Kolom
Selasa, 16 Januari 2018 - 05:00 WIB

GAGASAN : Koes Plus dalam Peta Musik Indonesia

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Nomo dan Yon Koeswoyo di Solo, Rabu (29/10/2014). (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (08/01/2018). Esai ini karya Lardianto Budhi, guru Seni dan Budaya di SMAN 1 Slogohimo, Wonogiri. Alamat e-mail penulis adalah s.p.pandamdriyo@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Pada Jumat, 5 Januari 2018, Yon Koeswoyo tutup usia. Beberapa tahun sebelumnya Murry Koeswoyo dan Tony Koeswoyo mendahului berpulang ke alam baka. Yon Koeswoyo tutup usia pada tahun ke-77 karena penyakit yang sekian waktu dia derita.

Advertisement

Lardianto Budhi (Istimewa).

Kabar meninggalnya pemusik bernama asli Koesjono Koeswoyo ini barangkali tidak begitu menyita perhatian publik sebagaimana berita seputar eskalasi politik menuju pemilihan kepala daerah di beberapa kabupaten/kota/provinsi di Indonesia atau dibandingkan dengan tertangkapnya seorang artis karena kasus narkoba.

Kematian vokalis dan pemain gitar kelompok musik legendaris Indonesia, Koes Plus, ini menimbulkan duka cukup dalam bagi dunia musik Indonesia. Betapa tidak? Perkembangan musik pop Indonesia senyatanya tak bisa dilepaskan dari Koes Plus. Ingar bingar musik pop Indonesia terkini seolah berutang budi dengan Koes Plus karena grup musik inilah entry point tumbuh kembangnya musik populer Indonesia.

Advertisement

Eksistensi Koes Plus dalam perkembangan musik populer boleh disejajarkan dengan Rhoma Irama pada musik dangdut. Mereka bukan hanya seniman yang dengan karya-karya mereka telah membangun jagat musik Indonesia, namun juga pada tahap selanjutnya menjadi stimulus lahirnya kelompok-kelompok band sejenis sesudah mereka.

Embrio kelahiran Koes Plus diawali pada awal 1960-an saat lima pemuda bersaudara putra pasangan R. Koeswoyo dan Rr. Atmini, yakni Koestono (Tony), Koesnomo (Nomo), Koesdjono (Jon), Koesroyo (Yok), dan Koesjono (Yon) membentuk band Koes Bersaudara. Dalam perjalanannya kemudian, Yon dan Nomo memutuskan keluar dari Koes Bersaudara dan Murry (Kasmuri) masuk dalam formasi band sehingga nama Koes Bersaudara berganti menjadi Koes Plus.

Selanjutnya adalah: Kemundulan Koes Bersaudara hampir bersamaan dengan

Advertisement

Koes Bersaudara

Kemunculan band Koes Bersaudara hampir bersamaan dengan kelahiran band legendaris The Beatles asal Inggris. Sebagian kalangan menyebut Koes Plus sebagai The Beatles ala Indonesia karena konon musik Koes Plus kental sekali dengan influence dari The Beatles.

Mengenang Koes Plus seperti menziarahi musik pop Indonesia karena perjalanan panjang Koes Plus telah memberi inspirasi sekaligus meninggalkan kontroversi dalam perkembangan dunia musik Indonesia.

Kritik dan sikap sinis sementara kalangan yang dialamatkan terhadap Koes Plus sebagai kelompok musik yang hanya mengandalkan kunci C, F, dan G seolah-olah menjadi angin lalu karena terbukti lagu-lagu karya Koes Plus hingga kini terasa evergreen bagi semua kalangan, tua maupun muda.

Advertisement

Produktivitas dalam berkarya telah menobatkan Koes Plus sebagai band musik populer Indonesia yang paling subur. Berdasarkan catatan, selama masa produksivitasnya, Koes Plus telah melahirkan 72 album yang terdiri dari 750 lagu (Kompas, 13 September 2001).

Hebatnya, lagu-lagu dalam album Koes Plus tidak semuanya beraliran musik pop, namun juga genre musik lain misalnya dangdut, pop Jawa, pop Melayu, pop anak-anak, dan keroncong.

Pada 2007, Majalah Rolling Stone Indonesia menempatkan enam album Koes Plus dalam daftar 150 album musik terbesar sepanjang masa di Indonesia. Selain itu, Rolling Stone Indonesia juga mencatat 10 lagu Koes Plus masuk dalam deretan 150 lagu Indonesia terbesar sepanjang masa, yakni Bis Sekolah, Kembali Ke Jakarta, Nusantara I, Kolam Susu, Bunga di Tepi Jalan, Kelelawar, Manis dan Sayang, Pelangi, Jemu, dan Di Dalam Bui. Ini adalah sebuah pencapaian yang kelihatannya sangat sulit dicapai oleh grup band Indonesia yang lain.

Selanjutnya adalah: Koes Plus sebagai bagian kepungan mozaik

Advertisement

Mozaik

Dalam peta perkembangan musik di Indonesia, Koes Plus meletakkan diri sebagai bagian dari kepingan mozaik yang ikut mewarnai khazanah kebudayaan nasional kita. Kebijakan pemerintah Orde Lama kala itu sedang gencar-gencarnya menggelorakan slogan berdiri  di atas kaki sendiri sebagai antitesis terhadap hegemoni Barat akhirnya berimbas pada Koes Plus yang harus mendekam di penjara.

Presiden Soekarno menganggap yang dilakukan Koes Plus dengan kegemaran memainkan lagu-lagu bernuansa kebarat-baratan sebagai hal yang kontraproduktif bagi revolusi perjuangan bangsa Indonesia. Pada berbagai kesempatan, Presiden Soekarno memperlihatkan sikap anti Barat, termasuk dalam lapangan kebudayaan.

Ia menentang keras kebiasaan kaum muda terhadap musik ngak-ngik-ngok, sebuah istilah yang kerap kali ia sebut untuk menunjuk musik Barat. Pada fase ini Koes Plus masuk dalam pusaran politik nasional sebagai konsekuensi pilihan gaya bermusik yang  mereka pilih.

Pada masa awal Koes Plus berkiprah, Indonesia sedang mengalami masa kegentingan politik. Konfrontasi dengan Malaysia dan isu kudeta Partai Komunis Indonesia seolah-olah ikut memberi warna dalam perjalanan kelompok musik asal kabupaten Tuban, Jawa Timur, ini.

Advertisement

Belakangan, pada sebuah acara talk show di sebuah televisi swasta nasional beberapa tahun yang lalu, Koes Plus memberikan klarifikasi bahwa penangkapan mereka oleh aparat rezim Presiden Soekarno sebenarnya hanyalah sebuah strategi politik. Presiden Soekarno berniat memanfaatkan mereka dalam operasi kontra intelijen untuk menyikapi ketegangan dengan Malaysia.

Terlepas dari itu semua, telah jelaslah kiranya Koes Plus secara tidak langsung telah mengangkat harkat musik dari sekadar sebuah karya seni sebagai media ekspresi dan aktualisasi keindahan. Dunia musik ternyata bisa menjadi peranti untuk ikut berperan sebagai katalisator proses perubahan sosial.

Selanjutnya adalah: Diferensiasi genre dan aliran lagu

Genre

Diferensiasi genre dan aliran lagu-lagu karya Koes Plus termasuk ragam bahasa (lirik lagu) yang dipilih selama melahirkan karya-karya memperihatkan besarnya perhatian mereka terhadap kesadaran kebangsaan. Tema-tema lagu yang bernilai cinta tanah air, nasionalisme, keguyuban masyarakat, pembentukan budi pekerti, sangat banyak mendominasi karya Koes Plus.

Melalui gaya ungkap estetis, aspek musikal yang sederhana, serta diksi yang ’biasa-biasa saja” dalam penyusunan lirik-lirik justru menjadi kekuatan karya-karya Koes Plus sehingga selalu lekat di telinga masyarakat luas. Pada sebuah acara dengan budayawan Emha Ainun Nadjib di Tuban, Jawa Timur, beberapa bulan lalu, Yon Koeswoyo menyampaikan bahwa sejak awal Koes Plus dibentuk memang dimaksudkan untuk menyampaikan pesan sosial melalui musik.

Yon Koeswoyo saat itu menceritakan latar belakang terciptanya lagu Andaikan Kau Datang Kembali. Ketika itu Nomo Koeswoyo menulis lagu tersebut dalam keadaan sedang sakit. Nomo Koeswoyo member tahu Yon Koeswoyo bahwa lagu tersebut sebenarnya adalah ungkapan kegundahan Nomo Koeswoyo menghadapi kematian.

Lirik lagu yang berbunyi: andaikan kau datang kembali, jawaban apa yang kan kuberi…adakah jalan yang ku temui, untuk kita bertemu lagi… sekilas bermakna ekspresi gejolak asmara dan kerinduan terhadap kekasih pujaan hati, padahal sebagaimana diutarakan Yon Koeswoyo tidak lama sebelum meninggal, sang penulis lagu sedang mengabarkan kejujuran terhadap inti nilai kehidupan, yakni kembali kepada Sang Pencipta.

Lantas, pertanggunganjawaban seperti apa yang akan kita berikan nanti atas semua hal yang kita lewati sepanjang hidup ini agar benar-benar bisa kembali suci menghadap kepada-Nya? Selamat jalan Yon Koeswoyo. Indonesia berutang kepadamu.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif