja St Lidwina Bedog, Sleman pada Minggu (11/2/2018). Akibatnya, seorang pastor, tiga orang jemaah dan satu polisi terluka.

Ia berkeinginan mengembalikan DIY sebagai daerah yang aman, tentram dan toleran kepada mereka yang berbeda. Oleh karena itu HB X meminta semua pihak konsisten. “Penandatatangan ini adalah pertaruhan. Kami harus berkomitmen dan kosnsiten. Jika setelah deklarasi ini masih ada [tindakan intoleransi], ya paling sedikit kami ditertawakan. ‘Nah benar kan hanya macan kertas saja’,” ucapnya.

Advertisement

Tingginya tingkat intoleransi di DIY, sambungnya, perlu menjadi catatan tersendiri bagi bupati/walikota untuk dijadikan bahan penanganan sejak dini. Sehingga jika ada potensi intoleransi, masyarakat sendiri siap menangkalnya. Adapun pemuka agama diharapkan menjadi teladan dan pelopor terjalinnya kerukunan hubungan antar pemeluk agama, guna membentengi umat dari free rider yang berpotensi merusak kebinnekaan.

Sedangkan untuk aparat intelejen, Gubernur menyebut semua jajaran mesti menelisik bahaya laten ancaman kamtibmas di tahun politik ini, supaya nantinya tidak kecolongan. Meskipun DIY bukan peserta pilkada serentak, tapi suatu peristiwa di luar, yang dipicu oleh ucapan atau tindakan provokatif dinilai bisa menjalar dan berdampak pada kohesi sosial di DIY.
Ia juga mengajak segenap masyarakat untuk membangun Taman Perdamaian dengan menggantikan “teriak beringas dan kepal amarah dengan salam damai bagi Jogja dan Indonesia.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif