Jogja
Jumat, 9 Februari 2018 - 08:41 WIB

Ada Bekas Tambang dengan Terowongan Vertikal Zaman Belanda di Kulonprogo

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petugas BPCB DIY meninjau lokasi bekas tambang mangan yang berada di Dusun Kliripan, Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kamis (8/2/2018). (Beny Prasetya/JIBI/Harian Jogja)

BPCB DIY kunjungi lokasi bekas tambang mangan.

Harianjogja.com, KULONPROGO–Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta (BPCB DIY) mengunjungi lokasi Bekas Tambang Mangan di Kliripan, Hargorejo, Kokap, Kulonprogo Kamis (8/1/2018). Lokasi bekas tambang itu dikabarkan bakal dijadikan kawasan cagar budaya.

Advertisement

Ketua Unit Kerja Penyelamatan dan Pengamanan Cagar Budaya BPCB DIY, Dendi Eka mengungkapkan belum bisa memutuskan lokasi bekas tambang mangan itu menjadi kawasan cagar budaya. Pasalnya kunjungan yang dilakukan Kamis baru sebatas pendataan lokasi dan benda-benda yang dulunya dipakai masyarakat untuk menambang.

“Akan kami laporkan kepada pimpinan, kami ditugaskan dari kantor atas laporan dari berita tentang mangan ini dan apa yang kami peroleh akan kami teruskan,” jelasnya, Kamis.

Advertisement

“Akan kami laporkan kepada pimpinan, kami ditugaskan dari kantor atas laporan dari berita tentang mangan ini dan apa yang kami peroleh akan kami teruskan,” jelasnya, Kamis.

Dalam pendataan awal tim BPCB DIY mendapatkan data berupa alat-alat pertambangan, peta lokasi tambang, dan foto dokumentasi penambangan. Untuk lokasi tambang, Tim BPCB DIY belum bisa memasuki area terowongan tambang karena tertutup oleh longsor dan air yang menggenang.

Dari keempat pintu tambang, terowongan Sunoto yang didatangi BPCB DIY tidak bisa dimasuki karena pintu terowongan tertutup longsoran. Sedangkan untuk terowongan ITB yang berjenis terowongan vertikal juga mengalami hal serupa yaitu tertutup tertimbun air. Keempat terowongan itu juga saling terintegrasi.

Advertisement

Namun secara pribadi, Dendi mengatakan keunikan tambang mangan ini ialah terkait adanya terowongan vertikal. Selain itu, tambang mangan menjadi lokasi tambang pertama di DIY yang dijadikan cagar budaya atau kawasan cagar budaya.

“Kalau dilihat ada terowongan vertikal dan memiliki terowongan yang horizontal, itu cukup menarik untuk dijadikan sebuah lokasi edukasi. Karena bayangan kita sebagai orang awam tambang itu selalu horizontal, untuk vertikal ini bagaimana untuk masuk dan keluar. Hal itu merupakan hal yang unik untuk edukasi,” jelasnya.

Hanya saja Dendi kembali menekankan bahwa kunjungan BPCB DIY kali ini belum bisa memutuskan apa-apa. Sesuai UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya, walaupun tambang mangan telah berdiri lebih dari 50 tahun, hal itu belum menyatakan bahwa tambang zat untuk campuran besi dan baja itu bisa dinyatakan langsung sebagai tambang.

Advertisement

“Kami akan melakukan kajian, penelitian terlebih dahulu. Kemudian baru penetapan. Kami juga tidak bisa sendiri dalam kajian dan penetapan, karena kami akan meminta bantuan dari institut pertambangan. Tergantung dari kegunaan sebagai ilmu pengetahuan sejarah dan lain sebagainya,” jelasnya.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Kulonprogo, Untung Waluyo mengungkapkantambangn mangan itu berdiri pada era penjajahan Belanda. Area bekas tambang itu sleuas 8.860 meter persegi. Menurutnya, apabila lahan bekas tambang ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya maka pemeirntah punya landasan untuk mengembangkan kawasan tersebut.

“Dua hal yang perlu diperhatikan, adalah pertama terkait pelestarian budaya tambang mangan dan budaya pertambangan yang dulu pernah ada. Kedua ialah penggunaan kembali sebagai pengembangan destinasi budaya dengan pariwisata,” jelasnya.

Advertisement

Untung sebelumnya juga telah menginstruksikan masyarakat untuk mengumpulkan benda peninggalan tambang mangan. Sehingga ke depan Detail Engineering Desain yang telah disusun Dinas Kebudayaan di 2017 dapat dilakukan kajian teknisnya, setelah lokasi tambang dan bendanya dijadikan cagar budaya.

Dengan menggunakan dana istimewa sebesar Rp600 juta, Dinas Kebudayaan Kulonprogo akan membeli tanah lokais bekas tambang tersebut. Hal itu dilakukan karena lahan tambang mangan sejak dulu dimiliki oleh perseorangan. Beberapa perusahaan yang pernah mengelola hanya sebatas menggunakan lahan dengan sistem sewa kontrak. Sehingga pembangunan oleh pemerintah tidak bisa dilakukan bila status tanah masih bukan milik pemerintah.

“Dulu tanah pertambangan model kontrak dan sekarang milik privat, dan itu bisa dikembangkan jika ada kerelaan dari masyarakat pemilik tanah,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif