Soloraya
Rabu, 17 Januari 2018 - 00:15 WIB

Abaikan Penolakan Pemkab Sukoharjo, Warga Gandekan Solo Lanjutkan Proses Pecah Sertifikat Tanah Padasan

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanah kaveling. (Bony Eko Wicaksono/JIBI/Solopos)

Warga Gandekan, Solo, bertekad melanjutkan proses relokasi ke Padasan meski tak ada izin dari Pemkab Sukoharjo.

Solopos.com, SUKOHARJO — Warga bantaran Kali Pepe wilayah Kelurahan Gandekan, Jebres, Solo, yang terdampak proyek Penanganan Banjir Kota Solo Paket 3 (Kali Pepe Hilir) nekat melanjutkan relokasi ke Padasan, Desa Mranggen, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo.

Advertisement

Mereka tak peduli masalah perizinan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo. Saat ini, warga tengah memproses pemecahan sertifikat tanah yang sudah mereka beli di wilayah itu.

Wakil Ketua Pokja Relokasi Warga Bantaran Gandekan, Samiran, 62, kecewa dengan sikap Pemkab Sukoharjo yang berkukuh tidak menyetujui dokumen site plan relokasi warga Gandekan. Dia meminta kelonggaran dari Pemkab Sukoharjo.

Advertisement

Wakil Ketua Pokja Relokasi Warga Bantaran Gandekan, Samiran, 62, kecewa dengan sikap Pemkab Sukoharjo yang berkukuh tidak menyetujui dokumen site plan relokasi warga Gandekan. Dia meminta kelonggaran dari Pemkab Sukoharjo.

Warga Gandekan yang berencana pindah ke Padasan adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Warga kesulitan jika harus mendirikan rumah di atas lahan seluas 60 meter persegi/kaveling.

Warga Gandekan hanya mampu membeli tanah dengan luas 40 meter persegi/kaveling di Padasan. Warga tidak sanggup jika harus membeli tanah tambahan guna memenuhi syarat dari Pemkab Sukoharjo.

Advertisement

Pemkab Sukoharjo Berkukuh Tolak Site Plan Rumah Relokasi Warga Gandeka Solo

DPRD Solo Ancam Pidanakan Pejabat Pemkab Sukoharjo karena Hambat Relokasi Warga Gandekan 

Belum Dapat Izin, Warga Gandekan Solo Sudah Bangun 3 Rumah di Padasan, Sukoharjo

Advertisement

Samiran mengatakan dana bantuan sosial (bansos) yang diterima warga dari Pemerintah Kota (Pemkot) sebenarnya masih ada. Namun dana tersebut dibutuhkan warga untuk kepentingan lain, seperti pembangunan rumah dan penyediaan fasilitas umum (fasum).

“Kalau sebagain besar dana bansos dipakai untuk membeli tanah, bagaimana cara kami mendirikan rumah? Rata-rata warga di sini berpenghasilan rendah. Kami tidak sanggup jika harus swadana mendirikan rumah dan menyediakan fasum,” kata Samiran saat berbincang dengan Solopos.com di rumahnya, Selasa (16/1/2018).

Samiran menilai Pemkab Sukoharjo juga salah dalam hal ini. Pemkab tidak dari awal memberi tahu warga Gandekan soal adanya syarat batas minimal luas kaveling hingga 60 meter persegi sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 25/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perumahan Murah.

Advertisement

Saat mengajukan site plan pertama, warga hanya diminta melengkapi penjelasan terkait fasum tanpa membahas luas kaveling yang mesti disediakan. Menurut dia, Pemdes Mranggan juga tidak memberi tahu warga saat awal kali bertemu guna membahas rencana relokasi warga ke Padasan.

“Jika dikasih tahu lebih awal, kami kan bisa mencari tanah yang lebih murah sehingga tidak ada masalah seperti sekarang. Lagi pula, kami dari awal sudah meyakini bahwa luas kaveling yang mesti disediakan minimal bukan 60 meter persegi, tapi 36 meter persegi. Hal ini bisa dipelajari di UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,” jelas Samiran.

Samiran menyampaikan warga telah membayar lunas pembelian tanah seluas 1.685 meter persegi di Padasan untuk mendirikan perumahan dengan jumlah rumah 30 unit. Oleh karena itu, warga berencana tetap mendirikan rumah di Padasan meski tak ada izin dari Pemkab Sukoharjo.

Warga mengakui telah mendirikan tiga rumah untuk gudang penyimpanan barang material. Dapat izin atau tidak, dia menegaskan warga Gandekan akan tetap memulai membangun rumah setelah proses pengukuran tanah oleh BPN selesai.

“Sekarang lagi proses pengukuran tanah untuk keperluan pemecahan sertifikat dan memastikan batas lahan untuk mendirikan rumah warga. Pokoknya, setelah proses pengukuran itu selesai, kami akan mulai membangun rumah di sana. Kalau tidak dapat izin, kami akan nekat,” jelas Samiran yang juga terdampak proyek.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif