Jogja
Jumat, 12 Januari 2018 - 06:20 WIB

Pemberantasan Korupsi Terkesan Seperti Drama

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi antikorupsi (JIBI/Solopos/Antara/Dok.)

Penindakan korupsi di 2017 tidak jauh mengalami kemajuan dibandingkan tahun sebelumnya

Harianjogja.com, JOGJA-Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) merilis sejumlah catatan penting yang harus ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018. Penindakan kasus korupsi di 2017 lebih banyak terkesan seperti drama dan tidak menyentuh sektor rawan yang sebenarnya menjadi prioritas lembaga anti rasuah itu.

Advertisement

Peneliti Pukat FH UGM Zaenur Rohman menilai penindakan korupsi di 2017 tidak jauh mengalami kemajuan dibandingkan tahun sebelumnya. Aspek penindakan lebih bersifat business as usual, seperti banyak disertai drama. KPK misalnya lebih banyak menyasar pejabat daerah melalui operasi tangkap tangan (OTT). Kemudian Kejaksaan yang banyak bertumpu pada Kejari dan Kejati, sedangkan kepolisian sibuk dengan saber pungli. Bahkan sejumlah sektor rawan korupsi yang sudah lama dipetakan aparat penegak hukum belum tersentuh dan tidak menjadi prioritas KPK.

“Sektor rawan yang belum disentuh ini seperti kehutanan dan tambang yang tidak menjadi prioritas,” terangnya dalam konferensi pers di Kantor Pukat FH UGM, Kamis (11/1/2018).

Terkait kasus korupsi e-KTP, lanjutnya, KPK perlu menindaklanjuti hilangnya empat nama penerima aliran dana korupsi tersebut. Persepsi liar pun bermunculan mengkaitkan hilangnya nama tersebut dengan kontestasi politik 2018-2019. Menurutnya, KPK perlu mempertimbangkan kemungkinan menjerat korporasi yang terlibat dalam korupsi e-KTP termasuk parpol. Menurut Rohman, kasus BLBI akan menghadapi banyak rintangan di 2018.

Advertisement

“Serangan balik ke KPK sangat mungkin terjadi, secara realistis 2018 akan digunakan KPK untuk menyelesaikan kasus tersebut pada satu orang. Selanjutnya, KPK harus memiliki nyali untuk melanjutkan hingga pelaku lain,” tegasnya.

Peneliti Pukat lainnya Yuris Reza Kurniawan mengatakan, pelaksanaan Pilkada serentak juga perlu mendapat perhatian, mengingat dana hibah bansos sangat memungkinkan digunakan untuk kampanye. Beberapa modus yang sangat mungkin digunakan adalah menyalurkan bansos oleh petahana pada kelompok tertentu, penerimaan fiktif, dan  memberikan bansos kepada lembaga tertentu.

“Termasuk ASN, kedekatan calon petahana dengan ASN harus menjadi perhatian, karena dala pilkada 2017 setidaknya ada 45 kasus pelanggaran netralitas PNS,” ujar dia.

Advertisement

Reza menyinggung soal dana desa yang seharusnya Inspektorat Daerah aktif melakukan pengawasan. Namun, faktanya, Inspektorat sangat inferior karena di bawah kendali kepala daerah. Ia memperkirakan, pungutan oleh berbagai pihak dan korupsi pengadaan barang dan jasa masih akan terjadi dalam pengelolaan dana desa 2018. Sasaran dana desa 2018 yang mengarah ke pemberdayaan ekonomi masyarakat, diharapkan masyarakat aktif dalam pengelolaan dan pengawasan.

“Satu sisi pelibatan kepolisian dalam hal ini Bhabinkamtibmas dalam mengawasi dana desa menambah lapis pengawasan, tetapi di sisi lain polisi tidak ditujukan untuk pengawasan keuangan negara,” ucapnya.

Selain sejumlah persoalan itu, Pukat UGM juga mendesak segera tertuntaskannya kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Serta, mendorong parpol untuk menciptakan rekrutmen yang akuntabel dan transparan dengan mengedepankan prestasi, kinerja dan kapasitas anggota, seiring banyaknya anggota legislative yang terjerat korupsi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif