Jogja
Rabu, 24 Januari 2018 - 13:55 WIB

Trotoar di Jogja Dinilai Tak Ideal

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Trotoar (JIBI/Solopos/Dok)

Pemerintah dinilai berkontribusi dalam penyalahgunaan fasilitas publik tersebut

Harianjogja.com, JOGJA-Malafungsi trotoar masih banyak terjadi di Jogja baik untuk kegiatan ekonomi seperti parkir, iklan, maupun pembangunan halte Trans Jogja.

Advertisement

Pemerintah dinilai berkontribusi dalam penyalahgunaan fasilitas publik tersebut. Hal ini disimpulkan dalam dialog bertajuk Permasalahan Trotoar di Jogja yang diselenggarakan oleh Komunitas Perempuan Peduli  Pelayanan Publik (KP4) Kota Jogja bekerja sama dengan Ombudsman RI Perwakilan DIY pada Selasa (23/1/2018). Ketua ORI DIY Budhi Masthuri mengatakan, perlu dilakukan gerakan warga untuk mengidentifikasi praktik itu dan mendorong perubahan dan perbaikan.

Budhi menjelaskan pemerintah ikut berkontribusi salah satunya dengan menjadikan trotoar sebagai tempat pot bunga, halte maupun menghilangkan areal pejalan kaki itu dengan adanya pelebaran jalan. Selain itu, ada juga pengusaha hotel yang menghilangkan trotoar dengan menjadikan areal parkir mobil. “Pemerintah sendiri tidak cukup responsif terhadap hal seperti ini,” katanya.

Sejumlah titik di Kota Jogja sendiri sudah dilengkapi dengan trotoar yang cukup baik seperti di kawasan Malioboro sisi timur. Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan masih kurang. Budhi menyebutkan, berdasarkan testimoni peserta, ditemukan pula sampah berupa alat kontrasepsi di areal padat wisatawan itu.

Advertisement

Renny Anggriana Fragesty, salah satu penggagas KP4 DIY mengatakan masih banyak trotoar yang tidak nyaman khususnya bagi lansia dan difabel. Pelanggaran ini banyak terjadi baik dilakukan maupun dilihat oleh semua kalangan. Salah satunya seperti trotoar yang dijadikan jalan pintas sepeda motor menuju garis depan saat lampu merah dan menjadi areal displai kendaraan atau barang baru dari toko yang berlokasi di depan trotoar tersebut dengan alasan ruang toko yang terbatas.

Hanya saja pengawasannya masih longgar karena seringkali masyarakat tidak tahu harus mengadu kepada siapa. “Tiang listrik, pot, halte dan warung di trotoar itu kan kaitannya masing-masing dinas berbeda,” katanya.

Ia juga mempertanyakan peran pemerintah selama ini karena adanya pembiaraan. Malafungsi yang terjadi bisa saja merupakan bentuk tutup mata pemerintah atau malah memberikan izin atas tindakan tersebut. Karena itu, diskusi ini sekaligus sebagai awalan untuk membentuk kesadaran akan pengawasan tersebut. Wanita yang juga merupakan ketua dari Perkumpulan Narasita ini menjelaskan publik berperan besar terhadap fungsi trotoar khususnya akan banyaknya alih fungsi yang salah arah.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif