Jogja
Minggu, 31 Desember 2017 - 23:20 WIB

2018 Diprediksi Jadi Tahun Politik yang Panas

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pemilu 2019. (kpu.go.id)

Kekuasaan bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya instrumen

Harianjogja.com, JOGJA-Tahun 2018 diprediksi akan menjadi tahun panas. Politik identitas tetap menjadi tantangan terberat.

Advertisement

Untuk menjaga tenun kebangsaan, aktor politik diminta bertarung dalam tataran program dan gagasan, daripada mengedepankan isu SARA dan ujaran penuh kebencian dalam mencapai tampuk kekuasan. Pasalnya, kekuasaan bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya instrumen untuk mewujudkan cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai tahun depan akan jadi tahun yang panas, karena akan terjadi kontestasi elektoral secara besar-besaran. Tahun 2018, 171 daerah akan menyelenggaran pilkada secara serentak. Selain itu pada tahun yang sama, sambungnya, proses pendaftaran calon presiden sudah mulai diproses mulai sekitar bulan Juni. Oleh  karena itu, pakar hukum tata negara ini mengimbau semua pihak untuk hati-hati, karena ada potensi munculnya konflik SARA (suka, agama, ras dan antargolongan).

Advertisement

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai tahun depan akan jadi tahun yang panas, karena akan terjadi kontestasi elektoral secara besar-besaran. Tahun 2018, 171 daerah akan menyelenggaran pilkada secara serentak. Selain itu pada tahun yang sama, sambungnya, proses pendaftaran calon presiden sudah mulai diproses mulai sekitar bulan Juni. Oleh  karena itu, pakar hukum tata negara ini mengimbau semua pihak untuk hati-hati, karena ada potensi munculnya konflik SARA (suka, agama, ras dan antargolongan).

Kecemasan Mahfud sejalan dengan Indeks Kerawanan Pemilu yang dirilis Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dari 17 provinsi yang menggelar Pilkada, delapan di antaranya masuk kategori kerawanan tinggi untuk aspek politik identitas. Sementara, di level kabupaten atau kota, ada 14 daerah dengan kerawanan tinggi.

Aspek yang paling dikhawatirkan memantik perpecahan adalah isu agama. Mahfud berujar, persoalan suku tidak akan menjadi permasalahan cukup serius, mengingat saat ini asimilasi antar suku sudah jamak terjadi. Begitu pun masalah bahasa. Indonesia dinilai sangat bagus.

Advertisement

Ia tak ingin kejadian di pilkada DKI Jakarta yang masih menyisakan bara perpecahan hingga kini, terulang kembali. Jika hal yang sama terjadi di seluruh penjuru Indonesia, maka keberlanjutan bangsa akan terancam. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, ia menilai seluruh elemen harus turut berperan aktif, bukan hanya pemerintah saja, tapi juga media, organisasi masyarakat dan masyarakat itu sendiri.

Namun, meski demikian, ia menilai pilkada di daerah lain tidak akan semenghancurkan pilkada DKI Jakarta. Ia mencontohkan Jawa Timur, dimana pesertanya relatif homogen, sama-sama Islam, orang Jawa dan dari kalangan Nahdatul Ulama (NU). “Kalau kemarin Jakarta memang agak rawan dipantik jadi isu sara. Tapi jawa Timur saya rasa aman. Mudah-mudahan bisa jadi contoh,” sambungnya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berharap para aktor politik tidak memainkan politik yang keras dan mengusung sentimen primordialisme yang menghacurkan bangsa. Muhammadiyah, katanya, akan mengawal tahun politik dengan senantiasa menyebarkan pesan moral yang inklusif dan politik yang berkeadaban.

Advertisement

“Kami juga ingin merasionalisasikan masyarakat bahwa politik adalah instrument untuk berbangsa dan bernegara. Jangan sampai itu jadi tujuan,” ucapnya seusai menghadiri pernikahan putri Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno di Jogja Expo Center (JEC).

Ia juga menghimbau calon kepala daerah (jika menang) agar senantiasa bertanggungjawab kepada daerah yang dipimpinnya. Jangan sampai daerah dijadikan bancakan karena adanya transaksi politik yang ujung-ujungnya bermuara pada balas jasa. “Akhirnya sumber daya alam dan potensi daerah tidak bisa digunakan untuk hajat hidup orang banyak. Tapi justru digunakan untuk hajat politik. Saya berpesan agar kepala daerah betul-betul bertanggungjawab dan membawa politik dengan pertanggungjawaban,” imbuhnya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan para kandidat pilkada serentak 2018, harus bertarung dengan cara yang beradab dengan mengandalkan program dan gagasan sebagai jualan utama. Alih-alih menggunakan fitnah, ujaran kebencian dan politik uang. “Mari kita lawan yang sifatnya fitnah dan ujaran kebencian,” ucapnya.

Advertisement

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah sudah melakukan sosialisasi dan meminta kepolisian bertindak tegas. Namun, ia menyatakan masyarakat juga harus turut berperan aktif dengan proaktif melaporkan pasangan calon yang isi kampanyenya tidak mengutamakan program, tapi malah berisi ujaran kebencian.

“Harus ditindak tegas. Tapi masyarakat harus melapor karena ini delik aduan,” tutupnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif