News
Selasa, 6 Februari 2018 - 17:00 WIB

Hina Presiden Langsung Kena Pidana, Menkumham Bantah Pesanan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menkumham Yasonna H. Laoly berdialog dengan tahanan di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB Kota Pekanbaru, Riau, Minggu (7/5/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Priyatno)

Menkumham menjelaskan pasal penghinaan presiden yang masuk delik umum bukan merupakan pesanan dari Presiden Jokowi.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly berjanji akan memperdalam pembahasan pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) agar tidak dianggap multitafsir.

Advertisement

Yasonna menjelaskan definisi menghina dan mengkritik berbeda. Menurutnya, tidak salah jika seseorang mengkritik pemerintah atau presiden. Akan tetapi, menghina adalah persoalan personal seorang simbol negara.

“Enggaklah [kalau subjektivitas]. Nanti diatur yang bagus. Kami kan dengar [masukan] semua,” tuturnya di Komplek Istana Kepresinan, Selasa (6/2/18).

Selasa (6/2/2018), DPR menggelar rapat membahas RUU KUHP dengan pemerintah. Rapat itu membahas isu-isu yang masih tertunda untuk dibahas, seperti pasal penghinaan kepala negara.

Advertisement

Menurutnya, pembahasan RUU KUHP sudah dibahas selama 30 tahun lebih, dan pembahasan penghinaan terhadap kepala negara sudah disinggung pada pemerintahan sebelumnya.

“Kita ini kan tidak mau membuat sesuatu menjadi sangat liberal, sehingga orang can do anything the want atas nama kebebasan. Ga gitu dong,” tambahnya.

Yasonna juga menampik bahwa pembahasan pasal ini merupakan pesanan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keberadaan pasal tersebut, lanjut Menkumham, sudah ada dalam draf RUU yang lama.

Advertisement

Kendati demikian, pihaknya mengaku pasal penghinaan kepala negara dalam RUU KUHP masih terus dibahas. Karena itu, aturan teknis masih perlu diperdalam.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif