Kolom
Senin, 22 Januari 2018 - 05:00 WIB

GAGASAN : Perempuan Melawan Pelecehan Seksual

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Evy Sofia (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Selasa (16/01/2018). Esai ini karya Evy Sofia, alumnus Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Alamat e-mail penulis adalah evysofia2008@gmail.com. 

Solopos.com, SOLOEmpathy is seeing with the eyes of another, listening with the ears of another, and feeling with the heart of another (Alfred Adler).

Advertisement

Menggunakan waktu untuk berselancar di dunia maya telah menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat kekinian. Salah satu berita yang menarik perhatian saya beberapa hari terakhir adalah pelecehan seksual terhadap perempuan yang terjadi di angkutan umum.

Dalam berita yang menyertakan tautan video saat kejadian perkara itu tergambarkan peristiwa yang memprihatinkan. Seorang perempuan muda berpenutup muka tampak tertidur lelap di dalam kereta rel listrik (KRL).

Di sampingnya duduk seorang laki-laki berjaket warna gelap. Sebuah tas diletakkan di depan badan si laki-laki. Tangan laki-laki itu menjamah dada perempuan muda tersebut. Perempuan yang sedang tertidur lelap tidak menyadari peristiwa mengerikan yang terjadi pada dirinya.

Advertisement

Kejadian itu diketahui oleh penumpang kereta. Buktinya ada salah seorang penumpang yang merekam dan menyebarkan rekaman kejadian itu di Internet. Saya tidak mengerti pertimbangan apa yang ada di pikiran sang perekam.  Alih-alih menegur pelaku atau memberi tahu perempuan muda korban pelecehan seksual itu, dia lebih memilih merekam kejadian tersebut dan mengunggahnya di media sosial.

Konten itu rupanya cukup menarik minat pembaca. Di kolom komentar terdapat ratusan orang yang berpartisipasi menanggapi kejadian itu. Komentator yang bersimpati pada korban menunjukkan ekspresi geram atas tindakan pelaku. Mereka kompak mengutuk kekurangajaran laki-laki itu memanfaatkan kondisi korban yang sedang tidur nyenyak untuk melecehkan dia.

Warganet lainnya sibuk berkicau menanggapi aksi perekam video. Ada yang menganggap tindakan tersebut sudah tepat, ada pula yang menyayangkan. Ada pula komentator yang justru memojokkan perempuan muda itu. ”Kok bisa, dipegang-pegang dadanya tetap saja tidur.” ”Jangan-jangan si korban malah menikmati, tuh.” ”Itu merem tidur atau merem keenakan?”

Advertisement

Selanjutnya adalah: Kasus pelecehan seksual merendahkan martabat perempuan

Merendahkan Martabat

Kasus pelecehan seksual yang merendahkan martabat perempuan ternyata tidak hanya terjadi di negeri ini. Di negara maju seperti Prancis kasus serupa banyak terjadi.

Laporan Kelompok Pemantau Nasional Kejahatan dan Keadilan Nasional Prancis menjelaskan 220.000 perempuan mengalami pelecehan seksual di angkutan umum dua tahun belakangan ini.

Bentuk pelecehan seksual yang dialami meliputi mencium, meraba, mengedipkan mata, dan memerkosa. Selain Prancis, ada lima negara lain yang tercatat memiliki angka pemerkosaan tertinggi di dunia.

India menempati urutan kelima. Menurut National Crime Record Bureau (NCRB), kejahatan seksual terhadap perempuan meningkat 7,5% sejak 2010.

Di India setiap 20 menit ada seorang perempuan yang diperkosa. Di seluruh negeri itu rata-rata ada 93 perempuan diperkosa setiap hari. Angka ini tidak menunjukkan kuantitas kejadian yang sesungguhnya karena 90% kasus perkosaan tidak dilaporkan. Inggris dan Wales menempati urutan keempat.

An Overview of Sexual Offending in England and Wales yang diterbitkan pada 2013 oleh Ministry of Justice (MoJ), Office for National Statistics (ONS), dan Home Office menjelaskan ada sekitar 85.000 korban pemerkosaan tiap tahun di Inggris dan Wales. Mengacu pada angka itu, rata-rata terjadi 230 kasus pemerkosaan per hari.

Amerika Serikat menempati urutan ketiga. Menurut Worldwide Sexual Assault Statistics terbitan George Mason University, sekitar satu di antara tiga perempuan Amerika Serikat mengalami pelecehan seksual dalam hidup mereka. Swedia menjadi negara kedua yang memiliki angka perkosaan tertinggi.

Selanjutnya adalah: Sekitar satu di antara empat perempuan Swedia

Perempuan Swedia

Menurut statistik, sekitar satu di antara empat perempuan Swedia menjadi korban pemerkosaan. Jika dilihat angkanya, pertambahannya cukup menonjol. Pada 1975 ada 421 kasus pemerkosaan yang dilaporkan ke polisi, sedangkan pada 2014 ada 6.620 kejadian. Peningkatan itu setara dengan 1.472%. Sekarang Swedia menjadi negara dengan angka pemerkosaan tertinggi di Eropa.

Pada 2013, menurut Swedish National Council for Crime Prevention, ada 63 kasus pemerkosaan untuk setiap 100.000 penduduk yang dilaporkan ke polisi. Afrika Selatan adalah negara dengan tingkat pemerkosaan tertinggi di dunia dengan taksiran sekitar 500.000 kasus pemerkosaan setiap tahun.

Diperkirakan lebih dari 40% perempuan Afrika Selatan pernah diperkosa. Medical Research Council memperkirakan hanya satu di antara sembilan kasus yang dilaporkan. Dengan demikian, jumlah kasus yang sebenarnya jauh lebih banyak daripada yang dicatat oleh polisi.

Walaupun Indonesia tidak termasuk lima besar negara dengan tingkat pemerkosaan tertinggi di dunia, kasus demi kasus pelecehan seksual hingga pemerkosaan yang terjadi tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebagian besar korban tidak berani melaporkan kejadian yang menimpa dengan alasan malu, rendah diri, dan takut.

Mengingat kejadian traumatis dan membuka kembali kronologi kejadian di depan polisi bukanlah hal yang mudah dilakukan, terlebih bila polisi sebagai penyidik kurang dapat berempati dengan korban. Tidak mengherankan jumlah kasus pemerkosaan yang dilaporkan persentasenya ibarat puncak gunung es.

Kasus pelecehan seksual sebenarnya dapat dicegah atau diminimalisasi bila pemerintah dan masyarakat melakukan upaya yang sinergis. Untuk kasus pelecehan seksual di angkutan umum, misalnya, pemerintah bisa memperbanyak gerbong khusus perempuan di kereta api.

Saat ini jumlah gerbong khusus perempuan masih jauh dari kata memadai jika dibandingkan dengan jumlah penumpang. Belum lagi stigma tentang gerbong khusus perempuan yang begitu mengerikan. Komitmen para penumpang untuk saling melindungi juga efektif mencegah terjadinya pelecehan seksual di angkutan umum.

Hal ini tergambar dari perilaku beberapa perempuan yang memergoki seorang penumpang laki-laki melakukan pelecehan seksual, lantas mereka beramai-ramai meneriaki si pelaku dan memaksa dia turun dari kereta. Betapa dahsyatnya kekuatan para penumpang jika mereka bersatu untuk ”menghajar” pelaku pelecehan seksual.

Majalah Intisari edisi Desember 2017 membuat laporan menggelitik tentang perilaku penumpang di gerbong khusus perempuan. Para perempuan yang digambarkan sebagai makhluk Tuhan yang penuh kelembutan nyatanya mampu bersikap sangat garang.

Selanjutnya adalah: Tenggang rasa dan empati menjadi hal langka

Hal Langka

Tenggang rasa dan empati menjadi dua hal yang begitu langka, bahkan terhadap perempuan hamil sekalipun. Itulah mengapa banyak perempuan yang memilih naik di gerbong umum. Mereka berpikir kaum lelaki akan bersikap lebih tepa selira, walaupun risiko kejadian pelecehan seksual lebih besar terjadi di gerbong umum.

Jaminan keamanan terhadap para penumpang angkutan umum massal seperti KRL juga perlu ditingkatkan, misalnya dengan menambah jumlah polisi khusus kereta api di tiap gerbong atau menempelkan tulisan berisi nomor telepon pihak berwajib yang dapat dihubungi bila terjadi pelecehan seksual.

Jangan sampai terulang kembali kejadian mengerikan seperti yang diberitakan beberapa portal berita beberapa waktu yang lalu. Seorang perempuan yang mengetahui pelecehan seksual dan bermaksud melaporkan kepada pihak berwenang mendapatkan serangan dari pelaku.

Saat itu pelaku bahkan mengejar perempuan tersebut sampai ke pos keamanan stasiun. Andaikan ada polisi yang berjaga di tiap gerbong, tentu kejadian seperti ini dapat dihindari dan para saksi atau korban pelecehan seksual memiliki keberanian untuk melaporkan kejadian tersebut.

Sebagai bagian dari kekuatan masyarakat, media massa memiliki peran strategis mencegah dan mengatasi kasus pelecehan seksual. Pemberitaan yang efektif akan membantu meningkatkan kesadaran perempuan bahwa kapan pun dan di mana pun mereka dapat mengalami kejadian serupa. Kewaspadaan harus selalu dipelihara saat berada di tempat umum.

Media massa hendaknya memiliki empati sosial terhadap korban. Sering kali media dengan gamblang menulis nama korban serta tidak menyamarkan wajah korban saat memberitakan kasus pelecehan seksual. Hal ini mengakibatkan korban merasa malu dan trauma sehingga memilih mendiamkan saja kejadian buruk yang menimpanya. Sinergi yang baik antara pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan mengatasi kasus pelecehan seksual memang tak boleh ditunda lagi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif