Kolom
Minggu, 14 Januari 2018 - 05:00 WIB

GAGASAN : Ada Kabar Hoaks Apa Hari Ini?

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hoaks (foto: kominfo.gi.id).

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Kamis (04/01/2018). Esai ini karya Yessita Dewi, penulis cerita pendek dan aktif di Buletin Sastra Pawon. Alamat e-mail penulis adalah yessitadewi@gmail.com.

Solopos.com, SOLOTung! Tung! Tung! Notifikasi telepon pintar saya berbunyi. Fungsinya sama dengan kentungan, yaitu pemberitahuan.  Sekarang ini siapa yang tidak bergantung pada telepon seluler? Kartu data murah, gawai terjangkau harganya, sambungan wifi mudah.

Advertisement

Kemudahan ini sangat berguna bagi ibu-ibu yang hidup pada zaman serbacepat dan terburu-buru. Saking terburu-burunya, mengantar anak sekolah kadang zig-zag di jalanan. Sudah banyak agenda untuk satu jam ke depan. Hebat kan? Ibu-ibu gitu loh.

Mengantar anak ke sekolah, berbelanja di pasar, memasak secara kilat, membereskan rumah, dan setelah itu  memulai aktivitas bisnis mandiri. Untuk yang berkarier di kantor, memasak dan merapikan rumah menjadi jadwal jam pertama.

Belum lagi jika ada kegiatan bersosialisasi dan silaturahmi bersama rekan-rekan, entah perkumpulan orang tua murid TK atau SD, pengajian TK atau pengajian SD, arisan TK atau arisan SD, yang SMP tidak ada acara demikian ini karena murid SMP sudah mandiri dan tidak terlalu sering banyak pertemuan orang tua murid, belum lagi setiap tahun berganti kelas.

Kegiatan demikian ini meniscayakan banyak grup media sosial yang diikuti kaum ibu. Dari sekian banyak ibu yang saya kenal–termasuk saya sendiri–aplikasi komunikasi yang paling banyak digunakan adalah Whatsapp (WA), kemudian Facebook, dan disusul Instagram.

Dari sekian Whatsapp group (WAG), minimal lima grup yang aktif. Selain grup-grup orang tua murid ada juga grup alumni sekolah SD, SMP, SMA, kampus, angkatan, fakultas, dan sebagainya. Masih ditambah grup keluarga besar, keluarga kecil, keluarga  kandung, trah, dan sebagainya. Luar biasa banyak ternyata ketika dituliskan.

Selanjutnya adalah: Ternyata kata ”alumni” banyak turunan grupnya

Advertisement

Alumni

Saya baru menyadari ternyata hanya satu kata ”alumni” akan banyak turunan grup-grup lain. Pekerjaan dan koneksi dengan klien pun melalui WA. Alangkah sibuknya lalu lintas WA itu. Ini baru saya amati dari diri saya sendiri, kemudian tetangga satu rukun tetangga saja.

Ada berapa ribu rukun tetangga di wilayah Soloraya? Jala tol Solo-Kertosono mungkin akan macet jika diibaratkan sebagai lalu lintas nonsetop perbincangan dan berputarnya informasi di aplikasi perpesanan satu ini.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) telah mengumumkan hasil survei Data Statistik Pengguna Internet Indonesia 2016. Pengguna Internet di Indonesia 132,7 juta orang. Komposisi pengguna Internet berdasarkan pekerjaan adalah 62% pekerja/wiraswasta, 16,6% ibu rumah tangga, 7,8% mahasiswa, 6,3% pelajar.

Asumsi saya, setiap pekerja dan wirausaha itu pasti di dalamnya terdapat pekerja dan wirausaha perempuan. Sebanyak 7,8 % mahasiswa itu jelas ada mahasiswinya. Begitu juga dengan pelajar. Dari sekian media sosial yang saya ikuti yang paling aktif dan memperbarui status dan foto profil adalah kawan-kawan saya yang perempuan.

Saya pun aktif, tapi karena sangat tidak berbakat memotret maka jarang mengunggah foto. Saya termasuk emak-emak yang ”setengah update”. Aktif tapi foto profil itu melulu. Warganet yang banyak berkomentar di media dalam jaringan (daring) atau online maupun aneka link selebritas sebagian besar adalah perempuan! Perempuan memang luar biasa.

Eit, tunggu dulu. Apakah benar komentar-komentar di media daring itu sungguh-sungguh diunggah setelah membaca isi kontennya atau hanya dibaca judul kontennya? Mengutip kompas.com, menurut  hasil studi Indonesian Digital Association (IDA), pembaca media online sekitar 96% dari pembaca aktif di Indonesia.

Advertisement

Selanjutnya adalah: Akses ke media online terbanyak melalui gawai

Gawai

Akses ke media online terbanyak melalui gawai, telepon pintar. Berita-berita di media online itu sangat cepat tersebar. Terbantu menu share di tiap link berita. Dengan telepon pintar, seakan-akan setiap orang tanpa disadari berlomba-lomba sebagai yang terdepan memberikan informasi, bahkan jika memungkinkan lebih cepat daripada wartawan.

Begitu terburu-burunya dunia informasi digital untuk seorang ibu seperti saya yang ”setengah update” ini. Dari sekian WAG yang saya ikuti dan anggotanya ibu-ibu, hanya beberapa grup yang benar-benar bersih dari konten hoaks, di antaranya WAG ibu-ibu di perumahan tempat saya tinggal.

Grup itu isinya ”sangat ibu-ibu”. Pembahasan hanya seputar masakan, daster, bikin seragam untuk lomba, dan seputar tema-tema itu. Perbincangan sehari-hari ya hanya tema yang terjadi di sekitar kami saja, termasuk menanyakan kabar Mbak Asih si bakul sayuran bersepeda onthel lawas idola kami.

Kadang grup itu mendiskusikan warga yang sakit, menjadi tempat melemparkan ide yang akan menjadi agenda pembahasan pada pertemuan rutin bulanan, membahas uji kir dan bikin surat izin mengemudi (SIM) baru, dan sebagainya. Grup seperti ini yang saya harapkan bebas dari unggahan dan sharing konten-konten hoaks.

Advertisement

Saya telah keluar dari beberapa grup WA ibu-ibu yang sejak setelah Subuh sampai mau tidur berisi unggahan link berita tentang kebencian pada sebagian golongan dan berita-berita bersentimen suku, agama, ras, dan golongan. Ketika saya mencoba meluruskan berita-berita tersebut, ternyata niat saya tidak diterima dengan baik.

Langkah yang saya ambil adalah keluar dari grup tersebut, bukan ”mutung” atau memaksakan argumen. Saya merasa sangat risi dengan berita-berita yang tendensius dan diragukan kevalidannya. Ketika bertemu langsung menjadi kaku dalam bertegur sapa. Setidaknya saya sudah mencoba bersikap wajar.

Selanjutnya adalah: Satu keuntungan saya ketika membuat WAG

Keuntungan

Satu keuntungan saya ketika membuat WAG untuk ibu-ibu sekawasan rukun tetangga ini adalah ketika masa panas pemilihan presiden sudah lewat. Belajar dari grup-grup sebelumnya tempat saya pernah ”bernaung”, secara tidak langsung grup ini saya jaga kebersihannya.

Dari sekian unggahan paling banyak adalah tausiah singkat, doa mengawali hari, doa sebelum tidur, dan kiat-kiat menjaga kesehatan yang luar biasa sangat panjangnya itu. Sebagian dari unggahan-unggahan itu sudah ada yang membagikan pada setahun lalu.

Advertisement

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) merilis hasil survei tentang informasi palsu (hoaks) yang tengah marak di negeri ini. Dari hasil survei itu, kita tahu media sosial menjadi sumber utama peredaran hokas. Hoaks yang beredar tidak hanya seputar politik dan sentimen suku, agama, ras, dan golongan.

Informasi kesehatan dan pengobatan pun ada yang hoaks. Contohnya adalah hoaks berkaitan dengan pengobatan kanker dengan mengonsumsi singkong. Edaran informasi hoaks tentang kesehatan yang marak juga didukung masyarakat yang sangat ingin memperbaiki kualitas hidup mereka.

Keinginan yang tinggi terhadap informasi membuat semua konten yang diperoleh ditelah mentah-mentah. Setiap konten yang muncul melalui WAG dianggap benar. Sempat saya bertanya kepada salah seorang ibu yang membagikan konten di grup WA tentang kebenaran konten tersebut. Ibu itu menjawab,”Ini dari grup sebelah, teman-teman zaman kuliah saya mendapatkan dari grup dokter.”

Dalam artikel itu tertulis hasil penelitian dokter di Amerika Serikat, lain hari yang tertulis adalah hasil penelitian dokter di Jepang, dan masih banyak lagi dokter-dokter luar negeri yang menjadi narasumber konten tentang kesehatan itu. Ternyata hokas di peringkat pertama adalah konten tentang kesehatan.

Hasil survei Mastel menjelaskan 62,8%  responden mengaku sering menerima konten hokas dari aplikasi pesan singkat seperti Line, WA, atau Telegram. Dalam setahun belakangan ini saya mengamati arus hoaks di aplikasi yang disebut di atas semakin deras. Pesan-pesan berkonten sentiman suku, agama, ras, dan golongan mulai muncul.

Selanjutnya adalah: Yang paling hangat adalah berita tentang bencana

Advertisement

Bencana

Yang paling hangat adalah berita tentang bencana. Beberapa waktu lalu bencana banjir yang melanda Wonogiri dan Pacitan sangat menyita perhatian. WAG ibu-ibu tentu saja ramai. Mereka membagikan foto-foto dan video lokasi bencana di Wonogiri. Saya beruntung karena di grup lain ada teman-teman sukarelawan tim SAR DIY.

Mereka sejak sore bersiaga di Gunungkidul. Dari mereka informasi valid bisa saya dapatkan dan kepada mereka pula saya meminta konfirmasi. Konfirmasi itu saya informasikan ke grup ibu-ibu yang seru itu. Mereka bahkan siap berbelanja kebutuhan pokok untuk membantu korban bencana di Pucangsawit. Pucangsawit?

Ternyata salah seorang ibu mendapat berita bahwa Pucangsawit, Solo, terendam banjir karena Bengawan Solo meluap. Foto Kota Solo yang tergenang muncul. Informasi tentang pintu air Waduk Gajah Mungkur yang dibuka ternyata membuat ibu-ibu itu resah. Ketika saya menanyakan asal foto, si ibu itu mengaku mendapat kiriman dari keluarganya di Bali.

Ibu itu adalah tetangga saya yang jelas rumahnya lebih dekat dengan Solo! Untung hanya lewat gawai, jadi ketika saya tertawa tak ada yang melihat. Saya bercerita bahwa tadi sore saya masih melewati daerah yang ada di foto itu dan benar-benar kering, tidak ada tanda-tanda luapan air. Demikian juga ketika saya melewati jembatan Jurug, aliran Bengawan Solo juga masih di garis aman.

Untuk lebih meyakinkan, ada seorang kawan yang mengirim foto lokasi yang dimaksud malam itu. Hanya ada bekas hujan. Untunglah, ibu-ibu di grup ini sangat terbuka menerima informasi. Kabar yang meluruskan meredam kepanikan dan kecemasan.

Donasi yang dikumpulkan kemudian dikirimkan ke Wonogiri dan sekitarnya. Saya tidak bercerita kepada kawan saya yang berumah di Pucangsawit tentang hal ini karena pasti dia akan tertawa sambil ngopi yang digiling sendiri. Beberapa hal di atas adalah sebagian kecil kronik yang sering terjadi di WAG yang saya ikuti, terutama yang anggotanya mayoritas perempuan berusia 36 tahun hingga 50 tahun.

Advertisement

Selanjutnya adalah: Konon pada usia itulah rawan larut oleh arus hoaks

Arus Hoaks

Konon pada usia itulah masa rawan larut oleh arus hoaks. Menganggap apa yang di dapat dari Internet adalah hal yang pasti benar adalah salah satu bukti terbatasnya pengetahuan serta minat membaca. Pernah suatu kali grup WA itu membahas berita yang dibagikan oleh salah seorang ibu yang ternyata hoaks. Diskusi ala ibu-ibu tak ubahnya ngerumpi di bawah pohon mangga sambil berbelanja sayuran di penjual keliling. Mengalir.

Suatu saat saya bertanya,”Apa sih bedanya membaca buku atau koran dengan membaca berita di Internet?” Salah seorang ibu menjawab,”Beda, kalau melihat buku dan koran kayaknya kok ruwet duluan ya.” Buku dan koran adalah hal yang tebal dan berat bagi sebagian ibu-ibu itu.

”Kalo kita banyak membaca kan jadi tahu mana hoaks dan tidak,” kata saya kemudian. ”Kan bisa nanya sama Mbak Yessi,” kata ibu itu lagi. Kami tertawa. Mereka heran melihat saya masih sempat membaca buku dan masih rajin langganan koran harian. Memang sih, kebetulan ketika mereka membutuhkan buku untuk tugas anak mereka di sekolahan atau koran karena ada tugas membuat kliping, rumah saya menjadi jujugan.

Tentu saja pintu saya rumah saya buka dengan suka cita. Hitung-hitung mengurangi tumpukan koran yang kian meninggi. Beberapa kali kabar tentang penangkapan pelaku penyebar konten bermuatan kebencian bermunculan. Para pelaku itu dibekuk polisi atas andil masyarakat yang peduli dengan kebenaran berita.

Mereka melaporkan pengunggah dan penyebar konten hoaks setelah sebelumnya menyimpan bukti sebaran. Meski dihapus, dunia digital selalu meninggalkan jejak. Dari sekian penyebar hoaks dan konten kebencian yang ditangkap polisi sebagian adalah perempuan yang notabene seorang ibu.

Selanjutnya adalah: Latar belakang pendidikan mereka tinggi

Pendidikan

Latar belakang pendidikan mereka tidak rendah. Mereka menyebarkan kebohongan tanpa berpikir jernih. Pendidikan tinggi memang kadang-kadang tidak berbanding lurus dengan kematangan berpikir. Banyaknya angka usia terkadang bertolak belakang dengan stabilnya mental seseorang. Menyedihkan.

Kenapa? Karena mereka adalah seorang ibu. Tidak bisa saya bayangkan seperti apa suasana grup WA yang mereka ikuti selama ini. Tidak terbayang jika saya menjadi salah satu anggotanya. Ah, ngeri saya. Betapa kemudahan yang tersedia semakin membuat manusia leluasa melakukan apa saja asal menang dan asal senang. Dalam komunikasi melalui media sosial terkadang kita jumpai hal yang bertolak belakang dengan keseharian pemilik akun.

Betapa santun dan hangatnya si pemilik akun, tetapi ketika berada di depan gawai atau telepon pintar, wajahnya berubah menjadi keras. Bahasanya kasar. Ketika beradu argumen menjadi beringas. Mungkin sampai lupa di rumahnya ada anak yang sedang sakit.

Dalam pikiran saya, berbahasa di media sosial seharusnya tidak melupakan kesantunan. Ini bukan dalam rangka membentuk citra diri, tetapi lebih pada menghargai diri sendiri. Hal ini dapat pula menjadi contoh ketika mengajari anak mengenal dunia media sosial yang kelak akan mereka gunakan.

Dunia maya itu sungguh tak teraba. Banyak hal yang tak terduga. Kita wajib menjaga keluarga agar bijak saat bermedia sosial. Ibu-ibu bisa menjadi perisai penangkal hoaks. Kemudahan mencari berita yang benar tak ubahnya seperti memilih cabai rawit yang bagus di antara yang busuk.

Kemauan dan niat terhadap sesuatu yang ”sehat” terkait berita dan informasi yang kita terima menjadi salah satu senjata menangkal berita kebohongan dan palsu. Konten hoaks semacam kiat menjaga kesehatan akan terlewat begitu saja ketika ibu rajin membaca.

Ketika mudah dan paham saat membaca konten yang muncul di aplikasi pesan singkat mestinya juga paham ketika membaca koran, majalah, dan buku. Hingga saat ini, media cetak dan buku (bukan e-book) masih menjadi acuan utama saya.

Saya meyakini sebelum dicetak ada proses ketat yang dilalui termasuk pertanggungjawaban isi konten. Tung!  Masuk pesan di WAG,”Mbak Yessi, ada berita hoaks apa hari ini?” Saya jawab,”Kalaupun ada berita hoaks tidak akan saya share, ibu-ibu” Saya sertakan emoticon tertawa terbahak-bahak. Ada-ada saja. Ibu-ibu itu memang lucu…

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif