Jogja
Kamis, 4 Januari 2018 - 09:40 WIB

Begini Modus Investor Mengelabui Perizinan di Kota Jogja

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelayanan perizinan (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Beragam pelanggaran terjadi di Jogja.

Harianjogja.com, JOGJA–Lembaga Ombudsman (LO) DIY menempatkan Pemerintah Kota Jogja di urutan paling buncit dalam hal kinerja pemerintah atas aduan masyarakat. Beragam pelanggaran terjadi di Jogja, antara lain dilakukan oleh investor.

Advertisement

Wakil Ketua Bidang Aparatur Pemerintah Daerah LO DIY Mohammad Saleh Tjan mengatakan, aduan kepada Pemkot Jogja didominasi masalah perizinan. Total selama 2015-2017, ada 383 aduan yang ditujukan bagi Pemerintahan Kota.

“Pemkot sering melakukan pelanggaran atas regulasi yang mereka buat sendiri. Contoh, pembangunan Hotel Summer Quest [Malioboro]. Izin yang diberikan berlantai satu. Ternyata pembangunan lebih dari satu lantai. Pemkot tahu itu, tapi dilakukan pembiaran,” ucap Tjan dalam Laporan Kinerja LO DIY Periode 2015-2018, di kantor LO DIY, Rabu (3/1/2018).

Ia melanjutkan, dalam hal persyaratan administratif dalam mengurus perizinan juga banyak cacatnya. Tjan menyebut, bagi pihak swasta yang ingin membangun sesuatu, perlu persetujuan dari masyarakat yang dihasilkan melalui proses sosialisasi.

Advertisement

Namun, dari fakta yang ditemukan LO DIY, acapkali pihak swasta tidak melakukan sosialisasi sebagaimana mestinya. Yang dilakukan hanya menggelar syukuran dengan mengundang warga. Daftar hadir dalam syukuran itulah yang kadang dipakai untuk mengurus izin.

“Mestinya dicermati sampai ke dalam, sebelum izin dikeluarkan. Namun Pemkot selalu mengatakan syarat administrasi sudah lengkap karena ada tanda tangan dalam daftar hadir, tapi masyarakat merasa tidak ada sosialisasi,” terangnya.

Contoh lainnya adalah pemanfaatan trotoar. Dalam Peraturan Wali Kota Jogja No.62/2009 Tentang Perubahan Perwal Jogja No.45/2007 pasal 1 disebutkan: Trotoar adalah bagian dari jalan yang fungsi utamanya diperuntukkan bagi pejalan kaki. Jika mengacu pada ketentuan ini artinya pedagang kaki lima (PKL) tidak bisa tidak harus menyediakan akses bagi pejalan kaki.

Advertisement

Tjan mengatakan di beberapa lokasi, trotoar sepenuhnya dipakai untuk kepentingan ekonomi, padahal fungsi utamanya adalah sebagai ruang bagi pejalan kaki.

Sebenarnya, sambung Tjan, jika dilihat dari sisi sarana dan prasarana pelayanan publik, Kota Jogja merupakan rajanya dibanding kabupaten lain di DIY. “Tapi substansi pelaksanaan kebijakan yang bersinggungan dengan masyarakat Jogja, memang harus diperhatikan lagi,” sambungnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi saat diminta tanggapan, hanya bertanya apa jenis rekomendasi yang telat ditanggapi dan jenis pembiaran pelanggaran apa yang dilakukan Pemkot Jogja. Saat dijelaskan, hingga berita ini diturunkan, ia belum memberikan jawaban. Sedangkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Jogja Titik Sulastri juga tidak merespons ketika dihubungi melalui sambungan telepon.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif