Kolom
Selasa, 30 Januari 2018 - 06:00 WIB

GAGASAN : Verifikasi Partai Politik

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Agus Riewanto (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (22/01/2018). Esai ini karya Agus Riewanto, doktor Ilmu Hukum dan pengajar di Fakultas Hukum serta Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret. Alamet e-mail penulis adalah agusriewanto@yahoo.com.

Solopos.com, SOLO–Hari-hari ini di tengah ingar bingar pemberitaan pemilihan kepala daerah serentak, publik tak boleh lengah untuk mencermati proses verifikasi faktual partai politik calon peserta pemilihan umum 2019 yang  kini dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di semua tingkatan.

Advertisement

Jumlah partai politik yang berstatus badan hukum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 73, yang dinyatakan lolos syarat administrasi dan akan diverifikasi faktual oleh KPU hanya 13 partai politik.

Verifikasi faktual dilakukan sejak 17 Oktober-17 Februari 2018 dan pada tanggal 18 Februari akan ditetapkan nomor urut partai politik peserta pemilihan umum 2019.

Dalam verifikasi faktual partai politik terdapat hal-hal rawan dan berpotensi terjadi kecurangan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam verifikasi faktual.

Advertisement

Dalam proses verifikasi administrasi dan faktual oleh KPU ini partai politik harus dapat memenuhi persyaratan administrasi sesuai UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD berupa status badan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pengurus partai politik 100% di seluruh provinsi, pengurus partai politik di 75 % jumlah kabupaten/kota, pengurus partai politik di 50 % jumlah kecamatan, pengurus partai politik memenuhi 30% keterwakilan perempuan di semua tingkatan, memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000 yang ditunjukkan dengan kartu tanda anggota, memiliki kantor tetap, punya nomor rekening atas nama partai politik, serta nama dan tanda gambar partai politik.

Selanjutnya adalah: Berdasarkan pengalaman verifikasi administrasi dan faktual

Berdasarkan Pengalaman

Advertisement

Berdasarkan pengalama verifikasi administrasi dan faktual partai politik peserta pemilihan umum 2004, 2009, dan 2014 ada sejumlah potensi rawan kecurangan yang juga akan terjadi pada verifikasi faktual partai politik pada 2018 ini untuk menjadi peserta pemilihanan umum pada 2019 mendatang.

Paling tidak terdapat 10 potensi kecurangan, yaitu ketidakpatuhan partai politik dalam penyerahan dokumen persyaratan sesuai jadwal tahapan; konspirasi (termasuk suap) partai politik calon peserta pemilihan umum dengan KPU dalam pelaksanaan verifikasi; dualisme kepemimpinan partai politik.

Kemudian, pemenuhan keterwakilan perempuan berdasarkan kebutuhan verifikasi partai politik di luar jadwal; verifikasi faktual keberadaan kantor partai politik calon peserta di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota; pemenuhan susunan pengurus berdasarkan verifikasi partai politik; tidak ada verifikasi faktual terkait keterpenuhan syarat memiliki 50% kepengurusan di tingkat kecamatan.

Selanjutnya adalah ketertutupan metodologi sampling yang digunakan KPU dalam melakukan verifikasi faktual jumlah anggota partai politik di setiap kabupaten/kota; pendaftaran partai politik dan penyerahan kelengkapan persyaratan pada hari terakhir pendaftaran partai politik calon peserta pemilihan umum; dan tidak terpenuhinya persyaratan administrasi dan faktual (kelengkapan dan keabsahan) partai politik calon peserta pemilihan umum.

Advertisement

Dari 10 potensi kecurangan itu tampak jelas bahwa aktor yang berpotensi melakukan kecurangan adalah KPU dan pengurus partai politik. KPU sebagai pelaksana verifikasi dan pengurus partai politik sebagai aktor yang diverifikasi. Layaknya sebuah konspirasi politik, kedua institusi ini memiliki peran timbal balik dan resiprokal.

Selanjutnya adalah: Menunjukkan integritas moral dan bekerja profesional

Integritas Moral

Advertisement

Artinya, jika salah satu institusi ini dapat menunjukkan integritas moral dan bekerja profesional maka sesungguhnya kecurangan tak mungkin terjadi. Sebaliknya, jika salah satunya tidak jujur maka kecurangan pasti terjadi.

Secara filosofis urgensi pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilihan umum oleh KPU ini dalam konteks pelembagaan demokrasi adalah dalam rangka menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilihan umum.

Jumlah partai politik relatif sedikit akan mempermudah proses penyelenggaraan pemilihan umum karena efisien dari sisi biaya dan memudahkan pemilih memilih partai politik dan mengidentifikasi diri mereka terhadap partai politik tertentu (volatile voting behavior).

Sejarah pemilihan umum di Indonesia telah membuktikan jumlah peserta pemilihan umum yang multipartai ekstrem, seperti pemilihan umum 1999 diikuti 48 partai politik, pemilihan umum 2004 diikuti 24 partai politik, pemilihan umum 2009 diikuti 44 partai politik, dan pemilihan umum 2014 diikuti 12 partai politik telah melahirkan problem multikompleks.

Problem itu adalah angka golongan putih (golput) tinggi, biaya pemilihan umum mahal, pelanggaran pidana dan administrasi pemilihan umum yang spektakuler, gugatan sengketa pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi yang banyak, dan yang paling menonjol adalah kejenuhan pemilih dalam menentukan partai politik pilihan mereka di surat suara.

Selanjutnya adalah: Kunci utama dan pertama mendesain penyederhanaan

Advertisement

Kunci Utama

Itulah sebabnya verifikasi partai politik oleh KPU dalam sistem pemilihan umum dapat menjadi kunci utama dan pertama dalam mendesain penyederhanaan jumlah partai politik peserta pemilihan umum.

Ini berpotensi membuat pemilihan umum berbiaya murah, efektif, dan memudahkan pemilih menyalurkan aspirasi karena jumlah partai politik peserta pemilihan umum yang relatif sedikit.

Publik kini menaruh perhatian dan mendorong KPU agar dapat bekerja secara independen dan profesional dalam memverifikasi partai politik dengan menegakkan syarat-syarat administrasi yang ketat bagi partai politik untuk dipenuhi dan ditaati. Tugas KPU adalah mengawal dan melakukan proses verifikasi partai politik ini secara jujur, akurat, dan transparan.

Menurut Guess and Gueorguieva dalam buku Dysfuctional Decentralization: Election Management in Theory and Practice (2008),  salah satu ciri negara yang mampu mengembangkan demokrasi yang stabil, indikasi pertamanya adalah kemampuan penyelenggara pemilihan umum (KPU) menegakkan aturan administrasi pemilihan umum secara parsial dan bertangung jawab, termasuk dalam verifikasi partai politik calon peserta pemilihan umum.

KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota di seluruh Indonesia tidak boleh tergiur oleh siasat pengurus partai politik yang berkeinginan kuat menjadi peserta pemilihan umum 2019 dengan merancang aneka modus kejahatan dalam pemenuhan syarat-syarat administrasi untuk menjadi peserta pemilihan umum. Kerja KPU dalam memverifikasi partai politik akan menjadi sangat berharga bagi masa depan penyelenggaraan pemilihan umum, khususnya pemilihan umum 2019.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif