Jogja
Jumat, 26 Januari 2018 - 12:20 WIB

Ini Alasan Hutan Menoreh Dipilih untuk Melepas Liar Elang Langka

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu burung pemangsa berjenis Elang Ular Bido (Spilornis cheela) yang akan dilepasliarkan oleh Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jogja bersama sejumlah organisasi yang bergerak di bidang konservasi satwa liar dan pemerhati lingkungan, Kamis (25/1/2018). (Uli Febriarni/JIBI/Harian Jogja)

Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jogja bersama sejumlah organisasi yang bergerak di bidang konservasi satwa liar dan pemerhati lingkungan, melepasliarkan 2 elang langka

 
Harianjogja.com, KULONPROGO- Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jogja bersama sejumlah organisasi yang bergerak di bidang konservasi satwa liar dan pemerhati lingkungan, melepasliarkan Elang Ular Bido (Spilornis cheela) dan Alap-Alap Sapi (Falco moluccensis) di kawasan Gunung Tumpeng, Dusun Gunung Kelir, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kamis (25/1/2018).

Advertisement

Baca juga :

Kepala BKSDA Jogja Junita Parjanti memprediksi, harapan hidup kedua burung setelah dilepasliarkan di alam bebas sekitar 60 %. Setelah tergantung dengan manusia, lanjutnya, burung-burung itu butuh waktu dan proses untuk hidup normal di habitatnya.

Ia menegaskan, pelepasliaran dilakukan setelah jiwa liar satwa-satwa tadi telah kembali muncul.

Advertisement

Menurutnya, raptor (burung pemangsa) merupakan predator teratas yang membantu keseimbangan ekosistem. Di Indonesia, keluarga raptor yang masuk dari family Accipitridae dan Falconidae termasuk satwa dilindungi Undang-Undang.

Salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) No.7/1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar dan Undang-Undang No.5/1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Semua kegiatan perburuan, perdagangan dan kepemilikan terhadap satwa tersebut adalah illegal, dan bisa diancam dengan pidana maksimal lima tahun atau denda Rp100 juta.

Advertisement

Tim memilih Desa Jatimulyo yang berada di ketinggian 800 Mdpl sebagai lokasi pelepasliaran karena kesesuaian habitat, kecukupan sumber pakan alami, serta kondisi masyarakatnya yang memiliki kesadaran akan konservasi. Pemerintah Desa Jatimulyo dan masyarakatnya telah memiliki kesadaran tinggi tentang konservasi.

Salah satu perwakilan pelepasliaran elang, Gunawan berharapan akan semakin banyak pihak yang peduli dan terlibat dalam melakukan konservasi satwa liar, termasuk aktivitas pelepasliaran raptor di wilayah DIY. Menurutnya, kegiatan ini juga dapat dijadikan sarana belajar dan juga penelitian.

Dalam kegiatan pelepasliaran itu, terdapat partisipasi dari sejumlah pihak seperti Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ), Raptor Indonesia (RAIN), YKEI/Suaka Elang, Center for Orangutan Protection, (COP), Kutilang Indonesia, Kopi Sulingan, Pemdes beserta masyarakat Jatimulyo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif