Kolom
Selasa, 23 Januari 2018 - 05:00 WIB

GAGASAN : Pilkada, Demokrasi, dan Hantu Politik

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi demokrasi (nigerianeye.com)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (17/01/2018) dengan judul Demokrasi Kita dan Hantu Politik. Esai ini karya Muhammad Fahmi, dosen di IAIN Surakarta dan Doktor Kajian Budaya dan Media. Alamat e-mail penulis adalah fahmielhalimy@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Tahun 2018 sering dijuluki sebagai tahun politik. Pada tahun ini akan digelar 171 pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Setelah itu tahun berikutnya akan digelar pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden.

Advertisement

Muhammad Fahmi (Istimewa)

Jika kita melihat catatan masa lalu, hampir dua dekade terjadi transisi demokrasi di Indonedia dari Orde Baru ke era reformasi. Secara prosedural harus diakui sistem demokrasi kita saat ini jauh lebih baik dibanding era sebelumnya.

Utamanya dalam hal transisi kekuasan, kebebebasan pers, dan kebebasan berekspresi. Demokrasi meskipun tidak sempurna tapi saat ini menjadi mekanisme suksesi kekuasaan yang relatif aman. Jika kita melihat sejarah, kita akan temukan alih kekuasaan di Nusantara selalu beraroma amis darah, penuh intrik, dan bunuh membunuh.

Advertisement

Di Kerajaan Demak misalnya, Trenggono menghabisi kakaknya, Sekar Seda Lepen, agar bisa mewarisi kekuasan raja sebelumnya, Adipati Unus. Kerajaan Pajang berdiri setelah menghabisi Kerajaan Demak. Kerajaan Mataram berjaya setelah menghancurkan Kerajaan Pajang.

Dari Mataram pula kita mendengar Panembahan Senapati, pendiri Mataram, mengeksekusi menantunya, Wanabaya Ki Ageng Mangir, untuk secuil kekuasaan atas tanah perdikan Mangir. Berbeda dengan sistem kerajaan, pada sistem demokrasi transisi kekuasaan lebih berkeadaban, civilized.

Meskipun kenyataan saat ini menunjukkan demokrasi kita masih pada tahap demokrasi prosedural, belum sampai pada tataran substansial, kita harus mensyukuri keadaan ini. Paling tidak, sistem ini relatif menjamin suksesi kekuasaan tidak terjadi dengan cara-cara primitif dan brutal sebagaimana yang lazim terjadi pada masa dahulu.

Selanjutnya adalah: Demokrasi juga tidak hanya soal kekuasaan

Advertisement

Kekuasaan

Demokrasi juga tidak hanya soal kekuasaan, tapi juga membatasinya dengan aturan (order) pada periode dan masa tertentu. Berbeda dengan sistem anti demokrasi yang justru membuat kekuasan menjadi obsolut dan tidak terbatas.

Secara substansial harus diakui bahwa demokrasi prosedural yang kita jalankan saat ini dapat dikatakan belum berhasil melahirkan kepemimpinan (leadership) yang autentik. Fenomena ratusan kepala daerah dan pejabat negara terlibat dengan pelbagai kasus korupsi menjadi bukti bahwa demokrasi prosedural yang kita jalankan gagal menghasilkan pemimpin yang baik.

Advertisement

Apa itu pemimpin yang baik? Yaitu pemimpin yang salah satu indikasinya adalah tidak melakukan korupsi karena korupsi adalah tanda bahwa mereka tidak memerhatikan rakyat, sinyal bahwa mereka hanya mengejar keuntungan sendiri.

Keadaan ini membuat sebagian orang menjadi ”alergi” terhadap politik. Bagi mereka, dunia politik ibarat WC, jamban, tempat segala najis beranak-pinak. Orang jangan berharap bisa bersih di politik, malahan yang terjadi justru sebaliknya: sebelum masuk (jamban) politik orang begitu kritis terhadap bau dan najis, setelah masuk ia malah menikmatinya bahkan tidak jarang sambil merokok atau bermain gagdet.

Lantas, pertanyaannya adalah: apakah kita harus menjauhi dunia politik? Apakah orang-orang baik tidak boleh masuk politik? Apakah orang-orang baik tidak boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, calon anggota legislative, atau bahkan calon presiden, agar mereka tidak terkotori busuk dan najis dunia politik?

Selanjutnya adalah: Kalau orang baik tak mau masuk politik

Advertisement

Orang Baik

Daniel S. Lev, Indonesianis asal Amerika Serikat, menyatakan kalau orang baik-baik tidak mau masuk politik maka siaplah-siaplah dipimpin oleh hantu. Pemimpin atau politikus hantu adalah mereka yang tidak jelas jejak rekamnya.

Hantu adalah sosok imajinatif yang personanya sangat buruk dan menakutkan. Mengerikan tampilan sosoknya dan jahat wataknya. Tidak ada anak-anak yang berharap ketemu hantu. Meski demikian, terkadang anak-anak suka mendengar cerita-cerita hantu, bahkan di arena pasar malam tidak jarang didirikan ”istana hantu” untuk memuaskan rasa penasaran kita terhadap sosok misterius tersebut.

Begitu juga dalam konteks politik, meski banyak orang yang memandang miring pada sosok-sosok evil, ”hantu-hantu” di dunia politik, tapi terkadang orang juga menikmati gosip-gosip dunia politik. Buktinya, koran laris dan media massa akan ramai jika ada berita yang terkait dengan tokoh-tokoh politik.

Kasus Setya Novanto, mantan Ketua DPR, misalnya, membuat dunia maya dan media massa dominan dengan personifikasi ”tiang listrik”. Inilah yang oleh Freud (1856-1939) disebut dengan fiksasi, semacam tanda ”keterbelakangan mental”, akibat ada yang tidak tuntas dari tahap-tahap sosial-psikologi pada masa kecil yang membekas pada masa dewasa.

Advertisement

Setiap orang harus melewati fase oral, anal, dan genital; merambat, duduk, merangkak, berdiri, berjalan, berlari. Jika ada yang terlompati, akan berpengaruh pada fase dewasa seseorang. Orang yang belum tuntas fase oralnya pada masa kecil akan sangat mungkin menjadi pribadi yang sangat rakus, misalnya, ketika dewasa.

Bayi sebelum berjalan harus melewati masa merangkak dulu. Jika dia langsung berjalan, ada tahap yang terlompati dan ini nanti akan berpengaruh pada ketidakseimbangan hidup (unbalance) seseorang pada kemudian hari.

Dalam konteks ini, imajinasi kita yang belum terpuaskan pada sosok hantu membuat kita ambivalen, mendua: takut hantu tapi gemar menceritakannya. Benci politik tapi suka menikmati gosip-gosipnya. Akibatnya, seperti yang dikatakan Lev, dunia politik kita menjadi arena permainan para hantu: politikus hantu, pemimpin hantu, negarawan hantu, dan sebagainya.

Selanjutnya adalah: Orang-orang baik menghindari politik

Menghindari Politik

Ini disebabkan orang-orang baik menghindari politik, bahkan melecehkan jika ada orang baik-baik yang ingin masuk ke ranah politik atau mencalonkan diri untuk suatu jabatan tertentu. Orang baik jadi takut masuk politik, takut dibilang tidak lagi idealis, takut dibilang pragmatis, takut dituduh haus kekuasaan dan harta, dan sebagainya.

Budaya politik ibarat budaya pasar, segala jenis manusia dan barang ada di dalamnya. Sejatinya pasar menjadi arena pertukaran kebutuhan: barang, uang, atau bahkan jasa. Pasar menjadi tempat manusia memenuhi kebutuhan. Demikan juga politik.

Sejatinya politik menjadi arena meraih kekuasan dan menggunakannnya untuk kemaslahatan masyarakat (social order). Dalam proses meraih dan menggunakan kekuasaan tersebut tidak jarang terjadi penyimpangan. Laksana pedagang, ada yang berbudi luhur ada yang culas.

Politikus juga demikian, ada politikus hitam, ada politikus yang lurus. Ada pemimpin jujur ada pula yang korup. Yang penting bagi kita adalah menjaga keseimbangan: seperti pasar yang berjalan dengan hukum keseimbangan antara supply dan demand, pembeli dan penjual.

Jika tidak seimbang, akan ada kerugian: harga menjadi mahal atau murah sama sekali. Yang pertama merugikan konsumen dan yang kedua merugikan penjual. Demikian dalam politik, harus ada keseimbangan antara optimisme dan skeptisisme.

Jika orang hanya skeptis memandang dunia politik, siap-siaplah dunia politik akan diramaikan oleh yang tidak baik, orang yang tidak jujur; hantu-hantu dunia politik. Sebaliknya, jika kita over optimistic, terlalu optimis hingga mematikan daya kritis kita, siap-siaplah kita kecewa, karena hakikatnya proses politik itu penuh intrik, kasak kusuk, penuh kepentingan.

Publik harus mendukung, bersikap kritis, dan mengawal orang-orang baik untuk terlibat dalam proses politik di daerah, wilayah, dan negara kita. Sebaliknya, jika publik masa bodoh, siap-siaplah, hantu-hantu politik bergentayangan dan sukses memenangi pemilihan kepala daerah yang sebentar lagi akan digelar serentak di Indonesia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif