News
Rabu, 24 Januari 2018 - 16:00 WIB

Sandiaga Enggan Evaluasi 100 Hari di Jakarta, Alasannya Terlalu Dini

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. (JIBI/Solopos/Antara/Reno Esnir)

Sandiaga Uno enggan memberi evaluasi atau penilaian pencapaiannya dan Anies selama 100 hari di Jakarta karena terlalu dini.

Solopos.com, JAKARTA — Hari ini, Rabu (25/1/2018), Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan—Sandiaga Uno genap 100 hari memimpin Ibu Kota. Seperti pemimpin sebelumnya, masyarakat pasti menjadikan 100 hari kerja sebagai ajang untuk melakukan evaluasi kerja.

Advertisement

Namun, Sandiaga mengatakan dirinya enggan untuk menilai pencapaian yang telah dilakukannya dan Anies selama menjabat sebagai DKI 1 dan DKI 2. “Terlalu dini lah untuk mengevaluasi, tetapi biar masyarakat yang menilai,” ujarnya, Rabu (25/1/2018).

Dia menuturkan pemerintahan saat ini akan fokus untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan memperbaiki kualitas pendidikan. “Penciptaan lapangan kerja dan pendidikan yang tuntas berkualitas ini akan kami genjot. Pokoknya, tiada hari tanpa penciptaan lapangan kerja,” katanya.

Sandi mencontohkan, petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, berjumlah sekitar 500 orang. Selain menunaikan pekerjaan, dia ingin petugas PPSU dilatih dalam program OK OCE sehingga mereka juga bisa menjadi wirausahawan.

Advertisement

“Jadi, berbasis kecamatan kami ciptakan lapangan kerja. Jika ini berhasil jumlahnya bisa bertambah terus,” ucapnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Anies-Sandi sebagai pimpinan baru di Balai Kota DKI pada 16 Oktober 2017. Saat kampanye, Anies-Sandi melontarkan 23 janji kepada warga Jakarta, a.l. menolak reklamasi, OK Oce, OK Otrip, rumah DP Rp 0, serta membangun kampung dan kaum marjinal di Ibu Kota.

Namun, sejumlah program Anies-Sandi justru menjadi kontroversi. Kontroversi pertama adalah penutupan Jl. Jatibaru, Tanah Abang, dan menjadikannya sebagai tempat berjualan pedagang kaki lima (PKL). Langkah ini memang menguntungkan PKL, namun justru dinilai merugikan pedagang Pasar Tanah Abang, angkot, dan warga sekitar yang aksesnya tertutup. Kebijakan ini juga dianggap beberapa pengamat melanggar UU LLAJ.

Advertisement

Kontroversi berikutnya adalah keputusan Anies untuk melegalkan operasi becak di jalan raya. Hal ini dinilai sebagai kemunduran karena becak dinilai akan menimbulkan masalah baru di Ibu Kota.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif