Jogja
Rabu, 7 Februari 2018 - 20:40 WIB

Ini Dia Plus Minus Bila Kereta Cepat Hadir di Jogja

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi

Persoalan efisiensi akan menjadi tantangan kereta cepat.

Harianjogja.com, JOGJA–Wacana perpanjangan kereta cepat sampai ke Jogja atau Solo bisa meningkatan efektivitas perjalanan penumpang. Namun, tantangan terbesar adalah soal efisiensi, di antaranya terkait dengan jumlah dan waktu pemberhentian.

Advertisement

Hal tersebut disampaikan oleh peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) Arif Wismadi terkait pernyataan Pemerintah Pusat yang membuka opsi perpanjangan rute kereta cepat, yang awalnya hanya dari Jakarta sampai Bandung namun diteruskan hingga ke Jogja atau Solo.

Arif menerangkan, efektivitas? adalah tentang memilih hal yang benar, sedangkan efisiensi adalah melaksanakan sesuatu dengan hal yang benar. “Saat kereta cepat yang jarak ekonomisnya adalah 300 kilometer dipilih hanya untuk jarak 140 kilometer dari Jakarta-Bandung misalnya, maka hal tersebut tidak efektif. Wacana untuk memperpanjang sampai jarak lebih dari 300 km akan menjadikannya lebih efektif,” ucapnya Rabu (7/2/2018).

Tantangan selanjutnya, sambung Arif, adalah soal efisiensi. Lebih spesifiknya tentang jumlah dan waktu pemberhentian. Jika waktu berhenti dan naik-turun penumpang di stasiun terlalu lama maka kereta cepat menjadi tidak efisien. Di sisi lain jika jumlah stasiun terlalu sedikit, maka volume penumpang tidak bisa mencapai target.

Advertisement

Ia merinci, pada rancangan saat ini, dari Jakarta-Bandung akan terdapat empat stasiun. Apabila, misalnya, perpanjangan sampai ke Jogja atau Solo akan menambahkan sampai 10 pemberhentian, dan bila tiap stasiun berhenti dua hingga tiga menit, maka sudah ada tambahan sekitar 30 menit.

Selain itu, Arif juga menyoroti tentang harga kereta cepat yang kemungkinan akan mahal jika rutenya diperpanjang. Sebagai acuan, dengan jarak Jakarta-Bandung yang sejauh 140 km saja, tarif moda transportasi itu dipatok sebesar Rp200.000. Dengan demikian, untuk rute Jakarta-Jogja, dengan jarak lebih dari 500 km, tarifnya diprediksi akan mencapai setidaknya Rp700.000.

“Jika itu yang terjadi, harga dan layanan kereta cepat tidak dapat bersaing dengan pesawat yang waktu tempuhnya hanya 55 menit dan harganya lebih murah,” imbuh dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (UII) ini.

Advertisement

Agar lebih efisien ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Di antaranya adalah membatasi jumlah pemberhentian, waktu perhentian harus diperpendek dan mengintegrasikan kereta cepat dengan kereta reguler untuk mengumpulkan demand dari stasiun-stasiun sekitar pemberhentian. Integrasi juga dilakukan dengam moda lain agar demand bisa lebih tinggi.

Terkait keuntungan yang akan diperoleh DIY, jika opsi perpanjangan rute kereta cepat terwujud, Arif menyatakan DIY akan mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan dampak dari peningkatan mobilitas regional. “Mobilitas ini akan meningkatkan potensi interaksi, dan transaksi antar pelaku usaha dan kegiatan budaya di wilayah yang lebih luas.”

Sebelumnya, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY juga menyambut baik opsi perpanjangan jalur kereta cepat yang digulirkan Pemerintah Pusat. Keberadaan kereta cepat dinilai akan semakin mempermudah aksesibilitas dari dan menuju Bumi Mataram. Pilihan moda transportasi pun akan lebih beragam.

Manajer Humas PT KAI Daops VI Jogja Eko Budiyanto pun menyatakan perpanjangan rute merupakan hal yang baik. “Jelas [lebih baik jika diperpanjang]. Memang sudah saatnya Indonesia memiliki kereta cepat, karena mobilitas masyarakat semakin meningkat,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif