Soloraya
Rabu, 7 Februari 2018 - 08:35 WIB

9 Pasar Tradisional Klaten Mati, Ini Penyebabnya

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto Pasar Tradisional JIBI/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat

Sembilan pasar tradisional di Klaten kini dalam kondisi mati karena tak ada pedagang.

Solopos.com, KLATEN — Sembilan dari total 84 pasar tradisional di Klaten dinyatakan sudah mati lantaran jumlah pedagang minim bahkan ada yang tanpa pedagang. Tren masyarakat lebih memilih berbelanja pada pedagang keliling disebut-sebut menjadi salah satu penyebab matinya pasar-pasar tersebut.

Advertisement

Pelaksana Tugas (Plt) Kabid Pengelolaan Pasar Dinas Perdagangan Koperasi (Disdagkop) dan UKM Klaten, Hery Susilo, mengatakan matinya pasar-pasar itu sudah berlangsung lama. Ia mencontohkan salah satu pasar di wilayah Kecamatan Karangnongko. Pasar tersebut berubah menjadi depo pasir lantaran tak ada pedagang yang berjualan di tempat tersebut.

“Ada yang tidak dipakai sama sekali. Karena tidak digunakan untuk berjualan, akhirnya dimanfaatkan untuk depo pasir. Kami sudah cek ke sana dan memperingatkan pihak yang memanfaatkan lahan itu. Saat ini sudah tidak dimanfaatkan lagi,” kata Hery saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (6/2/2018).

Advertisement

“Ada yang tidak dipakai sama sekali. Karena tidak digunakan untuk berjualan, akhirnya dimanfaatkan untuk depo pasir. Kami sudah cek ke sana dan memperingatkan pihak yang memanfaatkan lahan itu. Saat ini sudah tidak dimanfaatkan lagi,” kata Hery saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (6/2/2018).

Penyebab matinya aktivitas pasar beragam. Tak adanya regenerasi pedagang di satu pasar membuat jumlah pedagang kian menyusut. Selain itu, pedagang sayur keliling yang bermunculan bisa juga menyebabkan kondisi pasar sepi pembeli hingga pedagang memilih pindah lokasi berjualan.

“Bisa jadi keengganan masyarakat ke pasar itu karena sekarang ingin praktis. Beli sayur atau kebutuhan lain cukup melalui pedagang keliling,” urai dia.

Advertisement

Soal upaya meramaikan aktivitas jual-beli pasar tradisional, ia menjelaskan di sejumlah pasar pedagang membuat aneka kegiatan agar warga berdatangan ke pasar tradisional. Pentas wayang kulit menjadi salah satu cara para pedagang meramaikan pasar.

Hery menambahkan rehab pasar juga menjadi cara meramaikan pasar. Dari 84 pasar tradisional, sebanyak 48 pasar dikelola Pemkab. Dari jumlah itu, 16 pasar sudah direhab secara bertahap selama beberapa tahun terakhir.

“Kalau untuk meramaikan pasar tradisional dari dinas ya melakukan rehab serta promosi-promosi ke masyarakat,” ungkapnya.

Advertisement

Salah satu pasar tradisional yang dinyatakan dalam kondisi mati yakni Pasar Bendogantungan, Desa Sumberejo, Kecamatan Klaten Selatan. Pasar itu sudah dibongkar belum lama ini menjadi bagian dari proyek pembangunan ruko Desa Sumberejo. Namun, belakangan proyek pembangunan ruko dihentikan sementara lantaran belum berizin.

Salah satu warga, Ny. Joko, 50, menuturkan jumlah pedagang yang tersisa dari pasar tersebut hanya dua orang. Kedua pedagang itu kini pindah lokasi berjualan tak jauh dari tempat tersebut. Pasar sepi sejak bertahun-tahun lalu.

“Kalau setahu saya dulu jumlah pedagang sekitar 10 pedagang. Ya karena pasarnya sepi pembeli sehingga jumlah pedagang menyusut. Bisa saja karena banyaknya pedagang keliling itu,” kata dia.

Advertisement

Berikut sembilan pasar tradisional di Klaten yang sudah mati:
1. Pasar Dadapan di Dompyongan, Jogonalan
2. Pasar Logede di Logede, Karangnongko
3. Pasar Gemampir di Gemampir, Karangnongko
4. Pasar Bendogantungan di Bendogantungan, Klaten Selatan
5. Pasar Mundu di Mundu, Tulung
6. Pasar Klodran di Klodran, Kayumas, Jatinom
7. Pasar Mandungan di Randusari, Prambanan
8. Pasar Krakitan di Krakitan, Bayat
9. Pasar Ngaran di Kuncen, Ceper
Sumber: Disdagkop dan UKM Klaten.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif