Jogja
Selasa, 9 Januari 2018 - 16:40 WIB

Hukuman Penambang Ilegal di DIY Belum Menjerakan

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi salah satu titik penambangan liar di RT 01 Dusun Karanganyar, Desa Murtigading, Kecamatan Sanden yang telah rusak dan ditinggalkan penambang, Rabu (6/12/2017). (Rheisnayu Cyntara/JIBI/Harian Jogja)

Sudah puluhan operasi tangkap tangan digelar.

Harianjogja.com, JOGJA–Tercatat sejak 2015 hingga 2017, kepolisian sudah melakukan operasi tangkap tangan sebanyak 32 kali terhadap pelaku penambangan liar di seluruh wilayah DIY. Rata-rata pelaku hanya dihukum penjara selama dua sampai empat bulan.

Advertisement

Hukuman ini tentu jauh dari yang tertera pada pasal 158 Undang-Undang No.4/2009 tentang Pertambangan Minerba. Pasal tersebut berbunyi, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa IUP, IPR dan IUPK dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Dari data yang dimiliki Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP ESDM) DIY, OTT penambang liar terbanyak terjadi pada 2015 dengan jumlah operasi sebanyak 14, lalu pada 2016 dan 2017 masing-masing sembilan OTT.

Salah satu contoh kasus pada tahun 2015 terjadi di Desa Merdikorejo, Kecamatan Tempel, Sleman. Pada kasus tersebut ditangkap dua orang, yakni Kepala Desa Merdikerjo Bambang Purasto dan Harrymanto Adli. Bambang dihukum dua bulan penjara dan denda Rp10 juta (subsider satu bulan), sedangkan Adli dihukum tiga bulan penjara, denda Rp5 juta, subsider satu bulan.

Advertisement

Contoh kasus lain terjadi pada tahun 2016, lokasinya juga ada di Desa Merdikerjo, hanya berada di dusun berbeda. Okky, sang pelaku dihukum empat bulan penjara. Sementara kasus-kasus lain masih dalam proses sidang. Tuntutan jaksa juga rata-rata hukuman penjara dua bulan.

Kepala Seksi Geologi dan Sumber Daya Mineral DPU-ESDM DIY Pujo Krismanto enggan melontarkan pernyataan ketika ditanya apakah hukuman yang diterima pelaku sudah cukup lama atau tidak. Dengan diplomatis ia menjawab, putusan yang diterima pelaku sudah melalui proses hukum sebagaimana adanya.

Toh, ucapnya sejak Pemda DIY menjalin kerja sama dengan kepolisian pada 2015 lalu guna menggelar operasi penindakan hukum kegiatan penambang liar, efeknya sudah mulai terlihat. “Itu sebagai shock therapy. Dari tahun ke tahun pelakunya sudah berkurang,” ucap Pujo ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (8/1/2018).

Advertisement

Direktur Eksekutif Wahan Lingkungan Hidup (Walhi) Jogja Halik Sandera punya pandangan berbeda untuk hal ini. Menurutnya, hukuman dalam waktu bulanan tidak akan menimbulkan efek jera sama sekali.

Para pelaku yang selama ini diciduk, sambungnya, rata-rata juga masih pelaksana lapangan, sedangkan aktor utama masih bebas berkeliaran. Ia menyatakan, hakim yang menjatuhkan vonis belum memiliki perspektif lingkungan hidup. “Lama hukuman tergantung pada tuntutan jaksa, yang kemudian berlanjut pada pemahaman hakim terhadap pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat, sehingga hakim harus punya perspektif lingkungan hidup,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif