News
Jumat, 19 Januari 2018 - 21:00 WIB

Pernah Tinggal di Dolly Surabaya, Siswi Kelas 1 SD Alami Kecanduan Seks

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah warga bersama Pekerja Seks Komersil (PSK) di lokalisasi Dolly menggelar doa bersama di Jalan Putat Jaya, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (18/6/2014) malam. Doa bersama tersebut terkait Deklarasi Surabaya Bebas Prostitusi di Islamic Center Surabaya dan penutupan kawasan lokalisasi Dolly yang digagas Pemerintah Kota Surabaya. (JIBI/Solopos/Antara/Suryanto)

Seorang siswi kelas 1 SD di Surabaya menderita kecanduan seks dan diduga karena terpengaruh lingkungan di Dolly.

Solopos.com, SURABAYA — Salah satu kekhawatiran Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang menjadi alasannya menutup lokalisasi di kawasan Dolly adalah dampak buruk terhadap anak-anak. Apa yang dikhawatirkan Risma muncul pada seorang anak perempuanyang pernah tinggal di kawasan itu.

Advertisement

Pemerintah Kota Surabaya menemukan anak perempuan usia delapan tahun berinisial YK, yang mengalami kecanduan seks (sexual addiction). “Saat ini sudah dilakukan pendampingan oleh psikolog,” kata Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya Nanis Chairani di Surabaya, Kamis.

Ia mengatakan kasus ini ditemukan saat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memerintahkan kepada jajarannya di tingkat kecamatan dan kelurahan untuk mencari warganya yang mengalami kondisi buruk.

Advertisement

Ia mengatakan kasus ini ditemukan saat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memerintahkan kepada jajarannya di tingkat kecamatan dan kelurahan untuk mencari warganya yang mengalami kondisi buruk.

Dalam pencarian itu ditemukan keluarga yang anggotanya menderita sakit TBC. Setelah dilakukan pendekatan kepada keluarga tersebut, akhirnya si ibu juga bercerita bahwa salah satu anaknya mengalami perilaku seks yang menyimpang. “Artinya, anak tersebut belum waktunya sudah berperilaku seperti orang dewasa,” katanya.

Menurut dia, pihaknya kemudian melakukan pendekatan dan melakukan koordinasi bersama puskesmas untuk memberikan pengobatan kepada anak tersebut.

Advertisement

Perilaku anak tersebut diketahui saat ia tinggal bersama ibunya. Anak itu mempraktikkan perilakunya kepada adik-adiknya. “Dari pengakuan anak tersebut, ia diajari oleh orang dewasa, pada saat ia tinggal bersama dengan neneknya,” ujarnya.

Menurut Nanis, keberadaan lokalisasi memang sangat membahayakan utamanya berpengaruh merusak otak maupun perilaku anak. Terdeteksinya kasus seperti itu, lanjut dia, harus segera digali lebih dalam untuk mengetahui kemungkinan adanya anak-anak dengan kondisi yang sama.

“Tujuan utamanya bagaimana supaya anak-anak bisa tumbuh berkembang dengan wajar dan bisa berprestasi, bisa mempunyai masa depan yang cerah,” katanya.

Advertisement

Ia mengatakan DP5A mempunyai lembaga yang khusus menangani permasalahan anak dan perempuan, lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan Dan Anak (PPTP2A) di lingkup kota, dan Pusat Krisis Berbasis Masyarakat (PKBM) di lingkup kecamatan. “Warga Surabaya bisa datang langsung ke tempat tersebut untuk mendapatkan informasi terkait permasalahan anak dan perempuan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Febria Rachmanita menyampaikan, untuk memulihkan kondisi anak tersebut, pihaknya telah melakukan pendampingan. Bentuk pendampingan itu berupa pengobatan maupun pendampingan psikiater dan psikolog.

“Untuk menangani pasien seperti ini, tidak hanya pasiennya saja, keluarganya pun kami ajak, jadi keluarga itu kita gali juga dari psikolog,” ujarnya.

Advertisement

Febria juga menyampaikan pihaknya terus melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat sebagai upaya deteksi dini dan pencegahan terhadap permasalahan anak. “Dengan melakukan pengawasan terhadap anak, diharapkan tidak terjadi lagi kasus yang tadi,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif