Soloraya
Sabtu, 3 Februari 2018 - 12:15 WIB

HUT KOTA SOLO: Isu Plagiarisme Desain Logo HUT ke-273 Kota Solo Jadi Sorotan

Redaksi Solopos.com  /  Farida Trisnaningtyas  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - gong jawa vector/google.com

Isu plagiarisme desan logo HUT ke-273 Kota Solo jadi sorotan.

Solopos.com, SOLO—Sejumlah kalangan menyesalkan hasil Lomba Desain Logo Hari Jadi ke-273 Kota Solo yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Pasalnya, logo yang ditetapkan sebagai pemenang itu terindikasi tidak otentik.

Advertisement

Padahal, salah satu kriteria desain logo adalah belum pernah digunakan atau tidak plagiat. Logo juga seharusnya belum pernah dipublikasikan. Fakta itu membuat miris pemerhati Kota Solo. (baca: AGENDA WISATA SOLO : HUT Kota Solo! Ini Calendar Event Solo Februari 2017)

Penelusuran Solopos.com, Pemkot Solo telah mengumumkan nama pemenang melalui website resmi Pemkot, yakni surakarta.go.id. Dituliskan, Hikam Abqory, warga Gang Delima X No 63 Jajar RT 001 RW 004 Jajar, Laweyan sebagai pemenang Lomba Desain Logo Hari Jadi Kota Solo.

Hal itu berdasar pada Nota Dinas Nomor 045.2/201 tanggal 24 Januari 2018 dari Asisten Administrasi Umum Sekda Kota Surakarta mengenai Laporan Hasil Lomba Desain Logo Hari Jadi Kota Sala ke 273.

Advertisement

Bagian yang paling disoroti dari keseluruhan logo tersebut adalah gambar Bima yang ditempatkan di atas angka 273. Desain Bima yang sedang bertarung melawan naga tersebut sudah terpampang di sebuah blog yaitu http://ogerdrive.blogspot.co.id/2008/12/bratasena-vs-buto-naga.html tertanggal 9 Desember 2008. Desain tersebut adalah desain sebuah gambar kaus yang diberi judul oleh penulisnya Bratasena vs Buto Naga.

ogerdrive.blogspot.co.id/2008/12/bratasena-vs-buto-naga.html

Selain itu, logo tersebut juga terpampang dalam salah satu website penjualan barang satubaju.com. Sebuah kaus hitam dengan gambar Bima melawan naga diberi judul Kaos I Love Indonesian Wayang 11 (SB6AH) yang dijual dengan harga Rp98.000.

Advertisement

Selain gambar Bima, sorotan juga diarahkan pada gambar gong yang ada di belakang tulisan Kota Sala. Jika mencari dengan kata kunci gong vektor pada mesin pencari Google, logo gong yang sama akan muncul di halaman pertama paling atas. Foto itu rupanya berasal dari www.freepik.com/free-photos-vectors/gong. Gambar itu diunggah sekitar tiga tahun lalu.

gong jawa vector/google.com

Dosen Desain Komunikasi Visual (Deskomvis) FSRD Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Bedjo Riyanto, mengatakan logo adalah identitas atau simbol yang menjadi perwujudan atau gengsi dari institusi atau produk atau apa yang disimbolkan. Maka, logo seharusnya original, kreatif, komunikatif, dan relevan atau punya konteks dengan yang disimbolkan.

Memang ada dua hal, pertama, logo dari sisi kepentingan si pembuat dengan pendekatan konsep filosofi, desain dan lainnya. Kedua, logo menurut persepsi pemakai logo. Kadang kala, keduanya beda.

“Mungkin kalau dilihat pembuatan logo ideal ada banyak unsur. Tapi, oleh pengguna, mungkin malah dikaitkan dengan fengshui, pawukon, kepercayaan. Karena ada bentuk dan warna yang dikaitkan dengan tradisi, gugon tuhon, mistis atau mitos tertentu,” kata dia saat dihubungi Solopos.com, Jumat (2/2/2018).

Ia menilai logo HUT Kota Solo bisa dikaitkan dengan masalah menyalahi hak cipta sehingga tidak layak untuk digunakan. Apalagi, hal itu bersinggungan dengan kepentingan publik.

“Kalau pendekatan estetik seperti pilihan warna, itu kontekstual. Kalau itu melanggar hak cipta, itu sudah seperti kriminal. Itu sama saja mencuri dan bisa dituntut secara hukum,” tutur anggota Dewan Kesenian Kota Solo itu.

Lebih lanjut, karena hasil lomba sudah diumumkan bahkan launching saat CFD lalu, Bedjo justru mempertanyakan komitmen Pemkot dalam perlindungan hak cipta. Kalau Pemkot merasa hak cipta adalah sesuai yang penting secara hukum, mestinya Pemkot menarik dan membatalkan logo tersebut.

“Karena itu jelas melanggar. Kecuali kalau mengambil dari internet yang menjadi hak umum. Tapi apapun itu, dari sisi kreativitas logo itu tak ada nilainya karena hanya membajak barang umum,” terangnya.

Namun, semua dikembalikan kepada Pemkot. Jika Pemkot bersikeras dengan keputusan dan mengabaikan unsur hak cipta dan reaksi publik, ia mempersilakan.

“Mungkin saja Pemkot menganggap itu sekadar logo,” katanya.

Anggota Komisi I DPRD Solo, Ginda Ferachtriawan, menyesalkan adanya dugaan unsur plagiarisme tersebut. Ia khawatir citra Kota Solo bakal tercoreng karena kasus itu.

“Sangat disayangkan jika orisinalitas karya masih diragukan, padahal seharusnya lomba itu mengadu ide dan kreativitas,” kata dia.

Ia berpendapat sebaiknya panitia dapat memberi klarifikasi terkait adanya materi yang diambil dari internet. Karena idealnya, apabila memang mengambil materi dari internet semestinya dicantumkan sumbernya.

“Mohon panita juga memberi penjelasan terkait logo yang menggunakan kata Kota Solo.  Apakah betul langsung terdiskualifikasi karena pada pengumuman lomba , contoh yang ada juga menggunakan kata “Kota Solo”,” jelasnya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif