MKD menyebut pasal 245 UU MD3 yang mensyaratkan izin presiden untuk pemeriksaan anggota DPR sebagai upaya mencegah kriminalisasi.
Solopos.com, JAKARTA — Ketua Mahkamah Dewan Kehormatan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa syarat izin presiden untuk pemeriksaan anggota DPR yang diatur UU MD3 sebagai antisipasi terhadap kriminalisasi.
Poin yang terdapat dalam pasal 245 UU MD3 itu berbunyi pemanggilan anggota DPR harus melalui persetujuan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan MKD. Menurutnya, ada beberapa contoh proses hukum yang disebutnya kriminalisasi.
“Sudah ada beberapa contoh misalnya anggota DPR diproses di Polres karena laporan-laporan, ada tujuan tertentu untuk mengkriminalisasi. Ada anggota DPR tiba-tiba dipanggil Polres padahal permasalahan kasusnya belum jelas,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Selasa (13/2/2018).
Dasco menjamin bahwa meski harus melalui pertimbangan MKD untuk memanggil anggota DPR, tapi cara itu tidak akan menghambat proses hukum.
“Dalam Pasal 245 disebutkan MKD memberikan pertimbangan sehingga kalau kami sudah memberikan pertimbangan maka Presiden mengizinkan. Tapi intinya dalam pasal tersebut Presiden wajib meminta pertimbangan MKD,” katanya.
Meski demikian, dia menyebutkan bahwa pasal 245 tidak berlaku untuk tindak pidana yang tidak ada hubungannya dengan tugas legislatif atau soal tindak pidana khusus dan tertangkap tangan.
“Tapi kalau ditanya dalam jangka waktu berapa lama memberikan pertimbangan, mungkin tidak akan lama, yang penting MKD cukup waktu memperlajari berkasnya dan cukup melakukan penyelidikan ke aparat penegak hukum,” ujar Waketum Partai Gerindra itu.
Sebelumnya, sejumlah pengamat menilai UU MD3 akan mempersulit proses hukum dari seorang anggota DPR kalau dinilai melakukan pelanggaran hukum.
Pasal 245 UU MD3:
1. Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
2. Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;
b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau
c. disangka melakukan tindak pidana khusus.